HARMONISASI KEARIFAN LOKAL DALAM
PENGEMBANGAN EKONOMI
DI RAJA AMPAT
(skrip untuk artikel)
Kepulauan
Raja Ampat adalah wilayah geografis yang terutama terdiri dari gugusan
pulau-pulau yang terletak di antara daerah Kepala Burung Papua dan daerah Kepulauan
Maluku Utara. Luas wilayah adalah kurang lebih 54.65 km2 dan terdiri
dari sekitar 610 buah pulau. Diantara pulau-pulau itu hanya terdapat empat
pulau besar yang lainnya adalah pulau-pulau kecil yang rata-rata berukuran dari
75 km2. Sesuai dengan sifat geografisnya kepulauan raja ampat
terletak satu daerah perairan laut yang hanya berbagai hasil laut antara lain
berbagai jenis ikan, kerang-kerang dan rumput laut. Hasil-hasil laut ini
bersama dengan hasil bumi lainnya memainkan peranan penting dalam perdagangan
regional baik pada masa lampau maupun masa sekarang.
Etnik
Raja Ampat mendiami lima wilayah administratif pemerintahan tingkat kecamatan
ialah : Kecamatan Salawati, Kecamatan Seget, Kecamatan Waigeo Selatan, Kecamatan
Waigeo Utara, Kecamatan Misol di dalam daerah pemerintahan TK II Kabupaten
Sorong.
Orang
Raja Ampat dibedakan menurut golongan etniknya, maka ada lima kolektifa etnik,
yaitu orang Maya, orang Amber, orang Moi, orang Efpan dan orang Biak. Keempat
kolektifa etnik yang disebut pertama adalah penduduk asli kepulauan Raja Ampat,
sedangkan orang Biak adalah migran yang datang dari kepulauan Biak Numfor yang
terletak di Teluk Cenderawasih dan menetap di daerah ini sekitar abad ke XV.
Oleh karena mereka sudah menetap di daerah tersebut lebih dari lima abat
lamanya dan oleh karena mereka turut dalam proses pembaruan budaya yang
berlangsung di daerah tersebut selama itu, maka merekapun merupakan penduduk
kepulauan Raja Ampat. (Mansoben, JR 1995).
Pada
masa ini penduduk asli Raja Ampat adalah terdiri dari 10 (sepuluh) suku adat
yang mendiami wilayah Raja Ampat maupun yang bermigrasi dari wilayah kepulauan
lain sekitar Raja Ampat. Dalam statistik disampaikan bahwa ada paling tidak 12
suku adat yang saat ini mendiami gugusan kepulauan Raja Ampat, yaitu : Suku
Wawiyai (Wauyai); Suku Kawe; Suku Laganyan; Suku Ambel (Waren); Suku Batanta; Suku Tepin; Suku Fiat, Domu, Waili dan Butlih; Suku Moi
(Moi-Maya); Suku Matbat; Suku Misool; Suku Biga; Suku Biak. (Dinas Kebudayaan dan
Pariwisat Raja Ampat).
Kolektifitas
suku adat yang mendiami wilayah Raja Ampat yang akan membentuk keragaman budaya
daerah merupakan potensi sosial yang dapat membentuk karakter dan citra budaya
tersendiri pada masing-masing 10 (sepuluh) suku adat, serta merupakan bagian
penting bagi pembentukan citra dan identitas budaya Raja Ampay. Di samping itu
keragaman merupakan kekayaan kultural sebagai bagian dari warisan budaya
leluhur yang perlu dilestarikan.
Mengeliat
kepulauan Raja Ampat dengan peningkatan wisata bawah laut dan transformasi
budaya ke arah kehidupan modern dan tuntutan percepatan pembangunan infrastruktur
dalam menunjang pengembangan wisata Raja Ampat, warisan budaya dan nilai-nilai
tradisional masyarakat adat tersebut menghadapi tantangan terhadap
eksistensinya. Hal ini perlu dicermati karena warisan budaya dan nilai-bilai
tradisional tersebut mengandung banyak kearifan lokal yang belum secara optimal
di kembangkan dengan kondisi Raja Ampat saat ini, dan seharusnya diadaptasi
atau bahkan dikembangkan lebih jauh sebagai sumber pendapatan masyarakat.
Beberapa
nilai dan bentuk kearifan lokal, termasuk hukum adat, nilai-nilai budaya dan kepercayaan
yang ada sebagian bahkan sangat relevan untuk diaplikasikan ke dalam proses atau
kaidah perencanaan dan pembangunan wilayah atau kawasan, seperti yang terdapat
pada masyarakat Raja Ampat.
