[J.R. MANSOBEN 1995]
Menurut Kamma (1970:138), kelompok sosial baru yang disebut bobot
itu muncul sebagai akibat makin pentingnya peranan kain timur dalam
kebudayaan orang Meybrat. Pada mulanya kain timur hanya mempunyai fungsi
sosial, yaitu untuk mempertahankan kelompok dan interestkelompok. Fungsi
tersebut kemudian secara lambat laun berubah menjadi kepentingan individu
sebagai akibat faktor-faktor sosial ekonomi. Demikianlah muncul suatu kelompok
baru di dalam masyarakat yang lebih bersifat kelompok ekonomi, yang walaupun
ikatan klen dan kin group-nya masih terjalin, namun lebih mendasarkan
diri pada perjuangan yang bersifat individu untuk memperoleh kekuasaan dan
prestise pribadi.
Apabila seseorang melalui kemampuan pribadinya berhasil
mengumpulkan banyak bo atau kain timur, maka ia mendapat pengikut dan
disebut bobot. Istilah bobot berarti sangat kuat, atau arti
harafiahnya adalah perebut kain (Kamma 1970:134). Di samping itu istilah bobot
mengandung pula tiga arti yang lain, seperti yang terdapat di bagian barat
Meybrat, ialah pertama, bobot berarti pemimpin, khususnya seorang
pemimpin dari serangkaian upacara ritual yang disebut orang asing (pendatang)
pesta bobot. Arti kedua adalah seorang yang mempunyai pengikut atau anak
buah, yang disebut kusemd; orang yang mempunyai kekuasaan dan kemampuan
dalam melaksanakan upacara tukar-menukar dan memberikan banyak 'pemberian'
kepada orang lain. Arti ketiga adalah seseorang yang berhasil menyelenggarakan
pesta- pesta penukaran yang diadakan dalam rangka upacara-upacara sekitar
lingkaran hidup pada orang Meybrat (Elmberg 1955:34).
Secara teori setiap pria dewasa dapat menjadi bobot, jika
syarat-syarat tertentu dipenuhi. Menurut orang Meybrat, orang yang ideal untuk
disebut bobot adalah orang yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang
bisnis, di samping itu selalu bersedia untuk membantu orang lain dalam
masalah-masalah ekonomi (Elmberg 1955: 34). Atau dengan perkataan lain seorang bobot
adalah orang kaya yang bermurah hati. Tentang syarat pertama, pengetahuan
bisnis, menurut ukuran dan pengertian orang Meybrat, dapat kita lihat pada
penjelasanpenjelasan berikut.
Pada waktu lampau nama tersebut diberikan juga kepada
seseorang yang pernah membunuh orang lain (musuh) (Elmberg 1955:34).
Penjelasan-penjelasan di atas ini menunjukkan kepada kita bahwa nama atau gelar
bobot terutama diberikan kepada dan dipakai oleh orang yang mampu
menyelenggarakan upacara tukar-menukar yang disebut pesta bobot karena
memiliki banyak kain timur. Sebaliknya penggunaan gelar bobot karena
alasan pernah membunuh orang lain, kurang penting. Seperti terlihat nanti dalam
uraian-uraian selanjutnya di bawah ini, bahwa alasan pertama merupakan faktor
yang paling penting untuk mencapai posisi bobot, sedangkan alasan kedua
merupakan faktor pelengkap saja.
Ukuran yang digunakan oleh orang Meybrat untuk menentukan
apakah seseorang itu mempunyai kemampuan bisnis atau tidak terlihat pada
pengetahuan memanipulasi sirkulasi kain timur. Orang Meybrat berpendapat bahwa
kain timur haras selalu bergerak, artinya harus secara terus menerus beredar
dari satu orang kepada orang yang lain dan dalam peredaran itu harus membawa
keuntungan. Keuntungan di sini mengandung dua makna, ialah makna materi dan
makna prestise (non-materi). Prinsip keuntungan yang mengandung dua makna
tersebut di atas ditegaskan oleh orang Meybrat dalam ungkapan berikut: to bo
saw, murio tefo, artinya 'saya menerima satu, saya mengembalikan banyak'
(Elmberg 1955:33). Untuk memahami prinsip keuntungan yang terkandung di dalam
ungkapan di atas, maka sebaiknya saya jelaskan lebih dahulu secara singkat di
bawah ini sistem tukar-menukar kain timur pada orang Meybrat.
