IDENTITAS PAPUA
Nama Wilayah dan Penduduk Asli :
New Guinea :
Berasal dari bahasa
Spanyol,Nova Guinea, diberikan
oleh pelaut Spanyol bernama Ortiz De Retez
digunakan sejak 1545. Papua, sebutan Papua untuk wilayah dan penduduknya, tercatat dalam
journal Spanyol untuk pertama kali pada tahun 1521, sampai sekarang nama Papua
di pakai kembali. Irian, sebutan Irian digunakan setelah perang dunia ke-2,
bersumber dari suatu legenda dari daerah Biak Numfor yang artinya tanah yang bermuncul
dari laut, juga tanah milik kita. Setelah penyerahan kedaulatan ke Indonesia di
tahun 1949, Irian
menjadi arti yang sangat berkonotasi politik (Ikut Republik Indonesia
Anti Nederland). Sehingga lebih banyak di gunakan oleh separatis atau
orang-orang Pro Republik Indonesia.
Penduduk Asli : Pada dasarnya penduduk asli Papua dapat dibagi
dalam 2 (dua) kelompok yaitu 1: Papua pegunungan / pedalaman dataran tinggi,
dan 2: Papua dataran rendah dan pesisir. Bahasa sangat beragam tercatat lebih
dari 250 bahasa daerah. Orang Papua berkulit gelap sampai hitam dan berambut
keriting. Hal ini menjadi ciri khas yang mirip dengan orang Negro, tetapi orang
Papua memiliki mata orang Eropa, dan pada umumnya berbadan berbulu dan
janggut/kumis. Bersama masyarakat asli
Australia (Aborigin) dan Negritos dari Philippina. Masyarakat adat Papua
merupakan tipe kelompok Negroid Timur.
Masyarakat Papua Tradisional dan Budaya Papua disentuh oleh peradaban
Barat pertama melalui para pelaut
Spanyol dan Portugal
yang mengarungi 7
(tujuh) Samudera di abad ke 16 dalam rangka menemukan jalan pintas ke
pusat rempahrempah, suatu komoditas perdagangan internasional pada waktu itu
yaitu Hindia yang tidak lain adalah kepulauan Indonesia sekarang ini. Era ini
tercatat bahwa Vasco Da Gama berkebangsaan Spanyol menemukan Selat Magelang,
selanjutnya Indigo Ortiz De Retez menyusuri pantai utara pulau ini pada tahun
1545 dan karena melihat ciri-ciri manusianya
yaitu berkulit warna
hitam dan berambut
keriting sama seperti manusia yang ia lihat di belahan bumi Afrika
bernama Guinea, maka diberi nama pulau ini Isla Nova Guinea/Pulau Guinea Baru.
Komposisi
dan Penyebaran : Sampai dengan pertengahan tahun 1957 penduduk asli Papua
atau masyarakat adat Papua di perkirakan sebanyak 700.000 jiwa, dimana hanya 50
% atau kurang lebih 350.000 jiwa terdaftar. Orang Eropa 16.600 jiwa, Indonesia
13.000 jiwa, dan orang Cina 4000 jiwa.
Kini komposisi tersebut telah jauh berubah menjadi;
Papua Asli, Pendatang (Luar Papua), Eropa,
yang sekarang jumlahnya mencapai 3.144.581 (Papua Dalam Angka, 2013) dengan
luas wilayah 316.553,10 km2, kepadatan kependuduk dipapua sebanyak 9
jiwa per km2. Kepadatan tertinggi
terjadi di Kota
Jayapura, yakni 288 jiwa per km2, diikuti
Kabupaten Jayawijaya (96
jiwa per
km2) dan Kabupaten Mimika (88 jiwa per km2 ). Sedangkan
kepadatan terendah terjadi di
Kabupaten Mamberamo Raya,
yakni kurang dari 1 jiwa per km2.
REALITAS
Nova Guinea (NG-Barat/Papua) mulai berkembang
secara teratur di bidang politik, ekonomi,
sosial, budaya, keamanan
dan ketertiban, setelah
usainya perang Pasifik pada
Perang Dunia II (1939-1945).
