Thursday, July 10, 2014

PEMANFAATAN DANA OTONOMI KHUSUS



KAJIAN EFEKTIVITAS  PEMANFAATAN DANA OTONOMI KHUSUS  DI KABUPATEN MERAUKE
(Studi Pada Bidang Pendidikan dan Kesehatan)


A. PENDAHULUAN
Seiring dengan pemberlakuan status Otonomi Khusus, Papua menerima alokasi dana khusus yang diperuntukan untuk membiayai percepatan pembangunan di Papua. Pemberlakuan Otonomi Khusus di Papua diatur dengan UU/21/2002 tentang Pemerintahan Otsus Papua. Dalam konsiderans undang-undang tersebut disebutkan bahwa pemberian status Otonomi Khusus ini selain didasarkan pada pengakuan akan karakter khas budaya lokal orang asli papua, juga mempertimbangkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Papua belum dapat sepenuhnya mewujudkan kesejahteraan rakyat, keadilan serta pemenuhan dan perlindungan hak asasi manausia.
Komposisi dana otsus Kabupaten Merauke tahun 2008 sampai 2012, dijelaskan bahwa alokasi otsus setiap tahunnya senantiasa ada alokasi untuk bidang urusan wajib dan untuk bidang urusan pilihan. Urusan wajib seperti : pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum setiap tahun ada alokasinya dari dana otsus. Dana Otsus yang dialokasikan untuk belanja  sektor pendidikan belum memenuhi amanat dari UU/21/2001, sedangkan untuk sektor kesehatan telah memenuhi, dengan kecenderungan yang semakin meningkat dan membaik. Adapun alokasi belanja untuk bidang infrastruktur, ekonomi, dan lain lain yang bersumber dari dana otsus cenderung berfluktuatif sepanjang tahun 2008 sampai 2012. Dalam data OTSUS yang paling besar adalah infrastruktur yang mendapat porsi 30% per tahun.


B. KONDISI SOSIAL EKONOMI
Laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Merauke cenderung melambat dan berada dibawah rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua.  Pertumbuhan ekonomi Merauke juga terlihat lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi Papua, setiap tahunya terlihat deviasi sekitar 3,44% lebih rendah. Kontribusi sektor pertanian cenderung menurun, secara rata-rata selama tahun 2007-2011 struktur perekonomian masih didominasi oleh sektor pertanian yang dapat menyumbang secara keseluruhan terhadap perekonomian wilayah rata-rata 47,09% per tahun. Adapun sektor pertanian yang paling besar kontribusinya adalah sektor perikanan (26,69%) dan sektor tanaman bahan makanan (11,77%). Sektor perikanan, peternakan, pertambangan dan penggalian, serta listrik, gas dan air bersih merupakan sektor-sektor basis yang menjadi unggulan Kabupaten Merauke.  Kualitas pembangunan manusia di Kabupaten Merauke tampak lebih baik bila dibandingkan Provinsi Papua secara keseluruhan. Meskipun selalu kelihatan lebih tinggi dibandingkan Papua, akan tetapi gap IPM antara Kabupaten Merauke dengan Provinsi Papua semakin lama semakin berkurang setiap tahunnya. Selain itu kualitas pembangunan kesehatan serta ekonomi masyarakat di Kabupaten Merauke ternyata masih lebih rendah dibandingkan Provinsi Papua. Disamping itu juga terindikasi bahwa Angka Harapan Hidup dan Rata-rata Pengeluaran Riil di Kabupaten Merauke masih jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata Papua, yang mencerminkan kualitas pembangunan kesehatan dan ekonomi rumah tangga di Kabupaten Merauke dibawah beberapa daerah lainnya di Papua.

Pada peta kemiskinan Provinsi Papua, Merauke merupakan kabupaten yang paling rendah memiliki jumlah penduduk miskin, bahkan tingkat kemiskinannya terbilang rendah di Indonesia. Pendapatan per kapita di Kabupaten Merauke melaju dengan cukup pesat, namun hal itu tidak diimbangi dengan perbaikan distribusi pendapatan, sehingga pembangunan yang dihasilkan dapat dikatakan kurang berkualitas.

