PERILAKU BISNIS ORANG MEYBRAT
Setelah dikemukakan beberapa
karakteristik responden di atas, maka dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan,
umur, pendapatan, pola konsumsi dan perilaku produksi serta sosial budaya yang
dimiliki masyarakat Meybrat merupakan faktor-faktor yang dominan peranannya
dalam membentuk perilaku kewirausahaan masyarakat. Di samping itu, perilaku
kewirausahaan Masyarakat juga turut dibentuk dengan banyaknya jumlah tanggungan
keluarga, di mana rata-rata memiliki tanggungan keluarga yang cukup besar,
sehingga mereka lebih banyak terdorong berusaha mencari nafkah untuk menutupi
kebutuhan rumah tangganya dan kurang upaya untuk mengembangkan usahanya dengan
cara melakukan pengembangan faktor-faktor produksi yang dapat menunjang
peningkatan produktivitas dan pendapatan hasil usaha. Dengan demikian pada
umumnya kebiasaan masyarakat untuk melakukan pesta besar-besaran yang
membutuhkan dana besar merupakan suatu sikap yang terimplikasi pada perilaku
kewirausahaan masyarakat. Untuk memahami bagaimana keterkaitan antara atribut-atribut
faktor sosial budaya, kemampuan pengambilan keputusan, kemampuan inovasi,
kemampuan pengambilan resiko, faktor produksi, distibusi, pola konsumsi serta faktor kelembagaan dan
faktor ineternal dan eksternal terhadap pembentukan perilaku kewirausahaan,
dapat dilakukan pengelompokan, dan pengklasifikasian pendapat pengusaha kecil dan menengah masyarakat
kedalam tiga kategori yaitu sanggat mendukung sekali, sanggat mendukung,
netral, kurang mendukung dan kurang mendukung sekali. Hasil pengelompokkan dan
pengklasifikasian untuk masing-masing faktor sebagaimana dijelaskan sebagai
berikut:
SISTIM KEKERABATAN
Setelah dilakukan telahan
terhadap jawab responden memberi indikasi bahwa masyarakat masih terikat
pada kebiasaan, pola hidup dan tingkah laku sosial budayanya, sehingga kurang
mendukung terhadap pembentukkan perilaku kewirausahaan dalam pengembangan
bisnis masyarakat. Tanggung jawab sosial, menjadi faktor budaya utama yang
kurang mendukung pembentukkan perilaku kewirausahaan. Tanggung jawab sosial di
sini dimaksudkan sebagai tanggung jawab seseorang di dalam keluarga terhadap
semua kegiatan-kegiatan yang terjadi di dalam keluarga, baik yang bersifat
vertikal maupun horisontal dan juga lingkungan masyarakatnya. Kewajiban
terhadap tanggung jawab sosial tersebut
menjadikan seseorang di dalam keluarga yang memiliki pekerjaan dan
pendapatan yang baik dianggap sebagai aset keluarga. Masyarakat Meybrat masih memegang teguh
hubungan keluarga (kekerabatan), baik secara vertikal maupun horisontal, baik
terhadap keluarga kakek, nenek, maupun keluarga suami atau istri.
Hubungan-hubungan tersebut menyebabkan pemanfatan dari hasil usaha dipergunakan
untuk kepentingan tersebut, dan kadang-kadang jumlah pengeluaran melampaui
pendapatan yang diperoleh.
Perilaku masyarakat di dalam
menghadapi semua kegiatan adat tersebut di atas, dipengaruhi oleh suatu
nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial yang hidup dalam lingkungan
masyarakatnya. Budaya rasa malu dinilai tidak mampu, menjadi faktor pendorong
yang sangat kuat di dalam melakukan tanggung jawab adat tersebut. Upaya menjaga
harga diri dan martabat keluarga,
kelompok dari penilaian tidak mampun, mendorong setiap orang didalam kelompok
melakukan pengorbaban dalam bentuk uang maupun barang. Misalnya pembayaran
denda atau maskawin; walaupun dalam jumlah yang besar dapat diselesaikan dalam
waktu yang singkat karena dorongan menjaga harga diri dan martabat
keluarga/kelompok, atau rasa malu dinilai tidak mampu.