Bangsa Belanda mengisolir wilayah ini dari
wilayah Hindia Belanda sejak Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia (1945) sampai
dengan tahun 1962
dengan tujuan:
Mempersiapkan wilayah dan penduduk untuk berpemerintahan sendiri, lepas dari
Belanda, diantara bangsa-bangsa dunia (dasar: Piagam PBB mengenai wilayah yang
belum berpemerintahan sendiri). Karena tujuan telah ditetapkan, maka oleh
Pemerintah Belanda disusun suatu Rencana
Pembangunan Berjangka Sepuluh
Tahun (Tien Jaren Plan),
sejak 1950 di bidang
politik, ekonomi, sosial.,
budaya, infrastruktur, ketertiban, keamanan.
Fase pembangunan selanjutnya ialah Fase Peralihan
Pemerintahan kepada UNTEA (United Nations
Temporary Administrations) dengan menjalankan pemerintahan status quo dari
tanggal 15 Agustus 1962 s/d 1 Mei 1963.
Setelah
1 Mei 1963
NG Barat berganti
nama menjadi Irian
Barat dan dalam pemerintahan diatur oleh DIRIB
(Direktorat Irian Barat, pada Departemen Dalam Negeri). Demikian kehidupan
berjalan terus dan NG-Barat/Irian Barat mengalami masa pembangunan transisi
juga dengan program FUNDWI/Funds United Nations for Development of West Irian,
yang diarahkan untuk infrastruktur (Perhubungan laut, dan darat, kapal,
Radio-komunikasi dan Bus dalam kota) dan Ekonomi Rakyat oleh JDF (Joint
Development Fund dari Negeri Belanda dan UN). Program ini hanya berjalan 5
tahun pertama.
Berdasarkan rencana Pembangunan Jangka Panjang/PJP
- 25 Tahun yang terbagi dalam Pembangunan 5
Tahun atau PELITA, maka
Pemerintah RI menjalankan roda pembangunan mulai tahun 1969
sampai dengan Era Reformasi tahun 1999, jadi kurang lebih 30 tahun, namun memberikan suatu kemajuan
yang belum berarti bagi daerah
dan masyarakatnya. Pada tahun 1988 telah disusun Kerangka Pembangunan Irian
Jaya yang komprehensif, tetapi sayangnya kerangka tersebut tidak pernah dilaksanakan,
dengan demikian situasi
yang digambarkan pada tahun 1988 masih mirip dengan kondisi
saat sekarang.
Kalau dianalogkan pembangunan dengan penyerapan
kebudayaan, maka ironisnya budaya tradisional Papua masih 80% utuh, atau
pengaruh budaya luar terhadap budaya tradisional Papua hampir tidak berarti.
Jika faktanya demikian maka perlu dipertanyakan sistem dan pola perencanaan
pembangunan yang keliru atau
penerapan yang salah?. Atau juga mungkin manusia Papua yang tidak ingin maju?
Juga banyak pertanyaan lain
perlu diajukan dan
dicari pemecahan karena Wilayah Papua dan penduduknya telah memiliki
dan menjalani apa yang disebut:
OTONOMI KHUSUS, yang
menurut pendapat banyak
orang akan menjawab persoalan
politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, dan ketertiban bagi penduduk
tradisional Papua.
Otonomi
Khusus di Jayapura
dalam pelaksanaannya sudah
berlangsung sejak tahun 2001
hingga tahun 2005 ini. Jika keadaan ini terus berlanjut, maka dapat
dipertanyakan lagi, kapankah
hak dan martabat masyarakat tradisional Papua dijadikan acuan pemecahan
masalah pembangunan politik,
ekonomi, sosial, budaya,
ketertiban dan keamanan
di tingkat lokal,
regional, nasional maupun internasional.
Suatu realita politik yang perlu disimak ialah
sejak bangsa-bangsa semenanjung Iberia memberi nama NOVA GUINEA atau nama TERRA
DOS PAPOS dan sepanjang perkembangan sejarah politik dunia sampai dengan Era
Globalisasi ini, di abad ke-21 ini masalah
hak dan martabat
serta jatidiri manusia Papua masih belum terpecahkan oleh
Dunia yang menganggap dirinya beradab. (Maidepa,2005).
(Arius
Kambu, Ekonomi Uncen)