KAJIAN
EFEKTIVITAS PEMANFAATAN DANA OTONOMI
KHUSUS DI
KABUPATEN MERAUKE
(Studi
Pada Bidang Pendidikan dan Kesehatan)
A. PENDAHULUAN
Seiring dengan pemberlakuan status
Otonomi Khusus, Papua menerima alokasi dana khusus yang diperuntukan untuk
membiayai percepatan pembangunan di Papua. Pemberlakuan Otonomi Khusus di Papua
diatur dengan UU/21/2002 tentang Pemerintahan Otsus Papua. Dalam
konsiderans undang-undang tersebut disebutkan bahwa pemberian status Otonomi Khusus
ini selain didasarkan pada pengakuan akan karakter khas budaya lokal orang asli
papua, juga mempertimbangkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan
pembangunan di Papua belum dapat sepenuhnya mewujudkan kesejahteraan rakyat,
keadilan serta pemenuhan dan perlindungan hak asasi manausia.
Komposisi dana
otsus Kabupaten Merauke tahun 2008 sampai 2012, dijelaskan
bahwa alokasi otsus setiap tahunnya senantiasa ada alokasi untuk bidang urusan
wajib dan untuk bidang urusan pilihan. Urusan wajib seperti :
pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum setiap tahun ada alokasinya dari dana
otsus. Dana
Otsus yang dialokasikan untuk belanja
sektor pendidikan belum memenuhi amanat dari UU/21/2001, sedangkan untuk sektor kesehatan telah memenuhi,
dengan kecenderungan yang semakin meningkat dan membaik. Adapun alokasi belanja untuk bidang infrastruktur, ekonomi,
dan lain lain yang bersumber dari dana otsus cenderung berfluktuatif sepanjang
tahun 2008 sampai 2012. Dalam data OTSUS yang paling besar adalah infrastruktur yang mendapat porsi 30% per
tahun.
B. KONDISI SOSIAL EKONOMI
Laju pertumbuhan ekonomi
di Kabupaten Merauke cenderung melambat dan berada dibawah rata-rata laju
pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua.
Pertumbuhan ekonomi Merauke juga terlihat lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan ekonomi Papua, setiap tahunya terlihat deviasi sekitar 3,44% lebih
rendah. Kontribusi sektor pertanian cenderung menurun, secara rata-rata
selama tahun 2007-2011 struktur perekonomian masih didominasi oleh sektor
pertanian yang dapat menyumbang secara keseluruhan terhadap perekonomian
wilayah rata-rata 47,09% per tahun. Adapun sektor pertanian yang paling besar
kontribusinya adalah sektor perikanan (26,69%) dan sektor tanaman bahan makanan
(11,77%). Sektor perikanan, peternakan, pertambangan dan
penggalian, serta listrik, gas dan air bersih merupakan sektor-sektor basis
yang menjadi unggulan Kabupaten Merauke.
Kualitas pembangunan manusia di
Kabupaten Merauke tampak lebih baik bila dibandingkan Provinsi Papua secara
keseluruhan. Meskipun selalu kelihatan lebih tinggi dibandingkan Papua, akan
tetapi gap IPM antara Kabupaten Merauke dengan Provinsi Papua semakin lama
semakin berkurang setiap tahunnya. Selain itu kualitas pembangunan kesehatan
serta ekonomi masyarakat di Kabupaten Merauke ternyata masih lebih rendah
dibandingkan Provinsi Papua. Disamping itu juga terindikasi bahwa Angka Harapan
Hidup dan Rata-rata Pengeluaran Riil di Kabupaten Merauke masih jauh lebih
rendah dibandingkan rata-rata Papua, yang mencerminkan kualitas pembangunan
kesehatan dan ekonomi rumah tangga di Kabupaten Merauke dibawah beberapa daerah
lainnya di Papua.
Pada peta kemiskinan
Provinsi Papua, Merauke merupakan kabupaten yang paling rendah memiliki jumlah
penduduk miskin, bahkan tingkat kemiskinannya terbilang rendah di Indonesia. Pendapatan per kapita di Kabupaten Merauke melaju dengan cukup pesat, namun hal itu tidak diimbangi dengan
perbaikan distribusi pendapatan, sehingga pembangunan yang dihasilkan dapat
dikatakan kurang berkualitas.