POLA KONSUMTIF
Hasil dalam penelitian ini,
memberi indikasi bahwa perilaku (konsumtif) kurang mendukung terbentuknya
perilaku kewirausahaan masyarakat. Untuk jelasnya hasil rangking dan
klasifikasi tersebut menunjukkan perilaku kelompok dalam kegiatan penyelesaian masalah dan
kegiatan sosial cenderung kurang
mendukung atau tidak produktif. Hal ini dapat dilihat pada rangking satu atau
klasifikasi kurang mendukung. Sedangkan pemanfaatan pendapatan dalam kegiatan
ekonomi dapat dikatakan lebih rendah dibanding dengan akumulasi pemanfaatan
pendapatan untuk kegiatan penyelesaian masalah dan kegiatan sosial ekonomi, hal
ini menggambarkan bahwa masyarakat menggunakan kurang lebih pendapatan mereka
untuk keperluan non konsumsi. Hal ini memberi indikasi bahwa masyarakat
memiliki perilaku kewirausahaan
yang masih rendah. Selanjutnya dapat
dijelaskan bahwa potensi sosial budaya masyarakat sangat tergantung pada hasil
pendapatan yang diperoleh dan jumlah tanggungan keluarga. Disamping itu
terdapat pula suatu kebiasaan yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, dimana semakin tinggi hasil
pendapatan yang diperoleh semakin besar pengeluaran rumah tangganya, begitu
pula halnya semakin banyak jumlah tanggungan keluarga semakin besar pula
pengeluaran rumah tangga, terutama pada kebutuhan yang menjadi tanggung jawab
sosial budaya (pesta-pesta adat, pembayaran maskawin dan denda). Dengan
demikian penilaian bahwa satu sikap perilaku masyarakat, yang suka boros
menggunakan pendapatan untuk hal-hal yang tidak produktif dapat diposisikan secara tepat. Dalam kaitannya
dengan nilai sosial masyarakat yang masih kuat dipengaruhi oleh budaya, dan
tradisi, bentuk penggunaan pendapatan seperti yang dijelaskan di atas merupakan
kewajiban yang menjadi tanggung jawab sosial setiap anggota kelompok. Perilaku
sosial seperti ini kurang mendukung kegiatan usaha bagi masyarakat, karena
tidak adanya pemupukan modal usaha untuk pengembangan usaha.
FAKTOR PENGHAMBAT
Hasil dalam penelitian ini,
memberi indikasi bahwa perilaku (konsumsi, investasi, pendidikan, dan kesehatan
serta kebutuhan lainnya) kurang mendukung terbentuknya perilaku kewirausahaan
masyarakat. Untuk jelasnya hasil klasifikasi dan pengelompokkan tersebut
menunjukkan perilaku masyarakat cenderung konsumptif dan tidak produktif. Hal
ini dapat dilihat bahwa pemanfaatan pendapatan untuk investasi, kesehatan dan
pendidikan dapat dikatakan lebih rendah dibanding dengan akumulasi pemanfaatan
pendapatan mereka untuk keperluan non konsumsi. Hal tersebut diatas memberi
indikasi bahwa masyarakat memiliki perilaku kewirausahaan yang masih rendah.
Kecenderungan penggunaan
pendapatan pada konsumsi yang jauh lebih besar
merupakan implikasi dari tanggung jawab sosial terhadap keluarga yang
tetap dipegang teguh oleh orang Meybrat. Hubungan kekerabatan, keluarga secara vertikal
dan horisontal dari kedua belah pihak suami dan isteri menyebabkan semakin luasnya tanggungan
keluarga. Dikalangan masyarakat khususnya pada setiap keluarga rata-rata
berkumpul selain keluarga inti, juga ditampung keluarga lainnya baik dari pihak
suami maupun istri, dan rata-rata mencapai 8-10 orang. Dengan demikian
penilaian bahwa satu sikap perilaku masyarakat, yang suka boros menggunakan
pendapatan untuk hal-hal yang tidak produktif dapat diposisikan secara tepat dalam kaitannya dengan pola
konsumsi kehidupan masyarakat yang masih kuat dipengaruhi oleh budaya, dan
tradisi, bentuk penggunaan pendapatan seperti yang dijelaskan di atas merupakan
kewajiban yang menjadi tanggung jawab sosisal setiap anggota kelompok. Perilaku
pola konsumsi seperti ini kurang mendukung kegiatan usaha bagi masyarakat Meybrat, karena tidak adanya
pemupukan modal untuk pengembangan usaha.
PERILAKU BISNIS ORANG MEYBRAT SAAT INI
Dalam rangka mengidentifikasi
tingkat perkembangan dan proses pembentukan serta tahapan perkembangan usaha
yang dimulai dari inovasi, trigering, dan implementation. Ketiga tahapan ini
merupakan masa inkubasi atau embrio dimulainya untuk usaha. Sedangkan growth, maturity dan harvest merupakan entrepreneur process yang menuju kepada small business process. Berdasarkan pada analisis perilaku
wirausaha orang Meybrat, pada
umumnya masih berada pada tahapan
inovasi dan trigering, atau masih berada pada even entrepreneur process, dimana mereka
secara alamiah memiliki jiwa entrepreneurship dimana mereka telah memulai kegiatan bisnis walaupun masih sangat
sederhana dan tradisional.