Dalam sistem tukar-menukar kain timur orang Meybrat, para bobot
merupakan titik pusat dari segala aktivitas transaksi. Setiap bobot mempunyai
jumlah partner dagang yang bervariasi antara delapan sampai 60 orang (Kamma
1970:139). Selanjutnya masing-masing partner dagang itu mempunyai
partner-partner dagang lain lagi sehingga secara keseluruhan mereka membentuk
suatu jaringan 'tetnan dagang' yang meliputi seluruh daerah pedalaman Kepala
Burung.
Dalam hal tukar menukar kain timur, setiap bobot berusaha
untuk mengembalikan kepada partnernya jumlah barang (kain timur) yang lebih banyak
dan bahan yang berkwalitas lebih baik daripada apa yang diterimanya. Tindakan
demikian menimbulkan dua hal: di satu pihak mendatangkan keuntungan materi bagi
pihak penerima, dan di pihak yang lain menyebabkan naiknya prestise pihak
pemberi. Pandang- an orang Meybrat untuk selalu memberikan lebih banyak kepada
pihak kreditor atau pemberi seperti terurai di atas menimbulkan semacam
persaingan yang terus menerus berlangsung antara para bobot. Persaingan
tersebut menyebabkan sistem tukar-menukar kain timur bersifat ekonomi prestise.
Jadi tujuan tukar-menukar kain timur pada orang Meybrat, menurut Pouwer
(1957:304), adalah 'bukan untuk mencapai kesejahteraan sosial, melainkan untuk
mendapatkan prestise', atau dengan kata lain tujuan tukar-menukar kain timur
pada orang Meybrat adalah untuk mencapai kedudukan terpandang dalam masyarakat.
Menjadi orang terpandang di dalam masyarakat oleh karena
kekayaan memiliki banyak kain timur menyebabkan seseorang mempunyai pengikut
dan berhak untuk membuat keputusan. Di sinilah letak hubungan antara aspek
ekonomi dengan aspek politik. Melalui kemampuan dalam bidang ekonomi prestise,
seorang bobot dapat menciptakan hubungan-hubungan sosial tertentu dengan
warga masyarakat yang lain. Hubungan-hubungan yang terwujud itu dapat bersifat
hubungan simetris maupun hubungan asimetris. Hubungan simetris adalah hubungan
yang terjadi antara para bobot yang mempunyai kedudukan dan peran yang
relatif sama. Sebaliknya hu- bungan asimetris adalah hubungan yang terjadi antara
seorang bobot dengan anggota-anggota masyarakat lainnya yang tidak
berstatus bobot. Hubungan ini menyerupai hubungan patronklien. Seorang bobot
berperan sebagai patron sedangkan anggota masyarakat lain yang tidak
berstatus bobot, terutama mereka yang menjadi anak buah bobot,
kusemd, berperan sebagai klien. Di sini peran dan kedudukan kedua belah
pihak tidak sama. Pada hakekatnya seorang bobot yang mempunyai kedudukan
dan peran yang lebih penting dalam hubungannya dengan seorang warga biasa, dapat
menggunakan wewenang yang diperoleh melalui kedudukannya untuk 'memaksakan'
kehendaknya pada orang lain.
Walaupun secara teori setiap pria dewasa mempunyai hak yang
sama untuk bersaing menjadi bobot, namun hanya sedikit yang dapat
berhasil mencapai kedudukan tersebut. Mereka yang berhasil menduduki status
tersebut adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk berdagang. Suatu contoh
yang amat bagus yang dapat digunakan untuk melukiskan hal tersebut adalah
seperti yang dilaporkan oleh Pouwer tentang bagaimana menjadikan 25 rupiah dari
25 sen.
