KAJIAN PENGELUARAN DAN PENERIMAAN PUBLIK KABUPATEN
KEEROM
TAHUN 2012 (PENGANGGARAN YANG AKUNTABEL DAN
TRANSPARAN)
PENDAHULUAN
Kabupaten Keerom merupakan salah satu kabupaten di
Provinsi Papua yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Papua New Guinea
(PNG). Lima dari tujuh distrik di Kabupaten Keerom berbatasan langsung dengan
negara tetangga PNG, yaitu Distrik Towe, Web, Waris, Arso Timur, dan Senggi. Kabupaten
ini diprioritaskan menjadi daerah transmigrasi, daerah pertanian tanaman pangan
serta perkebunan.
Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Keerom mengalami peningkatan dalam kurun waktu
2006–2010. Sektor pertanian memberikan kontribusi tertinggi dalam pembentukan
nilai PDRB Kabupaten Keerom dalam kurun waktu 2007–2011. Laju pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Keerom selama kurun waktu lima tahun terakhir berfluktuasi
ringan dengan kecenderungan menurun. Setiap tahun pertumbuhan ekonomi rata-rata
mencapai 10,95 persen, namun di tahun 2010-2011 pertumbuhan ekonomi hanya
mencapai 9,73 dan 9,93 persen. Sektor bangunan memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan kontribusi sebesar 36,99 persen. Sedangkan berdasarkan analisis
Location Quetiont (LQ) terdapat lima sektor unggulan. Sektor pertanian, sektor
pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan dan sektor bangunan
merupakan sektor unggulan.
Jumlah penduduk Keerom berfluktuasi untuk kurun
waktu 2006–2010. Penduduk laki-laki lebih banyak dibanding penduduk perempuan
hal ini menyebabkan sex rasio
mengalami peningkatan selama kurun waktu tersebut. Rata–rata pertumbuhan
penduduk Keerom selama lima tahun terakhir sebesar 0,94 persen. Sebagian besar
penduduk Keerom bekerja di sektor pertanian sebesar 69,15 persen. Sedangkan tingkat
pengangguran di Kabupaten Keerom masih tinggi. Kesempatan kerja di Kabupaten
Keerom masih terbuka. Angka Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) rata-rata
73,42 persen dan Angka Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) rata-rata sebesar 95,22
persen.
IPM Kabupaten Keerom dalam kurun waktu 2007–2010
lebih baik dibanding Provinsi Papua. Secara rata-rata IPM Keerom sebesar 68,68
sedangkan IPM Provinsi Papua sebesar 64,33. Kesenjangan antara IPM dan IPG
relatif tinggi dalam kurun waktu 2007–2010. Tingkat kesenjangan IPM dan IPG
menjelaskan akses perempuan ke dalam aktivitas pelayanan pendidikan, kesehatan,
dan kegiatan ekonomi. Secara rata-rata kesenjangan IPM dan IPG mencapai 4,18. Selain
itu angka Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Kabupaten Keerom meningkat selama
empat tahun.
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
Kapasitas pengelolaan keuangan daerah Kabupaten
Keerom kurang maksimal. Rata-rata pencapaian kapasitas pengelolaan keuangan
daerah hanya sebesar 36,4 persen dari total indikator pencapaian. Hal ini
memperlihatkan bahwa kemampuan Pemerintah Kabupaten Keerom dalam mengelola
keuangan daerah masih berada di bawah rata-rata (50 persen). Bidang pengadaan
barang dan jasa pemerintah daerah mencapai 55 persen, hal ini menjelaskan bahwa
pengadaan barang dan jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah sudah
termasuk “good/fairly acceptable”. Nilai capaian indikator PFM yang terkecil
adalah bidang audit dan pengawasan eksternal yang hanya mencapai 20 persen.
PENDAPATAN DAERAH
Tren realisasi pendapatan berfluktuatif. Tren
realisasi pendapatan cenderung lebih kecil dari anggaran kecuali di tahun 2007
yang tingkat realisasinya lebih besar dari anggaran. Pendapatan perkapita
tertinggi pada tahun 2011 sebesar Rp11,94 juta dan
terendah tahun 2007 sebesar Rp9,58 juta.
Pendapatan daerah masih
didominasi oleh pendapatan transfer atau dana perimbangan dari pusat.
Pendapatan transfer masih sangat dominan dengan rata-rata prosentase sebesar
80,69 persen bagi Kabupaten Keerom. Sedangkan rata-rata PAD hanya sebesar 1,57
persen, sisanya sebesar 17,74 persen merupakan lain-lain pendapatan daerah yang
sah.