Pada tahapan inovation dan trigering personal karakteristik dan environment (lingkungan) memegang
peranan penting untuk pembentukkan perilaku kewirausahaan. Personal
karakteristik disini mencakup need for
achievement, risk taking, personal values. Education dan experience yang harus disuport dengan environment (lingkungan) bisnis yang
kondusif. Environment tersebut mencakup opportunities,role models dan creativity
yang memungkinkan untuk pengembangan usaha. Pada fase trigering, personal karakteristik yang diikuti dengan komitment yang kuat
dan dilain pihak dukungan environment bisnis yang kondusif yang mencakup peranan pemerintah dan
penguasaan resources serta inkubator yang memungkinkan aktivitas bisnis dijalankan dengan baik. Dari
profil usaha masyarakat yang telah dijelaskan, dimana kedua kondisi tersebut
dirasakan masih sangat rendah.
Berkaitan dengan itu, maka di dalam upaya-upaya
pengembangan perilaku kewirausahaan masyarakat yang masih terpenjara oleh
kondisi lingkungan (environment) dan sosio cultural (social behavior) perlu dicermati dengan baik, dan diperlukan kesepahaman antara
ekonom dan antropolog, serta psyholog,
untuk mencari model yang tepat bagi
pengembangan kewirausahaan masyarakat. Dalam kondisi masyarakat dengan sosio cultural
yang beraneka ragam, maka pola pembinaan secara cell groups merupakan bentuk yang tepat, karena individu dikelompokkan sesuai
bidang usaha, tingkatan/level yang dicapai, scala usaha dan tetap memperhatikan social cultural constraint pada masing-masing individu yang dibina.
PENGEMBANGAN BISNIS ORANG MEYBRAT
Analisis selanjutnya diarahkan
untuk melihat hubungan antara perilaku kewirausahaan dan pengembangan usaha
masyarakat. Untuk
melakukan analisis tersebut maka responden dikelompokkan berdasarkan kelompok
usaha dagang Kios, usaha pertanian,
usaha peternakan, usaha kelompok/bersama, usaha jasa, dan usaha
industri. Berdasarkan hasil analisis, maka tingkat hubungan antara perilaku
kewirausahaan dengan pengembangan bisnis
masyarakat dapat memberi gambaran bahwa aktivitas sosial, dan potensi sosial masyarakat dapat
dikatakan memiliki hubungan sanggat lemah terhadap kinerja pengembangan bisnis
masyarakat. Dengan kata lain, bilamana masyarakat masih memiliki tradisi budaya
yang tinggi, maka perilaku kewirausahaan masyarakat berpengaruh secara negatif
terhadap tingkat kemampuan pengembangan bisnis. Berdasarkan pada kondisi tersebut diatas, maka
dapat dikatakan bahwa usaha masyarakat saat ini hanya bekerja berdasarkan
komprominitas diantara mereka, untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kegiatan
usaha dilakukan hanya untuk menyelamatkan dan memenuhi kebutuhan keluarga (Safety First), keselamatan dalam
arti pemenuhan kebutuhan menjadi prioritas, dan bukan business minded. Sedangkan pada sisi keberanian mengambil risiko,
maupun melakukan inovasi merupakan suatu proses uji coba yang tidak terlepas
dari membuat kesalahan. Dengan demikian rendahnya kemampuan pengambilan resiko
yang dihadapi usaha masyarakat juga merupakan refleksi dari azas dasar
kepercayaan yang dianutnya.
Hasil
penelitian ini telah memberikan kesimpulan terkait dengan dua kekuatan budaya sistem
kekerabatan dan pola konsumtif orang Meybrat. Dua kekuatan itu, menurut
analisis ternyata sangat berpengaruh dalam membangun perilaku bisnis di tengah
masyarakat. Kenyataan itu dalam perkembangnya dua kekuatan budaya tersebut
ternyata berpengaruh dalam pembentukan ekonomi produktif masyarakat meliputi: (1). Usaha ekonomi produktif masyarakat Meybrat masih
berada pada tahapan mencari bentuk (inovasi,
trigering), dimana personal karakter (nilai pribadi, pendidikan, pengalaman,
pengambilan risiko, pengendalian intern,) serta faktor lingkungan
(kesempatan/peluang, ,peran, dan kreativitas, kebijakan
pemerintah) sangat dominan dan
masih lemah; (2). Usaha produktif, termasuk
kelompok usaha (mikro, kecil dan menengah), lebih berhasil dan berkembang secara baik
pada tingkat individu dibandingkan
dengan kelompok; (3). Faktor sistem kekerabatan dan pola
konsumtif masyarakat meliputi :
pembayaran maskawin, biaya pendidikan keluarga dan sanak saudara masih
berpengaruh sangat kuat dalam pembentukan perilaku usaha ekonomi produktif
orang Meybrat. (Arius Kambu, FEB Uncen)