Daerah di seberang lautan tempat matahari pertama
kali terbit, yang dalam catatan resmi ditulis Papua itu, merupakan satu nama
yang tersimpan sejuta makna karena alamnya masih penuh misteri.
Suku bangsa Papua kurang lebih 252 orang yang
penyebarannya meliputi wilayah pesisir pantai, rawa-rawa, lembah dan perbukitan
yang masih hidup dalam jaringan sosial masing-masing.
Orang Asli Papua merupakan petani peramu dan petani
ladang yang hidup dalam tradisi nomaden dan alam adalah ibu bagi mereka. Perjalanan
pembangunan di Papua memiliki ekor panjang karena masah lalu masih merupakan
satu sumber rujukan untuk melihat Papua tahun ini atau beberapa tahun kedepan.
Berbicara Papua melalui berbagai forum diskusi dan
temu konsultasi antar pemerintah pusat dan daerah selalu saja dibahas
pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan dan infrastruktur yang belum
memberikan dampak sebanding dengan besarnya belanja pemerintah daerah.
Berbagai jurus telah dikeluarkan pemerintah daerah
dalam membangun Papua, namun masih ada saja soal yang belum dijawab melalui
program dengan baik atau dengan kata lain pemerintah daerah belum mampu
menjelaskan misi dalam bentuk program kepada orang asli Papua.
Soal yang belum dijawab adalah rendahnya rasa
keindonesiaan orang asli Papua keranana ada rasa ketidak puasan terhadap apa
yang sudah dibuat pemerintah daerah yang merupakan perpanjangan tanggan dari
pemerintah pusat.
Dengan semakin derasnya dana yang masuk tiap tahun ke
pemerintah daerah belum mampu menyelesaikan persoalan pendidikan, kesehatan,
ekonomi kerakyatan dan infrastruktur karena hampir sebagian besar disumpangkan
kekantong korupsi dan belanja konsumsi pemerintah daerah.
Lihat tema kita itu adalah Papua Dan Gratifikasi, atau dengan kata lain Papua Dan Hukum Indonesia, sebelum menyelam lebih dalam ada baiknya
kita luangkan waktu untuk membaca kembali cerita nilai hidup arang asli Papua,
disitu ada tersimpan satu nilai yaitu nilai kekerabatan yang dipelihara secara
turun temurun sampai tahun ini adalah ucapan terima kasih yang tidak cukup
disampaikan lewat kata-kata tetapi harus dalam bentuk benda berwujud atau dalam
bentuk fisik.
Kebiasan memberi ucapan dalam bentuk fisik sudah
melembaga dalam jaringan sosial orang asli Papua dan menjadi kebiasan yang melahirkan
ucapan terima kasih yang tidak sekedar dengan kata-kata saja.
Angin perbaikan tatakelola pemerintahan saat ini,
mulai memberikan ketidak nyamanan bagi orang asli Papua di bidang layanan publik
karena setiap aktifitas yang dilakukan berkaitan dengan belanja publik tidak
diperbolehkan untuk mencari dalam kegiatan-kegiatan tersebut karena ada penjaga
yang diberi nama Gratifikasi.
Dalam perjalanan hidup sehari-hari orang papua sudah
pasti tidak akan pernah lepas dari kegiatan saling berbagi atau saling memberi
karena ada nilai keiklasan yang lahir tanpa paksaan.
Sementara tututan tata kelola pemerintahan yang
akuntabel membuat nilai-nilai hidup orang asli papua berada pada dua pilihan
tetap dilestarikan sebagai warisan generasi mendatang ataukah dihilangkan
karena ada tuntutan pekerjaan saat ini. (@arkam)