C. PERKEMBANGAN PENERIMAAN DANA OTSUS
Berdasarkan komposisi dana otsus, dijelaskan bahwa urusan wajib seperti; pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, perencanaan
pembangunan, dan tanaman pangan, setiap tahun ada alokasinya dari dana otsus.
Dana Otsus yang dialokasikan untuk belanja sektor pendidikan belum memenuhi
amanat dari Undang-Undang Otsus, sedangkan untuk sektor kesehatan telah
memenuhi, dengan kecenderungan yang semakin meningkat dan membaik.
Dana Otsus untuk bidang urusan sektor pendidikan, terus mengalami
peningkatan. Namun, belum sesuai dengan amanat UU Otsus tentang Peruntukkan
dana Otsus bagi sektor pendidikan yakni sekurang-kurangnya 30 persen dari dana
otsus yang diterima daerah, alokasi dana Otsus dalam 5 (lima) tahun terakhir
mencapai paling tinggi 29,55 persen. Hal ini, menunjukkan pemerintah kabupaten
Merauke belum konsisten untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Dana otsus sektor kesehatan, untuk bidang kesehatan prosentasenya
senantiasa lebih besar dari pada rumah sakit. Untuk bidang kesehatan, dalam dua
tahun terakhir alokasinya menurun. Walaupun, secara keseluruhan jumlah dana
otsus di kabupaten Merauke mengalami peningkatan. Artinya, ada perubahan
komposisi untuk bidang kesehatan di tahun 2011 dan 2012. Alokasi untuk rumah
sakit, jumlahnya tetap dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 yakni sebesar 3
milyar, namun prosentasenya meningkat dari 26,6 persen di tahun 2009 menjadi
37,5 persen di tahun 2012. Hal ini desebabkan karena jumlah alokasi dana otsus Kabupaten Merauke terus bertambah.
D. ISSU-ISSU UTAMA
1. BIDANG PENDIDIKAN
Salah satu aspek penting dalam pembangunan,
pendidikan membutuhkan perhatian yang lebih. Di tahun 2012
ini ada sebanyak 60 Taman Kanak-kanak (TK), 205
Sekolah Dasar (SD), 59 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan 20 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)
serta 13 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Merauke. Sehingga secara
keseluruhan ada sebanyak 327 fasilitas
pendidikan di Kabupaten Merauke.
Rasio Pendidikan. Pencapaian pembangunan
pendidikan memang belum sepenuhnya memenuhi harapan. Banyak permasalahan yang
dihadapi dalam pembangunan pendidikan, teruma berkaitan dengan perluasan akses
dan pemerataan pada pendidikan formal. Menurut data kajian pengeluaran dan
penerimaan publik untuk kinerja keluaran sektor pendidikan menyebutkan bahwa rasio
murid terhadap sekolah relatif konstan baik untuk tingkat SD, SMP maupun
tingkat SMA/SMK, sementara rasio guru terhadap murid untuk semua jenjang
pendidikan belum ideal, namun mengarah pada perbaikan. Gamabaran rasio
pendidikan menjelaskan rata-rata rasio murid terhadap sekolah per tahun untuk
tingkat SD adalah 163 murid per sekolah, SMP sebesar 214 murid per sekolah, dan
SMA/SMK sebesar 234 murid per sekolah.
Sedangkan rata-rata per tahun rasio guru-murid SD adalah 25 murid per
guru, SMP sebesar 17 murid per guru, dan SMA/SMK sebesar 15 murid per guru
Seluruh angka rasio ini masih di atas ideal, sehingga diperlukan penambahan
guru pada semua jenjang pendidikan untuk mencapai rasio yang ideal.
Daya Serap Sekolah
Cenderung Rendah. Sepanjang tahun 2007-2011, APS untuk umur 7-12
tahun sebesar 94,46 per tahun. Sedangkan pada umur 13-15 tahun sebesar 90,40
per tahun. Dan untuk umur 16-18 rata-rata 63,86 per tahun. Terlihat bahwa
semakin tinggi kelompok umur pendidikan semakin rendah APS. Hal ini mengindikasikan
bahwa penduduk y ang
berusia sekolah di Kabupaten Merauke memiliki kesempatan yang rendah untuk
melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Penduduk usia
sekolah lebih banyak terlihat pada jenjang pendidikan SD, akan tetapi dengan kecenderungan
yang menurun. Kondisi ini dapat diamati dari perkembangan APK SD yang
menurun dari tahun 2007 sebesar 115,86 menjadi 97,15 di tahun 2011, yang
mengindikasikan hanya sebagian dari anak usia SD (7-12 tahun) yang sedang
bersekolah pada jenjang pendidikan SD tersebut. Fenomena yang sama juga
terlihat pada APK pendidikan SMP dan SMA yang cenderung menurun.
