Mata Pena : arkam
Populasi
manusia yang terus berkembang berdasarkan deret hitung tiap tahun meningkat,
namun tidak berbanding luruh dengan ketersediaan lapangan pekerjaan. Kondisi
tersebut dipersulit atau diperparah lagi dengan semakin berkembangnya tehnologi
informasi membuat beberapa pekerjaan sedikit lagi hilang sebab digigit belanja non
tunai dan produk-produk pengelolaan keuangan berbasis tehnologi serta
belanja onlie. Tehnologi dihadirkan
sebagai pilihan terakhir yang terbaik untuk menekan atau mencegah penyalah
gunaan anggaran.
Potret
pembangunan semenjak berintegrasi dengan Indonesia sampai tahun ini,
perjalannya sedikit mengalami pasang surut yang disebabkan strubulensi status
politik Papua yang masih dipersepsikan beberapa orang terdidik maupun masyarakat
kurang terididik namun sudah cerdas memberikan simpulan pembangunan warga Papua
masih dalam tanda tanya dan tanda seruh sebab begitu besar anggaran dan program
atau kegiatan yang dilakukan tidak terah membuat pembangunan mengalami
kepincangan dengan wilayah barat Indonesia.
Manajemen
tata kelola pemerintah daerah memunculkan persoalan yang masih tersangkut di
hati yang mungkin sedikit susah untuk dijelaskan dengan kaca mata rasional
bahwa sudah begitu banyak pemekarang wilayah yang di sertai pemberian
kewenangan pengelolaan keuangan daerah sendiri, namun masih ada saja ocehan-ocehan
kecil dari para pemangku kepentingan dengan memberi cap secara umum tanpa di perkuat
data secara cepat memberi simpulan pemerintah belum berhasil membangun warga
Papua.
Dalam
kaitan itu, ada persoalan lain yang cukup menarik juga untuk diamati secara
terpilah dengan membaca rencana pembangunan jangka menengah maupun jangka
panjang kabupaten atau kota dengan memakai sampel acak pada penyusunan program
dan kegiatan serta besaran anggaran yang terdistribusi pada masing-masing
komponen belanja tidak disertai ukuran-ukuran yang jelas menimbulkan tanda
tanya.
Selanjutnya
dengan tidak ditetapkan ukuran-ukuran yang jelas dan rasional kemanfaatan
belanja tersebut akan menimbulkan dugaan bahwa jangan-jangan ada konspirasi
para pemangku kepentingan untuk menikung angaran tersebut pada kebutuhan
belanja yang sifatnya memperkaya diri sendiri. Dugaan ini dimunculkan sebab
kalau dilihat dari sudut pengelolaan anggaran berbasis kinerja pemerintah belum
secara serius atau tegas melakukan pencegahan pada sumbangan ke kantong korupsi
dan belanja konsumtif pemangku kepentingan.
Pemerintahan
di era kepemimpinan Joko Widodo dan Yusuf Kalla mulai mengambil
langkah-langkah strategis dengan program nawacita yang salah satunya
mengembangkan konsep membangun dari wilayah pinggiran atau wilayah kampung ke
kota, model itu dilakukan sebagai titik masuk untuk menghadirkan Indonesia
kembali di wilayah-wilayah pinggiran Papua.
Kesempatan
yang lain yaitu pemerintah membantu mempercepat proses pembangun di papua
dengan cara memekarkan beberapa wilayah menjadi daerah otonom baru mulai dari
tingkat terkecil Kampung, Distrik, Kabupaten dan Provinsi yang diperkirakan
akan terus dimekarkan tahun ini, karena pemerintah mulai sadar bahwa Indonesia
sedikit mulai hilang di Papua.
Pemerintah
memberikan otonomi secara penuh kepada kampung untuk mengelola keungan kampung
dengan anggaran yang diberikan teramat besar dengan peruntukan untuk membangun
kemandirian melalui pengelolaan potensi kampung secara ekonomis, efisien dan
efektif dengan selalu memegang prinsip transparansi dan akuntabel karena
anggaran yang diberikan milik bersama warga kampung.
Untuk
menghindari hal-hal negative dalam pengelolaan keuangan kampung, maka
pemerintanah tingkat kampung selalu dan selalu diarahkan bahkan dipaksakan
dengan pemerintah mengeluarkan kompas penunjuk arah pengelolaan keuangan
kampung dengan baik melalui beberapa aspek meliputi : (1) Perencanaan Program;
(2) Penganggaran (RAPBDesa); (3) Pelaksanaan Program dan (4) Pengawasan dan
Evaluasi. Empat aspek tersebut merupakan elemen penting yang terintegrasi satu
sama lain dalam pengelolaan keuangan kampung.
Perjalanan
pengelolaan keuangan kampung masih menimbulkan berbagai macam persoalan, namun
yang paling besar mendapatkan sorotan yaitu aspek sumber daya manusia aparat
kampung, dimana rendahnya tingkat pendidikan membuat pemahaman mereka tentang
pengelolaan keuangan kampung masih minim, hal tersebut bisa juga dilihat dari
kecepatan penyelesaian laporan keuangan kampung belum sesuai kalender belanja
pemerintah daerah per tanggal 15 Desember batas akhir pelaporan keuangan
kampung ke Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.
Persoalan
pengelolaan keuangan kampung semakin menarik untuk di dalami lebih dalam
khususnya di Papua yang perjalanannya banyak menghiasi surat kabar lokal dan
nasional bahkan menjadi trending topik di media sosial sampai-sampai ada aparat
kampung yang nama naik karena menikung anggaran kampung untuk memperkaya diri
sendiri. Persoalan bermunculan ke permukaan semua itu pasti disebabkan kurangnya
partisipasi masyarakat melakukan pengawasan membuat aparat kampung menikung
anggaran kampung.
Data
lapangan menujukkan pengelolaan keuangan kampung di hampir seluruh wilayah
papua belum berjalan sesuai yang diharapkan pemerintah, hal itu bisa dilihat
dari proses (1) Perencanaan Program; (2) Penganggaran (RAPBDesa); (3)
Pelaksanaan Program dan (4) Pengawasan dan Evaluasi semuanya sudah berjalan
dengan baik karena ada dukungan para pemangku kepentingan terkait dalam pelaksaan
program dan kegiatan tidak ditemukan kesalahan sementara pada kecepatan pelaporan
keuangan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
No comments:
Post a Comment