C. PERKEMBANGAN PENERIMAAN DANA OTSUS
Berdasarkan komposisi dana otsus, dijelaskan bahwa  urusan wajib seperti; pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, perencanaan pembangunan, dan tanaman pangan, setiap tahun ada alokasinya dari dana otsus. Dana Otsus yang dialokasikan untuk belanja sektor pendidikan belum memenuhi amanat dari Undang-Undang Otsus, sedangkan untuk sektor kesehatan telah memenuhi, dengan kecenderungan yang semakin meningkat dan membaik.
Dana Otsus untuk bidang urusan sektor pendidikan, terus mengalami peningkatan. Namun, belum sesuai dengan amanat UU Otsus tentang Peruntukkan dana Otsus bagi sektor pendidikan yakni sekurang-kurangnya 30 persen dari dana otsus yang diterima daerah, alokasi dana Otsus dalam 5 (lima) tahun terakhir mencapai paling tinggi 29,55 persen. Hal ini, menunjukkan pemerintah kabupaten Merauke belum konsisten untuk meningkatkan kualitas pendidikan. 
Dana otsus sektor kesehatan, untuk bidang kesehatan prosentasenya senantiasa lebih besar dari pada rumah sakit. Untuk bidang kesehatan, dalam dua tahun terakhir alokasinya menurun. Walaupun, secara keseluruhan jumlah dana otsus di kabupaten Merauke mengalami peningkatan. Artinya, ada perubahan komposisi untuk bidang kesehatan di tahun 2011 dan 2012. Alokasi untuk rumah sakit, jumlahnya tetap dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 yakni sebesar 3 milyar, namun prosentasenya meningkat dari 26,6 persen di tahun 2009 menjadi 37,5 persen di tahun 2012. Hal ini desebabkan karena jumlah alokasi dana otsus Kabupaten Merauke terus bertambah.

D. ISSU-ISSU UTAMA
1.     BIDANG PENDIDIKAN
Salah satu aspek penting dalam pembangunan, pendidikan membutuhkan perhatian yang lebih. Di tahun  2012  ini  ada  sebanyak 60 Taman Kanak-kanak (TK), 205 Sekolah Dasar (SD), 59 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama  (SLTP) dan 20 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) serta 13 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Merauke. Sehingga secara keseluruhan ada sebanyak  327 fasilitas pendidikan di  Kabupaten Merauke.
Rasio Pendidikan. Pencapaian pembangunan pendidikan memang belum sepenuhnya memenuhi harapan. Banyak permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan pendidikan, teruma berkaitan dengan perluasan akses dan pemerataan pada pendidikan formal. Menurut data kajian pengeluaran dan penerimaan publik untuk kinerja keluaran sektor pendidikan menyebutkan bahwa rasio murid terhadap sekolah relatif konstan baik untuk tingkat SD, SMP maupun tingkat SMA/SMK, sementara rasio guru terhadap murid untuk semua jenjang pendidikan belum ideal, namun mengarah pada perbaikan. Gamabaran rasio pendidikan menjelaskan rata-rata rasio murid terhadap sekolah per tahun untuk tingkat SD adalah 163 murid per sekolah, SMP sebesar 214 murid per sekolah, dan SMA/SMK sebesar 234 murid per sekolah.  Sedangkan rata-rata per tahun rasio guru-murid SD adalah 25 murid per guru, SMP sebesar 17 murid per guru, dan SMA/SMK sebesar 15 murid per guru Seluruh angka rasio ini masih di atas ideal, sehingga diperlukan penambahan guru pada semua jenjang pendidikan untuk mencapai rasio yang ideal.
Daya Serap Sekolah Cenderung Rendah. Sepanjang tahun 2007-2011, APS untuk umur 7-12 tahun sebesar 94,46 per tahun. Sedangkan pada umur 13-15 tahun sebesar 90,40 per tahun. Dan untuk umur 16-18 rata-rata 63,86 per tahun. Terlihat bahwa semakin tinggi kelompok umur pendidikan semakin rendah APS. Hal ini mengindikasikan bahwa penduduk y ang berusia sekolah di Kabupaten Merauke memiliki kesempatan yang rendah untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Penduduk usia sekolah lebih banyak terlihat pada jenjang pendidikan SD, akan tetapi dengan kecenderungan yang menurun. Kondisi ini dapat diamati dari perkembangan APK SD yang menurun dari tahun 2007 sebesar 115,86 menjadi 97,15 di tahun 2011, yang mengindikasikan hanya sebagian dari anak usia SD (7-12 tahun) yang sedang bersekolah pada jenjang pendidikan SD tersebut. Fenomena yang sama juga terlihat pada APK pendidikan SMP dan SMA yang cenderung menurun.
 Akses masyarakat terhadap fasilitas pendidikan selama ini dapat dikatakan tidak merata. Indikatornya terlihat pada perkembangan rasio APM (Angka Partisipasi Murni) untuk semua jenjang pendidikan yang masih di bawah angka 100. Untuk APM SD misalnya, selama tahun 2007-2011 rata-rata sebesar 94,75 per tahun, kemudian SMP sebesar 60,72 dan SMA sebesar 46.91 per tahun untuk periode yang sama.
Berbicara tentang pendidikan, masih menjadi masalah besar dan diibaratkan sebagai bencana. “Karena banyak sekolah, terutama di kampung-kampung lokal, kegiatan belajar mengajar tak jalan sama sekali, hal ini dikarenakan adanya program kompetensi yang merupakan aturan dari tingkat pusat, hampir semua guru berbondong-bondong meninggalkan tempat tugas untuk melanjutkan kuliah di kota,”