Akses masyarakat terhadap fasilitas pendidikan selama ini dapat dikatakan
tidak merata. Indikatornya terlihat pada
perkembangan rasio APM (Angka Partisipasi Murni) untuk semua jenjang pendidikan
yang masih di bawah angka 100. Untuk APM SD misalnya, selama tahun 2007-2011
rata-rata sebesar 94,75 per tahun, kemudian SMP sebesar 60,72 dan SMA sebesar
46.91 per tahun untuk periode yang sama.
Berbicara tentang pendidikan,
masih menjadi masalah besar dan diibaratkan sebagai bencana. “Karena banyak
sekolah, terutama di kampung-kampung lokal, kegiatan belajar mengajar tak jalan
sama sekali, hal ini dikarenakan adanya program kompetensi yang merupakan aturan
dari tingkat pusat, hampir semua guru berbondong-bondong meninggalkan tempat
tugas untuk melanjutkan kuliah di kota,”
2. BIDANG KESEHATAN
Kita
tidak bisa pungkiri bahwa standar pelayanan kesehatan di Papua lebih rendah
bila dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia, hal ini tercermin dengan
masih tingginya angka kematian mencapai 64,21 per 1000 KLH, angka
kematian Ibu Karena Melahirkan 396 Per 100.000 Kelahiran, angka kematian Bayi
dan Balita mencerminkan bahwa lingkungan dan Perilaku kita masih buruk, sedangkan Kematian Ibu karena
Melahirkan mencerminkan Tingkat pelayanan kesehatan. Kondisi kesehatan
masyarakat diperburuk lagi dengan adanya disparitas yang masih cukup lebar
antar wilayah, tingkat sosial, ekonomi, budaya
dan gender. Selain itu masalah
kesehatan masyarakat berkaitan dengan berbagai penyakit infeksi akibat
lingkungan fisik dan perilaku yang tidak sehat. Kondisi ini tercermin dengan
tingginya penyakit malaria, Ispa dan Diare. Disamping itu infeksi virus HIV
dari waktu kewaktu justru semakin meningkat. Masyarakat diperhadapkan pula
dengan meningkatnya penyakit-penyakit tidak menular seperti stroke, hypertensi,
diabetes militus, jantung koroner yang
tak lain disebabkan karena gaya hidup yang salah. Kegiatan pembangunan
kesehatan yang dilaksanakan pada dasarnya berupaya untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat di daerah melalui berbagai program dan kegiatan pelayanan
kesehatan yang harus menjangkau masyarakat di 20 distrik setiap saat jika
dibutuhkan. Tujuannya adalah untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi,
menurunya angka prevalensi gizi buruk dan meningkatnya mutu harapan hidup
masyarakat Merauke. Merauke sehat seharusnya dimulai dari kampung sehingga
tercipta distrik sehat kemudian kabupaten sehat dan akhirnya Papua sehat. Untuk
mengetahui status kesehatan masyarakat dan sejauhmana keberhasilan pembangunan
yang dilaksanakan, maka perlu dilihat kinerja keluaran sektor kesehatan.
Rasio dokter dan rasio puskesmas terhadap jumlah
penduduk masih belum ideal, akan tetapi rasio bidan terhadap penduduk sudah
sangat ideal. Rata-rata rasio penduduk per dokter mencapai 2.808
(idealnya 2.500 per dokter), untuk puskesmas rasionya sekitar 71.562 penduduk
per puskesmas (idealnya 20.000 per puskesmas), dan rasio bidan mencapai 521
penduduk per bidan (idealnya 1.000 per bidan). Kekurangan tenaga dokter dan
puskesmas menyebabkan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah
kabupaten selama ini menjadi tidak merata penyebarannya.
Merauke berhasil menekan AKI karena kesadaran ibu
untuk melahirkan ditolong tenaga medis selama ini cukup tinggi dan terus
meningkat.