Efektifitas penerimaan PAD belum dioptimalkan dan
kontribusinya terhadap pendapatan daerah relatif sangat kecil yang hanya
mencapai 1,57 persen dari total PAD. Efektifitas penerimaan pendapatan daerah
sudah lebih baik dari Provinsi dengan rata rata mencapai 101,21 persen
dibandingkan dengan Provinsi Papua yang hanya 100,70 persen.
BELANJA DAERAH
Porsi belanja sudah lebih baik karena belanja
langsung lebih besar dari belanja tidak langsung selain juga itu rata-rata
pertumbuhan untuk belanja langsung lebih besar dari rata-rata pertumbuhan
belanja tidak langsung. Rata-rata kenaikan belanja modal menduduki urutan
pertama disusul barang dan jasa pada urutan kedua dan belanja gaji pada urutan ketiga.
Belanja sektor pendidikan rata-rata baru mencapai
16,90 persen belum sesuai dengan amanat undang-undang sebesar 20 persen. Selain
itu, belanja sektor kesehatan rata-rata baru mencapai 8,04 persen. Sedangkan
belanja sektor pemerintahan umum merupakan yang paling besar dengan rata-rata
sebesar 37,41 persen.
SEKTOR-SEKTOR
STRATEGIS
Sektor
Pendidikan
Target dan realisasi belanja sektor pendidikan
menunjukkan tren positif yang terus meningkat selama lima tahun anggaran. Hal
serupa juga berlaku untuk belanja tidak langsung maupun langsung menunjukkan
peningkatan yang signifikan. Selain itu sepanjang tahun 2007-2011 alokasi
terkecil diperuntukan untuk belanja pegawai dan rata-rata belanja perkapita
pendidikan tidak mengalami pertumbuhan.
Jumlah belanja langsung yang besar berdampak pada
kinerja di sektor pendidikan, seperti jumlah murid, guru, maupun gedung sekolah
berfluktuasi dengan tren yang terus meningkat. Angka Partisipasi Sekolah dan
Angka Partisipasi Murni di tiap jejang cenderung meningkat sepanjang tahun.
Sektor
Kesehatan
Rencana dan perubahan anggaran belanja di sektor
kesehatan cenderung meningkat sepanjang lima tahun pengamatan. Target dan
Realisasi belanja sektor kesehatan menunjukkan pertumbuhan positif yang
meningkat selama lima tahun. Selain itu berdasarkan klasifikasi ekonomi
anggaran belanja kesehatan, belanja langsung menunjukkan peningkatan yang
signifikan pada tahun 2011, dan juga anggaran belanja tidak langsung juga
menunjukkan peningkatan setiap tahun. Belanja di bidang kesehatan selama lima
tahun didominasi oleh belanja barang dan jasa.
Tenaga medis serta sarana dan prasarana penunjang kesehatan
juga belum maksimal. Meskipun demikian beberapa rasio kesehatan menunjukkan
peningkatan selama tahun pengamatan. Angka kematian bayi per 1.000 kelahiran
sangat bervariatif, prosentase persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan
juga mengalami peningkatan kurun waktu pengamatan. Angka persentase persalinan
oleh tenaga medis memiliki hubungan yang signifikan dengan angka kematian ibu
di Kabupaten Keerom. Selain itu juga dari beberapa jenis penyakit, penyakit
ISPA menduduki peringkat teratas dalam sepuluh besar pengakit yang diderita
masyarakat di Keerom.
Sektor Pekerjaan Umum–Infrastruktur
Penyerapan anggaran masih kurang hal ini terlihat
dari rata-rata anggaran yang tidak terserap sebesar Rp36,55 milyar. Meskipun
tingkat realisasi anggaran yang cukup kecil, namun terdapat penambahan panjang
jalan yang rata-rata bertambah sebesar 18,163 km per tahun. Kualitas kondisi
jalan yang ada sebagian besar masih bagus.
Belanja langsung setiap tahun cenderung meningkat.
Belanja modal rata-rata 89,60 persen selama lima tahun dan merupakan proporsi
belanja yang paling besar. Dengan melihat proporsi tersebut bisa dikatakan
pemerintah Kabupaten Keerom telah mengalokasikan anggaran untuk membangun
infrastruktur jalan yang memang kelihatan meningkat setiap tahun.
Sektor Pertanian
Realisasi belanja sektor pertanian masih cenderung
kecil dan tidak maksimal. Selain itu belanja langsung sektor pertanian lebih
besar dari belanja tidak langsungnya. Selama lima tahun belanja langsung lebih
banyak diarahkan untuk belanja barang dan jasa disusul belanja pegawai dan yang
terkecil adalah belanja modal.
Luas panen kakao cenderung meningkat namun produksi
cenderung menurun. Selain tanaman kakao terdapat beberapa tanaman pangan yang
menjadi andalan Kabupaten Keerom antara lain padi, jagung, ubi-ubian dan
kacang-kacangan. Luas panen masing-masing tanaman pangan berhubungan positif
terhadap nilai produksinya. Produktifitas tanaman kacang-kacangan lebih tinggi
dibandingkan tanaman pangan lainnya.