2.     BIDANG KESEHATAN
Kita tidak bisa pungkiri bahwa standar pelayanan kesehatan di Papua lebih rendah bila dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia, hal ini tercermin dengan masih tingginya angka kematian mencapai 64,21 per 1000 KLH, angka kematian Ibu Karena Melahirkan 396 Per 100.000 Kelahiran, angka kematian Bayi dan Balita mencerminkan bahwa lingkungan dan Perilaku kita  masih buruk, sedangkan Kematian Ibu karena Melahirkan mencerminkan Tingkat pelayanan kesehatan. Kondisi kesehatan masyarakat diperburuk lagi dengan adanya disparitas yang masih cukup lebar antar wilayah, tingkat sosial, ekonomi, budaya  dan  gender. Selain itu masalah kesehatan masyarakat berkaitan dengan berbagai penyakit infeksi akibat lingkungan fisik dan perilaku yang tidak sehat. Kondisi ini tercermin dengan tingginya penyakit malaria, Ispa dan Diare. Disamping itu infeksi virus HIV dari waktu kewaktu justru semakin meningkat. Masyarakat diperhadapkan pula dengan meningkatnya penyakit-penyakit tidak menular seperti stroke, hypertensi, diabetes militus, jantung koroner  yang tak lain disebabkan karena gaya hidup yang salah. Kegiatan pembangunan kesehatan yang dilaksanakan pada dasarnya berupaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di daerah melalui berbagai program dan kegiatan pelayanan kesehatan yang harus menjangkau masyarakat di 20 distrik setiap saat jika dibutuhkan. Tujuannya adalah untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi, menurunya angka prevalensi gizi buruk dan meningkatnya mutu harapan hidup masyarakat Merauke. Merauke sehat seharusnya dimulai dari kampung sehingga tercipta distrik sehat kemudian kabupaten sehat dan akhirnya Papua sehat.  Untuk mengetahui status kesehatan masyarakat dan sejauhmana keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan, maka perlu dilihat kinerja keluaran sektor kesehatan.
Rasio dokter dan rasio puskesmas terhadap jumlah penduduk masih belum ideal, akan tetapi rasio bidan terhadap penduduk sudah sangat ideal. Rata-rata rasio penduduk per dokter mencapai 2.808 (idealnya 2.500 per dokter), untuk puskesmas rasionya sekitar 71.562 penduduk per puskesmas (idealnya 20.000 per puskesmas), dan rasio bidan mencapai 521 penduduk per bidan (idealnya 1.000 per bidan). Kekurangan tenaga dokter dan puskesmas menyebabkan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah kabupaten selama ini menjadi tidak merata penyebarannya.
Merauke berhasil menekan AKI karena kesadaran ibu untuk melahirkan ditolong tenaga medis selama ini cukup tinggi dan terus meningkat. Setiap tahunnya AKI dapat diturunkan rata-rata -27,67%, dimana pada tahun 2011 pemerintah kabupaten mampu menekan AKI hingga menjadi 118 per 100.000 kelahiran. Faktor kesadaran ibu melahirkan ditolong tenaga kesehatan merupakan salah satu pemicu keberhasilan pemerintah untuk menekan AKI, dimana 73,87% per tahun dari total ibu yang melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan.
Persoalan kesehatan di Merauke ini semakin menancap manakala pemerintah daerah dan para wakil rakyat di Merauke seakan tidak terkesan dan tidak dengan serius memikirkan strategi penanganan permasalahan kesehatan di daerah ini. Tengok saja untuk mempertahankan pencapaian penurunan AkI lima tahun mendatang membutuhkan strategi yang baik, dimana pemerintah perlu membuat kebijakan pemberian insentif kesehatan untuk tenaga medis yang harus berjuang keras demi melayani masyarakat asli Papua khususnya masyarakat Marind yang ada di kampung-kampung.  
Penelitian Pusat KEUDA Uncen berkait dengan bidang peningkatan kapasitas sumber daya aparatur kesehatan memberikan gambaran meliputi tiga kegiatan yaitu : pemberian beasiswa, perbaikan gizi dan upaya kesehatan yang bersumber dari dana Otsus bagi orang asli marind dapat dijelaskan sebagai berikut.