Setiap
tahunnya AKI dapat diturunkan rata-rata -27,67%, dimana pada tahun 2011
pemerintah kabupaten mampu menekan AKI hingga menjadi 118 per 100.000
kelahiran. Faktor kesadaran ibu melahirkan ditolong tenaga kesehatan merupakan
salah satu pemicu keberhasilan pemerintah untuk menekan AKI, dimana 73,87% per
tahun dari total ibu yang melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan.
Persoalan kesehatan di Merauke ini semakin menancap
manakala pemerintah daerah dan para wakil rakyat di Merauke seakan tidak
terkesan dan tidak dengan serius memikirkan strategi penanganan permasalahan
kesehatan di daerah ini. Tengok saja untuk mempertahankan pencapaian penurunan
AkI lima tahun mendatang membutuhkan strategi yang baik, dimana pemerintah
perlu membuat kebijakan pemberian insentif kesehatan untuk tenaga medis yang
harus berjuang keras demi melayani masyarakat asli Papua khususnya masyarakat
Marind yang ada di kampung-kampung.
Penelitian Pusat KEUDA Uncen berkait dengan bidang
peningkatan kapasitas sumber daya aparatur kesehatan memberikan gambaran
meliputi tiga kegiatan yaitu : pemberian
beasiswa, perbaikan gizi dan upaya kesehatan yang bersumber dari dana Otsus
bagi orang asli marind dapat dijelaskan sebagai berikut.
E. EFEKTIVITAS PENGELOLAAN BIDANG PENDIDIKAN
1.
Akses
Pendidikan
Dalam rangka memperluas akses pendidikan telah dilakukan berbagai upaya
untuk terus meningkatkan partisipasi pendidikan sekaligus menurunkan
kesenjangan taraf pendidikan antara kelompok masyarakat asli Papua dalam hal
ini masyarakat asli Marind dengan masyarakat non papua antara lain penyediaan
sarana dan prasarana pendidikan dengan memberikan perhatian dinas pendidikan
Merauke lebih pada kampung-kampung lokal. Namun meningkatkan partisipasi
pendidikan masih di hadapkan pada beberapa masalah seperti masih banyaknya
anak-anak usia sekolah terutama dari kelompok-kelompok marind tidak dapat
memperoleh pelayanan pendidikan karena mahalnya biaya pendidikan bagi mereka.
Untuk itu mulai tahun 2012 telah disediakan bantuan operasional asrama untuk
seluruh satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar yang dimaksudkan untu
dapat membebaskan anak-anak terutama yang berasal dari kampung-kampun lokal. Selain itu, penyediaan pendidikan berpola asrama dimaksudkan untuk
memberikan kemudahan akses bagi anak-anak usia sekolah dalam memperoleh layanan
pendidikan.
2.
Mutu
Pendidikan
Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, terus pula dilakukan
peningkatan jumlah dan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan termasuk
penyediaan guru bantu atau kontrak. Guru sebagai komponen kunci selalu
mendapatan perhatian serius Dinas Pendidikan dengan memberikan bantuan beasiswa
studi lanjut strata satu (S-1) dan Strata Dua S-2 (lihat RD TA 2012) sebagai
komponen terpenting dan
startegis dalam proses belajar mengajar cenderung di perhatikan Dinas
Pendidikan.
Sementara itu,
kualitas pendidikan juga masih rendah dan belum mampu memenuhi keperluan
peserta didik dan pembangunan, yang terutama disebabkan oleh (1) kurang dan
belum meratanya pendidik dan tenaga kependidikan, baik secara kuantitas maupun
kualitas; (2) belum memadainya ketersediaan fasilitas belajar terutama buku
pelajaran dan prasarana penunjang termasuk peralatan peraga pendidikan; (3)
belum berjalannya sistem kendali mutu dan jaminan kualitas pendidikan, dan (4)
belum tersedianya biaya operasional yang diperlukan untuk pelaksanaan proses
belajar mengajar secara bermutu.
Sistem kendali mutu dan jaminan
kualitas pendidikan belum berjalan
dengan baik antara lain disebabkan oleh belum adanya standar pelayanan
pendidikan dari sisi input, proses
dan outputnya. Di samping itu, sistem
evaluasi mutu pendidikan juga dinilai belum sempurna.
3.