DANA OTONOMI KHUSUS (OTSUS)
Pencairan dana Otsus dari tingkat provinsi ke
kabupaten selalu terlambat. Keterlambatan pencairan tersebut biasanya
diakibatkan oleh proses administrasi yang mengalami masalah, terutama
menyangkut pertanggungjawaban atas penggunaan dana Otsus. Penundaan ini
dilakukan terkait dengan adanya evaluasi terhadap realisasi penggunaan dana
tahap-tahap sebelumnya. Hal ini terjadi di karenakan sumber daya manusia yang
mengolah dana tersebut sangat terbatas dan walaupun ada kurang berkompeten,
keterlambatan pencairan juga tidak terlepas dari efek penundaan pencairan dana
Otsus tahap sebelumnya yang memiliki efek domino.
Transparansi penggunaan dana Otsus sangat rendah.
Rendahnya akuntabilitas dalam pelaporan penggunaan dana Otsus menggambarkan
rendahnya keinginan Kabupaten Keerom untuk penerapan transparansi pelaporan
keuangan. Tidak adanya transparansi penggunaan dana Otsus akan menimbulkan
dampak negatif yang sangat luas dan dapat merugikan masyarakat. Dampak negatif
tersebut antara lain dapat menimbulkan ketidaktepatan dalam alokasi sumber
daya, memunculkan ketidakadilan bagi masyarakat, penyalahgunaan wewenang dan
kekuasaan.
ISU-ISU STRATEGIS
Kemiskinan
Kondisi masyarakat pada kelima distrik tersebut
masih tertinggal, hidup dalam kemiskinan akibat dari tingkat aksesibilitas yang
rendah terhadap fasilitas publik yang disediakan oleh pemerintah daerah. Namun,
Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Keerom mengalami penurunan antara tahun
2007-2009. Kondisi tersebut disebabkan karena pemerintah daerah sejak
berdirinya telah berupaya untuk menurunkan angka kemiskinan masyarakat, melalui
penyaluran dana bantuan kepada masyarakat miskin sebessar Rp100 juta dan pada
perioda pemerintahan yang baru (2011-2016), jumlah dana dinaikkan menjadi Rp1
milyar untuk masing-masing kampung di wilayah Kabupaten Keerom.
Gender
Salah satu kebiasaan yang berkembang dalam
masyarakat Keerom yakni budaya kawin tukar, yang menyebabkan anak-anak
perempuan dalam keluarga harus mau dinikahkan. Padahal secara psikologis mereka
belum siap untuk menikah, dan masih ada hal lain yang memang butuh pendekatan
lebih dalam antara lembaga dan masyarakat.
Laki-laki lebih diprioritaskan dalam keluarga
dibanding perempuan untuk hal-hal seperti mengikuti pendidikan, kesempatan
memperoleh pekerjaan dan pemenuhan kebutuhan hidup lainnya.
HIV/AIDS
Berdasarkan laporan Hak Asasi Manusia di Papua
tahun 2010/2011 yang dirilis
oleh Asian Human Rights Commission diketahui bahwa masih berlakunya tradisi feodal di Papua, seperti alkoholisme dan sex bebas memiliki
kontribusi atas penyebaran infeksi HIV/AIDS di Papua termasuk Kabupaten Keerom.
Hasil penelitian dari sebuah LSM peduli HIV/AIDS
menyatakan bahwa penyakit yang mematikan ini justru menular lebih banyak di wilayah
perkampungan yang terisolasi dan terpencil bukan pada wilayah perkotaan. Mereka
melakukan hubungan seks bebas dengan pasangan yang berganti-ganti tanpa
mengetahui sedikitpun resiko dari tindakan tersebut.
Di Kabupaten Keerom sepanjang 2011 ditemukan
sebanyak 34 kasus HIV/AIDS. Dari jumlah itu, 4 masih dalam tergolong HIV
sedangkan 30 lainnya sudah dalam kondisi AIDS. Data Dinas Kesehatan Kabupaten
Keerom menunjukkan jumlah kasus paling tinggi ada di Arso, yakni 14 kasus,
disusul Arso Timur 10, Skanto 6, dan Senggi 4. Belum ditemukan kasus untuk tiga
distrik lainnya yaitu Web, Waris, dan Towe. Dari 34 kasus tersebut juga
diketahui 20 terdeteksi pada laki-laki dan 14 lainnya adalah perempuan. Paling
banyak ada pada kelompok umur 20-29 tahun, yaitu sebanyak 20 kasus.
(Anthonius H. Citra Wijaya & Charley M. Bisai, Peneliti Pusat KEUDA
Uncen)