E. EFEKTIVITAS PENGELOLAAN BIDANG PENDIDIKAN
1.     Akses Pendidikan
Dalam rangka memperluas akses pendidikan telah dilakukan berbagai upaya untuk terus meningkatkan partisipasi pendidikan sekaligus menurunkan kesenjangan taraf pendidikan antara kelompok masyarakat asli Papua dalam hal ini masyarakat asli Marind dengan masyarakat non papua antara lain penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dengan memberikan perhatian dinas pendidikan Merauke lebih pada kampung-kampung lokal. Namun meningkatkan partisipasi pendidikan masih di hadapkan pada beberapa masalah seperti masih banyaknya anak-anak usia sekolah terutama dari kelompok-kelompok marind tidak dapat memperoleh pelayanan pendidikan karena mahalnya biaya pendidikan bagi mereka. Untuk itu mulai tahun 2012 telah disediakan bantuan operasional asrama untuk seluruh satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar yang dimaksudkan untu dapat membebaskan anak-anak terutama yang berasal dari kampung-kampun lokal.  Selain itu, penyediaan pendidikan berpola asrama dimaksudkan untuk memberikan kemudahan akses bagi anak-anak usia sekolah dalam memperoleh layanan pendidikan.
2.     Mutu Pendidikan
Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, terus pula dilakukan peningkatan jumlah dan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan termasuk penyediaan guru bantu atau kontrak. Guru sebagai komponen kunci selalu mendapatan perhatian serius Dinas Pendidikan dengan memberikan bantuan beasiswa studi lanjut strata satu (S-1) dan Strata Dua S-2 (lihat RD TA 2012) sebagai komponen terpenting dan startegis dalam proses belajar mengajar cenderung di perhatikan Dinas Pendidikan.
Sementara itu, kualitas pendidikan juga masih rendah dan belum mampu memenuhi keperluan peserta didik dan pembangunan, yang terutama disebabkan oleh (1) kurang dan belum meratanya pendidik dan tenaga kependidikan, baik secara kuantitas maupun kualitas; (2) belum memadainya ketersediaan fasilitas belajar terutama buku pelajaran dan prasarana penunjang termasuk peralatan peraga pendidikan; (3) belum berjalannya sistem kendali mutu dan jaminan kualitas pendidikan, dan (4) belum tersedianya biaya operasional yang diperlukan untuk pelaksanaan proses belajar mengajar secara bermutu.
Sistem kendali mutu dan jaminan kualitas pendidikan belum berjalan dengan baik antara lain disebabkan oleh belum adanya standar pelayanan pendidikan dari sisi input, proses dan outputnya. Di samping itu, sistem evaluasi mutu pendidikan juga dinilai belum sempurna.