Kaidah-kaidah tersebut
ada yang bersifat
anjuran, larangan, maupun
persyaratan adat yang ditetapkan
untuk aktivitas tertentu. Selain aspek
fisik dan visual,
keanekaragaman budaya,
sosial kemasyarakatan yang
terkandung di dalam
kearifan lokal umumnya bersifat verbal dan
tidak sepenuhnya terdokumentasi dengan
baik. Untuk itu, perlu
dikembangkan suatu bentuk
knowledge management terhadap berbagai
jenis kearifan lokal
tersebut agar dapat digunakan
sebagai acuan dalam
proses perencanaan dan perancangan
lingkungan binaan yang
berkelanjutan. Oleh karena
itu, tulisan ini akan membahas
tentang tipologi kearifan
lokal dan kaitannya
dengan regulasi di bidang ekonomi kreatif, serta pada bagian akhir
juga diulas bagaimana upaya mengharmonisasikannya sehingga kearifan
lokal dapat diakomodasikan dengan
baik dalam regulasi ataupun perencanaan pengembangan ekonomi secara formal.
Proses
pengeksploitasi ide atau kekayaan intelektual (intelectual property) menjadi nilai ekonomis tinggi yang dapat
menciptakan kesejahteraan masyarakat dan lapangan pekerjaan seperti yang kita
ketahui Raja Ampat mengeliat dengan Destinasi Wisata kelas dunia dan negeri
yang memiliki segudang potensi lokal yang terwakilkan dari sepuluh suku adat
memiliki potensi lokal selain wisata laut adalah masakan tradisional, kerajinan
dan seni tradisi daerah Raja Ampat yang memiliki ciri khasnya tersendiri. Di
masa ini Raja Ampat berevolusi menjadi Distenasi Wisata internasional dengan
industri kreatif yang berperan penting dalam ekonomi kreatif masyarakat.
Bersama dengan wisata kuliner, kerajinan tangan dan seni tradisi menjadi bagian
dari pengembangan wisata Raja Ampat. Gerakan ekonomi kreatif pun akan di mulai
dengan usaha kecil-kecil yang menyebar luas ke pelosok Raja Ampat, sehingga
menjadi tren dan tentunya memperbaiki pendapatan perkapita masyarakat, maka
perlu ada perhatian pemerintah daerah untuk membuat perencanaan dan
pengembangan serta pengelolaan yang menarik, membuat industri kreatif tergali
menjadi lebih bernilai ekonomis. Bagaimana kreativitas dan inovasi dapat
mengubah kekayaan intelektual menjadi industri yang sangat diminati masyarakat
dunia selain wisata laut Raja Ampat.
Dimasa
ini seni tradisi Raja Ampat masih dipandang sebagai kegiatan musiman ketika ada
efen-efen tahunan dan belum mendapatkan dari pemerintah. Seni tradisi Raja
Ampat harus dilihat secara kontekstual dengan kekinian sehingga nilai-nilainya
tidak berubah tetapi kemasannya bisa saja berubah ini agar tradisi tetap mampu
lestari.
Seni
tradisi orang Raja Ampat sebenarnya mampu tetap hidup menyesuaikan diri dengan
perubahan masa yang dilewatinya. Seni tradisi masyarakat Raja Ampat tetap butuh
stimulus dari pemerintah khususnya seni tari unggulan jarang ditampilkan karena
dulunya merupakan kesenian terbatas kerajaan atau komunitas itu yang perlu
dieksploitasi ide menjadi nilai ekonomis tinggi.
Seni
tradisi merupakan inspirasi kreatif yang
mengandung nilai-nilai budaya Raja Ampat yang tidak akan ada habisnya digali
namun masyarakat Raja Ampat umumnya masih seni tradisi sebagai sesuatu yang
usang dan kuno. Hal ini dapat di dilihat masih ada kesenjangan informasi
tentang seni tradisi di eksplor adalah seni tradisi yosim pancar dari
masyarakat Teluk Cenderawasih. Literatur tentang seni tradisi yang muda
dipahami masyarakat Raja Ampat masih sangat terbatas. Sementara itu dari sisi
ekonomis seni tradisi masih belum dihargai sebagai sumber penyumbang pendapatan
perkapita masyarakat Raja Ampat.
(Arius Kambu, Ekonomi Uncen)