Orang-orang yang mempunyai kemampuan (pengetahuan) seperti
yang dilukiskan pada contoh tersebut di atas sajalah yang mampu untuk
menyelenggarakan transaksi-transaksi kain timur. Biasanya transaksi-transaksi
itu diadakan pada tempat- tempat khusus dan pada kesempatan-kesempatan
tertentu, bukan pada sembarangan tempat dan waktu. Tempat-tempat transaksi berlangsung
berupa bangunan-bangunan rumah yang disiapkan khusus untuk maksud tersebut
dinamakan sachefra, atau rumah pesta tengkorak (schedelfeesthuizen) dan
sabiach bach atau rumah pesta pertandingan (speelhuis). Waktu-waktu
yang biasanya ditetapkan untuk melaksanakan transaksi itu biasanya terjadi pada
saat adanya suatu upacara atau pesta tertentu, misalnya pada upacara pembayaran
tulang orang yang telah meninggal dunia, pada upacara inisiasi atau pada pesta
pernikahan.
Dua rumah tempat berlangsungnya upacara transaksi seperti
tersebut di atas merupakan dua kutub, dan di antara kedua kutub tersebut
terjadilah sirkulasi kain timur. Rumah pesta sachefra, dibangun di atas
bukit sedangkan rumah pesta sebiach bach yang berbentuk rumah panjang
dibangun di kaki bukit. Rumah pertama bersifat sakral sedangkan rumah kedua
bersifat profan. Kedua rumah tersebut sangat pen- ting karena di dalamnya
terjadi transaksi kain timur.
Menurut orang Meybrat kehebatan seseorang dapat dilihat pada
kemampuannya untuk mengatur pembangunan rumah-rumah upacara tersebut serta
pengaturan upacara-upacara ritus dan pesta yang dilanjutkan dengan transaksi
kain timur di dalamnya. Oleh karena tempat upacara ini merupakan arena
perebutan kekuasaan, maka sebaiknya saya uraikan di bawah ini garis besar dari
proses berjalannya upacara-upacara tersebut menurut apa yang dilaporkan oleh
Pouwer (1957).
Tipe rumah pertama yang bersifat sakral itu disebut rumah
tengkorak, sachefra. Penamaan demikian disebabkan oleh karena rumah
tersebut memang dibangun untuk kegunaan upacara pembagian dan pembayaran
tengkorak dari seseorang yang telah meninggal dunia.
Alasan lain untuk dibangunnya rumah upacara guna terselenggaranya
transaksi kain timur, ialah karena salah seorang kerabat sakit, mati atau
karena terjadi kegagalan panen. Peristiwa-peristiwa 'buruk' seperti tersebut di
atas dianggap oleh orang Meybrat sebagai tindakan penghukuman atau tindakan
pembalasan dendam dari kerabat yang meninggal dunia sebab ketidakpedulian
terhadap dirinya oleh kerabat-kerabat yang masih hidup. Anggapan demikian
biasanya diperkuat oleh pesan-pesan yang disampaikan oleh seorang dukun atau
shaman. Di samping kedua alasan tersebut, alasan lain lagi adalah karena adanya
kewajiban dari seorang suami terhadap pihak isterinya untuk membangun sebuah
rumah upacara sachefra, guna kepentingan transaksi kain timur.
Tiga alasan tersebut dapat disifatkan ke dalam dua sifat,
ialah sifat sakral dan sifat profan. Ke dalam sifat sakral termasuk dua alasan pertama,
sedangkan alasan terakhir bersifat alasan profan.
Rumah upacara, sachefra, biasanya dibangun atas
prakarsa seorang bobot dan dibantu oleh kerabat-kerabatnya. Apabila
ramah tersebut sudah selesai dibangun, maka sekali lagi atas prakarsa bobot dikumpulkan
bahan makanan dan kain timur bersama kaum kerabat dekat lalu disimpan di dalam
rumah upacara itu. Jika semua persiapan yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan
upacara sudah siap, maka pemrakarsa mengundang semua kerabat yang dekat dan
jauh, juga kerabat-kerabat dari pihak isterinya, untuk menghadiri upacara
pembayaran tulang.
Apabila pemrakarsa adalah anak laki-laki dari orang yang
telah meninggal dunia, maka pembayaran tulang dilakukan oleh orang yang
bersangkutan kepada saudara laki-laki dari ibu ayahnya (FaMoBr) atau kepada
anak-anak dari saudara laki-laki ibu ayahnya (FaMoBrSo). Pembayaran tersebut
didasarkan atas pandangan bahwa ibu ayahlah yang membesarkan ayah yang telah
banyak berjasa kepada ego, sedangkan saudara laki-laki ibu ayah atau
anak-anaknya adalah wakil dari ibu ayah.