Tatakelola
Hasil
kajian Otonomi Khusus Papua, digunakan untuk membuat sebuah simpulan tata
kelola pendidikan dan membuat rapot bagi Dinas Pendidikan. Temuan utama
menegaskan bahwa tata kelola pendidikan penting untuk hasil pendidikan. Hasil
analisis data primer dan sekunder menunjukkan hubungan yang kurang positif
tatakelola belanja pendidikan yang dimasukan Dinas Pendidikan untuk
Program/kegiatan TA 2012. Selain sedikitnya contoh mengenai pemikiran segar dan
kreatif tentang bagaimana meningkatkan pelayanan pendidikan, sistem birokrasi
pemerintah daerah yang ada jelas menghambat inovasi dan reformasi dan tidak
memberikan insentif bagi prestasi dan juga tidak menopang terwujudnya
transparansi dan akuntabilitas.
E. EFEKTIVITAS PENGELOLAAN BIDANG KESEHATAN
1.
Derajat
Kesehatan
Derajat kesehatan masyarakat yang optimal adalah tingkat kondisi
kesehatan yang tinggi dan mungkin dicapai pada suatu saat yang sesuai dengan
kondisi dan situasi serta kemampuan yang nyata dari setiap orang atau
masyarakat dan harus selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus.
Hasil kajian
Otonomi Khusus Merauke, digunakan untuk membuat rapot bagi Dinas
Kesehatan. Temuan utama menegaskan bahwa derajat kesehatan penting untuk
generasi emas Merauke. Hasil analisis data primer dan sekunder menunjukkan
kegiatan pembangunan kesehatan yang dilaksanakan Dinas Kesehatan pada dasarnya
berupaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui berbagai
program dan kegiatan pelayanan kesehatan yang dimasuka Dinas Kesehatan untuk
program/kegiatan TA 2012. Tujuannya adalah menurunkan angka kematian ibu dan
bayi, menunkan angka prevalensi gizi buruk dan meningkatnya umur harapan hidup
masyarakat Merauke.
2. Upaya Kesehatan
Dengan menyadari
pentingnya penanganan yang berkelanjutan terhadap masalah kesehatan masyarakat,
Pemerintah diharapkan berkomitmen menyelenggarakan layanan dan pemeliharaan
kesehatan bagi masyarakat Marind melalui program upaya kesehatan perseorangan
dan kesehatan masyarakat.
Hasil kajian Otonomi Khusus Merauke,
Temuan utama menegaskan bahwa kondisi kesehatan masyarakat di Merauke yang
masih memprihatinkan ditunjukkan dengan masalah gizi pada ibu hamil, bayi dan
balita juga masih memerlukan perhatian. Kasus kekurangan gizi pada balita itu
masih terus terjadi sampai tahun 2012. Masih tingginya kekurangan gizi pada
balita disebabkan oleh, antara lain, kurangnya asupan gizi, kurang memadainya
pola asuh, pengetahuan masyarakat, perilaku masyarakat dalam perbaikan gizi dan
pemantauan pertumbuhan di posyandu kurang optimal. Secara makro kekurangan gizi
disebabkan oleh faktor penurunan daya beli, akses layanan kesehatan dan faktor
sosial budaya.
Hasil analisis data
primer dan sekunder menunjukkan kegiatan pembangunan kesehatan yang
dilaksanakan dinas Kesehatan dalam RD TA 2012 pada dasarnya berupaya
memperbaiki gizi masyarakat melalui berbagai kegiatan pelayanan kesehatan.
Tujuanya adalah menurunkan angka prevalensi gizi buruk.
Akses Terhadap
Layanan Kesehatan. Walaupun Dinas Kesehatan terus melakukan
peningkatan fasilitas layanan kesehatan terutama pada fasilitas puskesmas,
pustu dan pusling, saat ini dirasakan masih kekurangan baik jumlah, kualitas,
pemerataan maupun keterjangkauannya, terutama pada daerah kampung-kampung lokal
yang susah akses dan kepulauan.
3. Sumber daya dan Dana
Persentase anggaran dalam RD
Dinas Kesehatan yang bersumber dari dana Otonomi Khusus Tahun Anggaran 2012 yang
dialokasikan adalah Rp. 5.535.200.000,- atau sebesar 9,06 persen
dari anggaran kesehatan ini dirasakan masih belum mencukupi untuk melakukan
berbagai program/kegiatan yang direncanakan sesuai RENSTRA Dinas Kesehatan.
F. PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN MERAUKE
Otonomi
khusus mencakup sejumlah hal terutama : pertama,
pengaturan kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah di
Provinsi Papua yang dilakukan dengan kekhususan; kedua, pengakuan dan penghormatan hak-hak dasar OAP serta
pemberdayaan secara strategis dan mendasar; dan ketiga, mewujudkan pemerintahan yang baik bericikan : (a)
partisipasi sebesarbesarnya dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam
penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan melalui
keikutsertaan para wakil adat, agama, dan kaum perempuan; (b) pelaksanaan pembangunan
yang diarahkan sebesar-besarnya untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk asli
Papua khususnya dan penduduk Provinsi Papua pada umumnya dengan berpegang teguh
pada prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, pembangunan berkelanjutan,
berkeadilan, dan bermanfaat langsung bagi masyarakat; kemudian (c)
penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang transparan dan
bertanggung jawab kepada masyarakat. keempat, pembagian wewenang, tugas, dan tanggung jawab
yang tegas dan jelas antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta
Majelis Rakyat Papua sebagai representasi kultural penduduk asli Papua yang
diberikan kewenangan tertentu. Sedangkan sepanjang 2002 sampai 2012, Provinsi
Papua menerima Rp 28,445 triliun dana
Otsus.
PARTISIPASI. Penerapan
sistem pemerintahan yang terdesentralisasi memberikan kesempatan yang lebih
luas kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
Masyarakat mendapatkan kembali kesetaraan politik dalam menjalankan roda
pemerintahannya. Desentralisasi politik bertujuan untuk memberikan lebih banyak
kesempatan dan kekuasaan kepada para warga negara di dalam pengambilan
keputusan publik. Desentralisasi politik ini identik dengan demokratisasi,
yaitu dengan asumsi bahwa semakin besar partisipasi publik dalam pengambilan
keputusan, maka hasilnya akan lebih relevan dengan kebutuhan publik, bahkan
dukungan publik terhadap keputusan yang diambil akan semakin kuat.
Hasil
analisis secara keseluruhan fokus pengelolaan dana otonomi khusus untuk
Transparansi pada Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan dalam penyusunan
perencanaan, dan penganggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring
dalam melibatkan masyarakat, maka hasil analisis pencapaiannya rata-rata
sebesar 0,2080 atau 20 persen dengan predikat nilai “D”, maka dapat dikatakan
belum efektif. Hasil survei responden individu bukan pegawai untuk Transparansi
dalam perencanaan, pengawasan dan monitoring sampai dengan tahapan tindak
lanjut SKPD memberikan informasi kepada masyarakat, namun tidak memberikan
informasi berapa besar alokasi dana Otsus yang dikelola dan untuk membiayai apa
saja. Hal ini disebabkan karena informasi tentang dana Otsus hanya diketahui
level pimpinan (Kepala SKPD, Kabid dan Kasie) demikian hal menyusun program dan
kegiatan tidak memberikan informasi kegiatan apa saja yang dapat dibiayai dari
dana otsus, sehingga pihak sekolah dan puskesmas tidak mengetahui kegiatan apa
saja yang dapat diusulkan untuk memperoleh alokasi dana otsus. skor
capaian partisipasi dan Gambara 5.10. web analisis capaian skor partsipasi
Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan di Kabupaten Merauke dalam aspek
pengelolaan dana otonomi khusus untuk partsisipasi, pendapat responden umum
bukan pegawai tentang fokus pengelolaan perencanaan sebesar 0,3900 atau 39
persen dengan predikat nilai “D”, maka dikatakan belum efektif. Dalam aspek
pengelolaan dana otonomi khusus untuk partisipasi pendapatan responden tentang
fokus penganggaran sebesar 0,5800 atau 58 persen dengan predikat nilai “D”,
maka dikatakan belum efektif. sementara fokus pelaksanaan anggaran sebesar
0,0800 atau 08 persen dengan predikat nilai “E”, maka dikatakan sangat tidak
efektif, sedangkan fokus pengawasan dan monitoring sebesar 0,3700 atau 37
persen dengan predikat nilai “D”, maka dikatakan belum efektif sedangkan fokus
pada tindak lanjut sebesar 0,3700 atau 37 persen dengan predikat nilai “D”,
maka dikatakan belum efektif.
