PEMERINTAH HILANG DI PAPUA
P
|
emberdayaan
masyarakat melalui pemberlakuan otonomi khusus dalam menjawab rasa
keindonesiaan OAP semakin hari semakin redup, hal ini dikarenakan pemerintah
belum secara serius melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkait dengan urusan
wajib meliputi Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi Kerakyatan dan Infrastruktur.
Dalam
tulisan ini, hanya menyoroti urusan pemberdayaan masyarakat. Cerita lepas Warung
Copi, Emperan Pasar, Pimpinan beragam organisasi dan Mensos lainnya tentang OAP hampir sebagian
besar memberi jawaban “MENTALITAS BERPERILAKU HIDUP BOROS”
yang banyak dipengaruhi oleh budaya kekerabatan yang kuat, jawaban itu dilihat
dari pola penyebaran OAP berdasarkan topografi wilayah yang terbagi dalam dua
wilayah yaitu masyarakat pantai dan masyarakat pegunungan yang kehidupan
sehari-harinya sebagai petani peramu dan petani ladang. Pemikiran pola-pola
lama ini yang membuat kita terpenjarah dalam pasar gagasan dalam menemukan
inovasi-inovasi baru dalam mengelola kekerabatan sebagai modal sosial yang
memiliki nilai ekonomi tinggi.
Kehadiran
otonomi khusus belum memberi makna pada kemandirian ekonomi OAP, sebalinya
kehadiran otonomi khusus memberi edukasi berutang dengan hidup bergantung pada
pemerintah. Apakah ini yang disebut praktek cerdas ?. Selamat Merenung !.
Lokomotif
pembangunan Papua bertumpuh pada tiga sektor yakni pendidikan , kesehatan dan infrastruktur,
hal ini bisa dilihat dari besarnya anggaran dan kebijakan pemerintah untuk tiga
sektor ini setiap tahun meningkat dibandingkan sektor ekonomi kerakyatan yang
jumlahnya teramat sanggat kecil. Ada sebuah jawaban yang bisa “BENAR
DAN BISA SALAH” yaitu yang melatar belakanggi pola pikir para perencana
dan penentu kebijakan bahwa apabila pendidikan, kesehatan dan infrastruktur sudah
membaik dengan sendirinya pertumbuhan ekonomi OAP akan meningkat pula. Pilihan Jawabanya
cukup untuk anda sendiri. Sementara itu, lambatnya pengembangan ekonomi OAP
bisa dilihat dari belum terkelolanya sumber daya lokal OAP melalui penetapan
peta jalan pemberdayaan ekonomi OAP yang disesuaikan dengan potensi
masing-masing wilayah baik pesisir maupun pegunungan dengan tetap menghormati
nilai-nilai budaya yang hidup dan tumbuh bersama OAP di masing-masing wilayah
tersebut.
Pengembangan
ekonomi OAP yang dilakukan pemerintah selama ini belum memberikan makna yang
berarti, hal ini bisa dilihat dari program-program pemberdayaan masih
terbungkus dalam paket-paket proyek yang membuat pertumbuhan ekonomi OAP
berjalan ditempat. Selain itu, banyak pernyataan klasik yang dikeluarkan
pemerintah atas nama pemberdayaan ekonomi untuk menuju kemandirian ekonomi yang
menjelaskan OAP jangan dikasi ikan melainkan dikase pancing. Ketika OAP pancing
dapat ikan mau dijual tidak ada pasar dan sebaliknya dijual dipasar harganya
jauh dari harga normal karena permainan tengkulak. Cerita ini memberi simpulan
kecil yang menjelaskan bahwa 5 (lima) fungsi dalam ilmu manajememen tidak
berjalan maksimal atau dengan pendapat lain perencanaan dari hulu kehilir
mengalami hambatan. Selanjutnya potret-potret pemberdayaan yang lain adalah
atas nama pemerintah maka kita mengadopsi model-model pemberdayaan daerah lain
untuk dipaksakan diterapkan pada OAP yang secara turun temurun tidak hidup
bersama budaya mereka.
Penulis
memilih judul pemerintah hilang di Papua ini memiliki ekor panjang untuk kita
merenung dan melihat kembali perjalanan pemerintah melalui berbagai catatan
masa lalu dengan berbagai jurus yang dikeluarkan pemerintah dalam merajut rasa
keindonesiaan OAP sampai di keluarkan paket cantik yang diberi nama otonomi
khusus yang sampai saat ini belum memberikan makna yang berarti ini karena persepsi
OAP yang dijumpai sebanyak 9 (sembilan) dari 10 (sepuluh) orang menjawab mereka
belum merasakan manfaat. Sedangkan dari
berbagai penelitian yang dipublikasikan melalui media cetak maupun online
menjelaskan otonomi khusus belum memberikan makna yang berarti karena kebijakan
yang dikeluarkan pemerintah tidak sejalan dengan tujuan pemberlakuan otonomi
khusus.
Paket-paket
kebijakan pemberdayaan yang dikeluarkan masih dikerjakan secara
setengah-setengah yang didesain pada anggaran semata, hal ini yang membuat
pemerintah hilang, dimana pemerintah tidak serius membangunan ekonomi OAP,
alias OAP tidak disiapkan secara totalitas menuju kemandirian ekonomi.
Pemberlakuan
daerah otonomi khusus perlu kita membaca kembali karena masa lalu adalah
referensi yang berharga untuk kita menata asa dan raga dalam merajut satu
tungku dalam satu rumah “BHINEKA TUNGGAL
IKA”. pemberlakuan otonomi khusus
merupakan jawaban atas aksi-aksi sosial masyarakat yang difasilitasi berbagai
ormas sebagai jawaban yang perlu dilihat sebagai sebuah kesempatan dalam
membangun ketertinggalam OAP lebih khusus pengembangan ekonomi OAP agar
kemandirian ekonomi bisa terwujud dimasa depan. (Skrip jurnal
Arius Kambu, FEB Uncen)