Upacara pembayaran tulang berupa pemberian sejumlah kain
timur oleh pemrakarsa (ego) kepada pihak ibunya yang disaksikan oleh kaum
kerabat dari pihak ayah dan pihak ibu itu dilanjutkan dengan penyerahan
pemberian dari pihak isteri kepada ego. Pemberian itu di dalam bahasa Meybrat
disebut ru-ra, berupa kain timur, diserahkan oleh ayah ibu isteri
(WiMoFa), saudara laki-laki isteri (WiBr) dan saudara la- ki-laki ibu isteri
(WiMoBr) kepada ego.
Tahap pertama dari upacara ini yang terdiri dari dua mata
acara, yaitu pembayaran tulang kepada pihak ibu oleh ego yang bertindak sebagai
pemrakarsa dan penyerahan ru-ra dari pihak isteri kepada ego. Sebelum
tahap pertama yang bersifat sakral dari upacara ini ditutup dengan acara makan
bersama, pemrakarsa memanggil orang yang telah meninggal dunia itu untuk
menyaksikan pemberian kain timur yang sakral yang diserahkan olehnya kepada
pihak ibu atau saudara laki-laki ibu dari orang yang telah meninggal itu.
Apabila tahap pertama upacara sudah selesai, maka tahap
kedua dari upacara itu yang bersifat profan dimulai. Acaranya ialah pembagian ru-ra
atau pemberian yang diterima dari pihak isteri oleh pemrakarsa kepada
hadirin yang terdiri dari kerabat- kerabat ayah, kerabat ibu, suami-suami dari
saudara-saudara perempuan, kerabat-kerabat dari klen sendiri serta teman-teman
dari klen-klen lain, tidak termasuk di sini kerabat-kerabat atau anggota-anggota
dari klen pihak isteri. Dengan demikian ru-ra masuk dalam sirkulasi.
Setiap penerima ru-ra berhak penuh atas penggunaannya,
misalnya digunakan sebagai alat pembayar maskawin, untuk membayar denda atau
untuk membeli makanan. Setelah beberapa waktu berselang, menurut keterangan
seorang informan kepada Pouwer, selang waktu kurang lebih satu sampai dua
tahun, pemrakarsa upacara mengundang para debtornya untuk mengembalikan
utang-utangnya. Pembayaran kembali itu biasanya disertai dengan suatu toegift,
suatu pemberian tambahan, yang disebut dalam bahasa Meybrat boo-worar. Pemberian
tambahan itu kadang-kadang dua kali lipat lebih banyak daripada apa yang pernah
diterima.
Pelaksanaan pembayaran kembali utang biasanya dilakukan di
rumah upacara lain yang sementara itu dibangun oleh pemrakarsa, disebut sabiach
bach, atau rumah pesta pertandingan, speelhuis.
Pouwer melukiskan situasi pada saat pelaksanaan pengembalian
utang sebagai saat yang menegangkan, sebab terjadi tawar menawar antara pemberi
dan penerima. Semua barang (dalam hal ini kain timur jenis ru-ra), yang
digunakan sebagai tegengift atau alat pembayar utang yang disebut booru,
dan yang diberikan sebagai pemberian tambahan diperiksa penerima dengan
amat teliti. Jika penerima tidak puas dengan nilai atau kwalitas dari benda
yang digunakan untuk membayar utang, maka kepada debitornya diberikan lagi
makanan dan minuman. Tindakan seperti ini segera dimengerti oleh pihak debitor
sehingga kembali sekali atau beberapa kali ke tempat menyimpan barang untuk
mengambil tambahan barang atau pengganti guna melengkapi dan atau mengganti
yang sudah ada. Apabila pemrakarsa sudah puas dengan pembayaran kembali, maka
dipotonglah seekor babi lalu dibagikan dagingnya kepada para debitornya
(tamunya) sebelum mereka ini kembali ke tempatnya masing-masing.