Hasil analisis secara keseluruhan fokus pengelolaan
dana otonomi khusus untuk Partisipasi pada Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan
dalam penyusunan perencanaan, dan penganggaran, pelaksanaan anggaran,
pengawasan dan monitoring dalam melibatkan masyarakat, maka hasil analisis
pencapaiannya rata-rata sebesar 0,3580 atau 35 persen dengan predikat nilai
“D”, maka dapat dikatakan belum efektif. Hasil survei responden individu bukan
pegawai untuk aspek partisipasi dalam pengelolaan dana otonomi khusus ternyata
belum efektif, hal ini disebabkan karena lembaga (pihak sekolah, pihak asrama,
pihak puskesmas) tidak terlibat langsung dalam perencanaan anggaran untuk
pembangunan atau renovasi gedung atau ruang baik di sekolah, puskesmas maupun
pemberian insentif yang bersumber dari dana otonomi khusus.
TRANSPARANSI. Transparasi penggunaan dana otonomi khusus sangat
rendah. Rendahnya akuntabilitas dalam pelaporan penggunaan dana otonomi khusus
menggambarkan rendahnya keinginan pemerintah daerah untuk penerapan transparansi
pelaporan kuangan. Tidak adanya transparansi penggunaan dana otonomi khusus
akan menimbulkan dampak yang kurang sedap yang sangat luas dan dapat merugikan
masyarakat. Dapak negatif tersebut antara lain dapat menimbulkan ketidaktepatan
dalam alokasi sumber daya seperti manusia, memunculkan ketidakadilan bagi
masyarakat, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan. Oleh karena itu perlu
pembenahan sistem pengelolaan dana Otsus mulai dari perencanaan sampai dengan
tindak lanjut atas temuan pengelolaan. Dalam hal birokrasi maupun administrasi
penggunaan dana Otsus perlu dievaluasi dan diperbaiki agar kinerja pengelolaan
dana Otsus semakin baik dan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam
perencanaan sampai pertanggungjawaban.
Hasil analisis secara keseluruhan fokus pengelolaan
dana otonomi khusus untuk Transparansi pada Dinas Pendidikan dan Kesehatan
dalam penyusunan perencanaan, dan penganggaran, pelaksanaan anggaran,
pengawasan dan monitoring dalam melibatkan masyarakat, maka hasil analisis
pencapaiannya rata-rata sebesar 0,2080 atau 20 persen dengan predikat nilai
“D”, maka dapat dikatakan belum efektif. Hasil survei responden individu bukan
pegawai untuk Transparansi dalam perencanaan, pengawasan dan monitoring sampai
dengan tahapan tindak lanjut SKPD memberikan informasi kepada masyarakat, namun
tidak memberikan informasi berapa besar alokasi dana Otsus yang dikelola dan
untuk membiayai apa saja. Hal ini disebabkan karena informasi tentang dana
Otsus hanya diketahui level pimpinan (Kepala SKPD, Kabid dan Kasie) demikian
hal menyusun program dan kegiatan tidak memberikan informasi kegiatan apa saja
yang dapat dibiayai dari dana otsus, sehingga pihak sekolah dan puskesmas tidak
mengetahui kegiatan apa saja yang dapat diusulkan untuk memperoleh alokasi dana
otsus.
AKUNTABILITAS.
Akuntabilitas merupakan salah satu pilar dari konsep tata kelola pemerintahan
yang baik (good government governance).
Adanya akuntabilitas memungkinkan masyarakat memperoleh informasi yang mereka
butuhkan untuk menilai apakah tindakan pemerintah didasarkan pada nilai-nilai
penting dari tata pemerintahan yang baik, seperti efektivitas, integritas,
demokrasi, dan transparansi.
Hasil analisis secara
keseluruhan fokus pengelolaan dana otonomi khusus untuk Akuntabilitas pada
Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan dalam penyusunan perencanaan, dan
penganggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring dalam melibatkan
masyarakat, maka hasil analisis pencapaiannya rata-rata sebesar 0,2805 atau 28
persen dengan predikat nilai “D”, maka dapat dikatakan belum efektif. Hal ini,
disebabkan karena responden individu bukan pegawai tidak mengetahui berapa
besar alokasi dana otsus yang diterima, kepada siapa dialokasikan dan untuk
kegiatan apa, sehingga hanya bisa berperan sebagai penonton pada tahap setelah
perencanaan.
(Arius Kambu & Charley M. Bisai, Peneliti Pusat KEUDA Uncen)