3.     Tatakelola
Hasil kajian Otonomi Khusus Papua, digunakan untuk membuat sebuah simpulan tata kelola pendidikan dan membuat rapot bagi Dinas Pendidikan. Temuan utama menegaskan bahwa tata kelola pendidikan penting untuk hasil pendidikan. Hasil analisis data primer dan sekunder menunjukkan hubungan yang kurang positif tatakelola belanja pendidikan yang dimasukan Dinas Pendidikan untuk Program/kegiatan TA 2012. Selain sedikitnya contoh mengenai pemikiran segar dan kreatif tentang bagaimana meningkatkan pelayanan pendidikan, sistem birokrasi pemerintah daerah yang ada jelas menghambat inovasi dan reformasi dan tidak memberikan insentif bagi prestasi dan juga tidak menopang terwujudnya transparansi dan akuntabilitas.

E. EFEKTIVITAS PENGELOLAAN BIDANG KESEHATAN
1.     Derajat Kesehatan
Derajat kesehatan masyarakat yang optimal adalah tingkat kondisi kesehatan yang tinggi dan mungkin dicapai pada suatu saat yang sesuai dengan kondisi dan situasi serta kemampuan yang nyata dari setiap orang atau masyarakat dan harus selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus.
Hasil kajian Otonomi Khusus Merauke, digunakan untuk membuat rapot bagi Dinas Kesehatan. Temuan utama menegaskan bahwa derajat kesehatan penting untuk generasi emas Merauke. Hasil analisis data primer dan sekunder menunjukkan kegiatan pembangunan kesehatan yang dilaksanakan Dinas Kesehatan pada dasarnya berupaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui berbagai program dan kegiatan pelayanan kesehatan yang dimasuka Dinas Kesehatan untuk program/kegiatan TA 2012. Tujuannya adalah menurunkan angka kematian ibu dan bayi, menunkan angka prevalensi gizi buruk dan meningkatnya umur harapan hidup masyarakat Merauke.
2.     Upaya Kesehatan
Dengan menyadari pentingnya penanganan yang berkelanjutan terhadap masalah kesehatan masyarakat, Pemerintah diharapkan berkomitmen menyelenggarakan layanan dan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat Marind melalui program upaya kesehatan perseorangan dan kesehatan masyarakat.
Hasil kajian Otonomi Khusus Merauke, Temuan utama menegaskan bahwa kondisi kesehatan masyarakat di Merauke yang masih memprihatinkan ditunjukkan dengan masalah gizi pada ibu hamil, bayi dan balita juga masih memerlukan perhatian. Kasus kekurangan gizi pada balita itu masih terus terjadi sampai tahun 2012. Masih tingginya kekurangan gizi pada balita disebabkan oleh, antara lain, kurangnya asupan gizi, kurang memadainya pola asuh, pengetahuan masyarakat, perilaku masyarakat dalam perbaikan gizi dan pemantauan pertumbuhan di posyandu kurang optimal. Secara makro kekurangan gizi disebabkan oleh faktor penurunan daya beli, akses layanan kesehatan dan faktor sosial budaya.
Hasil analisis data primer dan sekunder menunjukkan kegiatan pembangunan kesehatan yang dilaksanakan dinas Kesehatan dalam RD TA 2012 pada dasarnya berupaya memperbaiki gizi masyarakat melalui berbagai kegiatan pelayanan kesehatan. Tujuanya adalah menurunkan angka prevalensi gizi buruk.
Akses Terhadap Layanan Kesehatan. Walaupun Dinas Kesehatan terus melakukan peningkatan fasilitas layanan kesehatan terutama pada fasilitas puskesmas, pustu dan pusling, saat ini dirasakan masih kekurangan baik jumlah, kualitas, pemerataan maupun keterjangkauannya, terutama pada daerah kampung-kampung lokal yang susah akses dan kepulauan.

3.     Sumber daya dan Dana
Persentase anggaran dalam RD Dinas Kesehatan yang bersumber dari dana Otonomi Khusus Tahun Anggaran 2012 yang dialokasikan adalah Rp. 5.535.200.000,- atau sebesar 9,06 persen dari anggaran kesehatan ini dirasakan masih belum mencukupi untuk melakukan berbagai program/kegiatan yang direncanakan sesuai RENSTRA Dinas Kesehatan.



F. PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN MERAUKE
Otonomi khusus mencakup sejumlah hal terutama : pertama, pengaturan kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah di Provinsi Papua yang dilakukan dengan kekhususan; kedua, pengakuan dan penghormatan hak-hak dasar OAP serta pemberdayaan secara strategis dan mendasar; dan ketiga, mewujudkan pemerintahan yang baik bericikan : (a) partisipasi sebesarbesarnya dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan melalui keikutsertaan para wakil adat, agama, dan kaum perempuan; (b) pelaksanaan pembangunan yang diarahkan sebesar-besarnya untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk asli Papua khususnya dan penduduk Provinsi Papua pada umumnya dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, pembangunan berkelanjutan, berkeadilan, dan bermanfaat langsung bagi masyarakat; kemudian (c) penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang transparan dan bertanggung jawab kepada masyarakat. keempat,  pembagian wewenang, tugas, dan tanggung jawab yang tegas dan jelas antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta Majelis Rakyat Papua sebagai representasi kultural penduduk asli Papua yang diberikan kewenangan tertentu. Sedangkan sepanjang 2002 sampai 2012, Provinsi Papua menerima  Rp 28,445 triliun dana Otsus.
PARTISIPASI. Penerapan sistem pemerintahan yang terdesentralisasi memberikan kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Masyarakat mendapatkan kembali kesetaraan politik dalam menjalankan roda pemerintahannya. Desentralisasi politik bertujuan untuk memberikan lebih banyak kesempatan dan kekuasaan kepada para warga negara di dalam pengambilan keputusan publik. Desentralisasi politik ini identik dengan demokratisasi, yaitu dengan asumsi bahwa semakin besar partisipasi publik dalam pengambilan keputusan, maka hasilnya akan lebih relevan dengan kebutuhan publik, bahkan dukungan publik terhadap keputusan yang diambil akan semakin kuat.
Hasil analisis secara keseluruhan fokus pengelolaan dana otonomi khusus untuk Transparansi pada Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan dalam penyusunan perencanaan, dan penganggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring dalam melibatkan masyarakat, maka hasil analisis pencapaiannya rata-rata sebesar 0,2080 atau 20 persen dengan predikat nilai “D”, maka dapat dikatakan belum efektif. Hasil survei responden individu bukan pegawai untuk Transparansi dalam perencanaan, pengawasan dan monitoring sampai dengan tahapan tindak lanjut SKPD memberikan informasi kepada masyarakat, namun tidak memberikan informasi berapa besar alokasi dana Otsus yang dikelola dan untuk membiayai apa saja. Hal ini disebabkan karena informasi tentang dana Otsus hanya diketahui level pimpinan (Kepala SKPD, Kabid dan Kasie) demikian hal menyusun program dan kegiatan tidak memberikan informasi kegiatan apa saja yang dapat dibiayai dari dana otsus, sehingga pihak sekolah dan puskesmas tidak mengetahui kegiatan apa saja yang dapat diusulkan untuk memperoleh alokasi dana otsus. skor capaian partisipasi dan Gambara 5.10. web analisis capaian skor partsipasi Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan di Kabupaten Merauke dalam aspek pengelolaan dana otonomi khusus untuk partsisipasi, pendapat responden umum bukan pegawai tentang fokus pengelolaan perencanaan sebesar 0,3900 atau 39 persen dengan predikat nilai “D”, maka dikatakan belum efektif. Dalam aspek pengelolaan dana otonomi khusus untuk partisipasi pendapatan responden tentang fokus penganggaran sebesar 0,5800 atau 58 persen dengan predikat nilai “D”, maka dikatakan belum efektif. sementara fokus pelaksanaan anggaran sebesar 0,0800 atau 08 persen dengan predikat nilai “E”, maka dikatakan sangat tidak efektif, sedangkan fokus pengawasan dan monitoring sebesar 0,3700 atau 37 persen dengan predikat nilai “D”, maka dikatakan belum efektif sedangkan fokus pada tindak lanjut sebesar 0,3700 atau 37 persen dengan predikat nilai “D”, maka dikatakan belum efektif. 