Semua kain timur yang diterima oleh pemrakarsa dari para
debitornya seperti yang telah dijelaskan di atas kemudian disimpan oleh
isterinya di rumah upacara pesta tengkorak, sachefra. Sesudah itu
pemrakarsa mengirim berita kepada kerabat-kerabat dari pihak isterinya tentang
telah terjadinya pembayaran utang. Mereka ini segera membangun sebuah rumah
pertandingan baru, sebiach bach. Apabila rumah itu sudah siap dibangun,
maka ditentukanlah suatu hari tertentu untuk berkumpul di sana dalam rangka
pengembalian ru-ra yang diterima oleh pemrakarsa pada waktu pembayaran
tengkorak kepada pihak isterinya. Upacara pengembalian ru-ra ini dihadiri
oleh semua pihak, baik dari pihak pria (suami) maupun dari pihak wanita (isteri).
Kain timur jenis ru-ra yang dibawa oleh pihak pria
itu dijejerkan berbentuk garis panjang di atas tanah. Barang-barang tersebut
kemudian diperiksa secara seksama oleh pihak wanita. Barang yang kurang baik di
antara barang-barang itu segera dipisahkan dan harus diganti dengan yang lebih
baik. Situasi pada saat ini tegang, sebab pihak pria seringkali menyembunyikan ru-ra
yang berkwalitas lebih baik di belakang tangannya. Barang yang berkwalitas
baik ini diberikan setelah terjadi pemeriksaan. Acara pengembalian utang ini
kemudian dilanjutkan dengan pemberian tambahan, boo-worar. Pemberian
tambahan itu biasanya selain terdiri dari kain timur jenis ru-ra, juga
berupa kain toko dan kain sarung.
Ongkos makan dan minum untuk semua peserta ditanggung oleh
pihak isteri. Pertemuan tukar menukar ini kemudian diakhiri dengan pemotongan
seekor babi yang disumbangkan oleh pihak wanita.
Gambaran peristiwa tukar menukar berupacara pada uraian di
atas menunjukkan bahwa pemrakarsa berperan sebagai titik sentral, titik
pertemuan, antara golongan-golongan yang berbeda asalnya. Mereka itu terdiri
dari kaum kerabat pihak pria (suami), kaum kerabat dari pihak wanita (isteri),
dan teman-teman yang berasal dari cabang-cabang klen dan klen-klen kecil. Juga
dari uraian di atas kita melihat bahwa pertemuan antara golongan-golongan yang
berbeda dapat terjadi atas perantaraan suatu upacara ritual: upacara pembayaran
tengkorak. Jadi aspek religi berperan di sini sebagai media pertemuan antara
kelompok-kelompok sosial yang berbeda. Pemakaian upacara ritual sebagai media
pertemuan untuk kepentingan ekonomi prestise (tukar menukar kain timur) dalam
rangka mencapai prestise sosial menunjukkan dengan jelas, bahwa religi bagi
orang Meybrat adalah sesuatu yang kongkrit, nyata dan bukan transenden. Dengan
demikian aspek religi dalam dunia pandangan orang Meybrat mempunyai kaitan erat
dengan aspek ekonomi, aspek sosial dan aspek politik.
Secara sosiologis upacara tukar-menukar
yang dilakukan oleh orang Meybrat mengandung tiga dimensi: dimensi religi,
dimensi ekonomi dan dimensi politik. Tiga dimensi tersebut terjalin erat satu
sama lain dalam suatu bentuk hubungan siberaetik. Bagan III.1menunjukkan
hubungan tersebut. Hubungan sibernetik dalam tata urut hierarkis pada bagan
tersebut dibuat demikian berdasarkan asumsi bahwa aspek religi merupakan
mekanisme pendorong untuk orang berprestasi dalam bidang ekonomi. Selanjutnya
keberhasilan ekonomi mendatangkan prestise atau kekuasaan politik bagi
seseorang. Kekuasaan tersebut menjadi mantap karena mendapat pengabsahan
religi. Sebaliknya kekuasaan politik yang mantap memungkinkan bertambah banyaknya
keberhasilan dalam bidang ekonomi yang merupakan syarat mutlak bagi
intensifikasi upacara-upacara keagamaan.
Perlu ditegaskan pula di sini bahwa upacara transaksi kain
timur tidak hanya terjadi pada kesempatan adanya upacara ritual yang diadakan
berhubungan dengan pembayaran tengkorak seperti yang sudah disebutkan di atas,
tetapi juga terjadi pada upacara inisiasi, pesta perkawinan dan pesta-pesta
lainnya. Itulah sebabnya Pouwer menegaskan bahwa pada umumnya upacara-upacara
pesta lebih diarahkan pada tujuan tukar menukar daripada tujuan utamanya:
banyak menyelenggarakan pesta (ritual) adalah pertanda penghormatan terhadap
orang-orang yang telah meninggal dunia. Penghormatan demikian menyebabkan orang
mati menjadi senang sehingga tidak menimbulkan kesulitan bagi kaum kerabatnya
yang masih hidup' (Pouwer 1957:300).