Hasil analisis secara keseluruhan fokus pengelolaan dana otonomi khusus untuk Partisipasi pada Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan dalam penyusunan perencanaan, dan penganggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring dalam melibatkan masyarakat, maka hasil analisis pencapaiannya rata-rata sebesar 0,3580 atau 35 persen dengan predikat nilai “D”, maka dapat dikatakan belum efektif. Hasil survei responden individu bukan pegawai untuk aspek partisipasi dalam pengelolaan dana otonomi khusus ternyata belum efektif, hal ini disebabkan karena lembaga (pihak sekolah, pihak asrama, pihak puskesmas) tidak terlibat langsung dalam perencanaan anggaran untuk pembangunan atau renovasi gedung atau ruang baik di sekolah, puskesmas maupun pemberian insentif yang bersumber dari dana otonomi khusus.   
TRANSPARANSI. Transparasi penggunaan dana otonomi khusus sangat rendah. Rendahnya akuntabilitas dalam pelaporan penggunaan dana otonomi khusus menggambarkan rendahnya keinginan pemerintah daerah untuk penerapan transparansi pelaporan kuangan. Tidak adanya transparansi penggunaan dana otonomi khusus akan menimbulkan dampak yang kurang sedap yang sangat luas dan dapat merugikan masyarakat. Dapak negatif tersebut antara lain dapat menimbulkan ketidaktepatan dalam alokasi sumber daya seperti manusia, memunculkan ketidakadilan bagi masyarakat, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan. Oleh karena itu perlu pembenahan sistem pengelolaan dana Otsus mulai dari perencanaan sampai dengan tindak lanjut atas temuan pengelolaan. Dalam hal birokrasi maupun administrasi penggunaan dana Otsus perlu dievaluasi dan diperbaiki agar kinerja pengelolaan dana Otsus semakin baik dan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam perencanaan sampai pertanggungjawaban.
Hasil analisis secara keseluruhan fokus pengelolaan dana otonomi khusus untuk Transparansi pada Dinas Pendidikan dan Kesehatan dalam penyusunan perencanaan, dan penganggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring dalam melibatkan masyarakat, maka hasil analisis pencapaiannya rata-rata sebesar 0,2080 atau 20 persen dengan predikat nilai “D”, maka dapat dikatakan belum efektif. Hasil survei responden individu bukan pegawai untuk Transparansi dalam perencanaan, pengawasan dan monitoring sampai dengan tahapan tindak lanjut SKPD memberikan informasi kepada masyarakat, namun tidak memberikan informasi berapa besar alokasi dana Otsus yang dikelola dan untuk membiayai apa saja. Hal ini disebabkan karena informasi tentang dana Otsus hanya diketahui level pimpinan (Kepala SKPD, Kabid dan Kasie) demikian hal menyusun program dan kegiatan tidak memberikan informasi kegiatan apa saja yang dapat dibiayai dari dana otsus, sehingga pihak sekolah dan puskesmas tidak mengetahui kegiatan apa saja yang dapat diusulkan untuk memperoleh alokasi dana otsus.
AKUNTABILITAS. Akuntabilitas merupakan salah satu pilar dari konsep tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance). Adanya akuntabilitas memungkinkan masyarakat memperoleh informasi yang mereka butuhkan untuk menilai apakah tindakan pemerintah didasarkan pada nilai-nilai penting dari tata pemerintahan yang baik, seperti efektivitas, integritas, demokrasi, dan transparansi.
Hasil analisis secara keseluruhan fokus pengelolaan dana otonomi khusus untuk Akuntabilitas pada Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan dalam penyusunan perencanaan, dan penganggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring dalam melibatkan masyarakat, maka hasil analisis pencapaiannya rata-rata sebesar 0,2805 atau 28 persen dengan predikat nilai “D”, maka dapat dikatakan belum efektif. Hal ini, disebabkan karena responden individu bukan pegawai tidak mengetahui berapa besar alokasi dana otsus yang diterima, kepada siapa dialokasikan dan untuk kegiatan apa, sehingga hanya bisa berperan sebagai penonton pada tahap setelah perencanaan.
 
(Arius Kambu & Charley M. Bisai, Peneliti Pusat KEUDA Uncen)

MENCARI MAYBRAT

TERSENYUM

Tahun ini awan terlihat gelap dipandang memakai kacamata jiwa, tahun penuh kecemasan, keraguan, kembimbangan, kepedihan yang datang dan per...