Selain syarat-syarat yang sudah dibicarakan di atas memiliki
pengetahuan bisnis dan pandai mengatur penyelenggaraan upacara-upacara ritual
serta transaksi kain timur syarat-syarat lain yang harus dipenuhi pula oleh
seseorang agar ia menjadi bobot atau pemimpin, ialah sifat bermurah hati
dan pandai berdiplomasi.
Elmberg melaporkan bahwa syarat ideal bagi seorang bobot ialah
kesediaannya untuk membantu orang lain, terutama kerabat-kerabatnya yang
mengalami kesulitan ekonomi. Salah seorang informan Elmberg berulangkali
menegaskan bahwa seorang bobot adalah orang yang berbudi baik, selalu
membantu para pengikutnya dengan banyak barang. Lebih lanjut Elmberg
berpendapat bahwa para bobot atau bankir-bankir orang Meybrat tidak
selalu menggunakan posisinya untuk menekan orang lain secara semena-mena.
Sebaliknya kekuasaannya itu dibatasi pada sifat realistik seperti pada orang
biasa (Elmberg 1955:34,1968:197).
Sifat bermurah hati seorang bobot yang terwujud dalam
bentuk nyata adalah pemberian bantuan kepada orang lain. Orang yang menerima
bantuan secara otomatis menjadi pengikut atau anak buah bobot, mereka itu
disebut kusema, yang berarti orang kecil. Elmberg menamakan pengikut
seorang bobot, partner bebas, sebab walaupun mereka bekerja untuk bobot
tetapi mereka masih mempunyai kebebasan untuk meningkatkan kedudukan
sendiri menjadi bobot di kemudian hari (hanya sedikit saja dari mereka
yang dapat berhasil mencapai kedudukan tersebut, Elmberg 1955: 34).
Sifat lain yang menjadi syarat bagi seorang bobot adalah
kepandaian berdiplomasi. Sifat tersebut dapat dilihat pada kemampuan seseorang
untuk menawarkan maksudnya dengan kata-kata yang menarik agar tawarannya itu
dapat disetujui oleh umum secara konsensus. Elmberg menemukan prinsip tersebut
pada orang Meybrat sehingga menyamakan para bobot di Meybrat dengan
pemimpin big men pada orang Gahuku Gama (Papua New Guinea), seperti yang
dilaporkan oleh Read (Elmberg 1968:199-200).
Pengaruh kekuasaan seorang bobot biasanya terbatas pada
lingkungan tempat tinggalnya sendiri. Agar pengaruhnya dapat meluas sampai di
luar batas-batas wilayah kekuasaannya, maka seorang bobot harus
memperkokoh hubungannya dengan pihak luar. Salah satu cara yang selalu dipakai
untuk memperkokoh hubungan dengan pihak luar adalah melalui perkawinan. Oleh
karena itu seorang bobot seringkali melakukan perkawinan-perkawinan dengan
pihak luar. Dengan demikian seorang bobot yang besar pengarahnya kawin
lebih dari satu perempuan, atau dengan kata lain berpoligami. Poligami pada
orang Meybrat pada umumnya dan bagi para bobot pada khususnya adalah
simbol kekayaan dan kekuasaan (Elmberg 1968:204; Kamma 1970:140).
Di satu pihak poligami adalah simbol kekayaan sebab orang
kaya saja yang mam- pu membayar maskawin untuk banyak isteri. Banyak isteri
berarti banyak tenaga kerja yang dapat menghasilkan makanan yang dibutuhkan
sebagai konsumsi pesta-pesta atau upacara-upacara ritual. Poligami di pihak
yang lain mempunyai arti politik atau kekuasaan, sebab melalui isteri-isteri
terjalin hubungan dengan pihak luar (pihak isteri). Atau dengan perkataan lain
banyak isteri berarti pula banyak relasi. Relasi amat penting bagi seorang bobot
karena para relasi adalah pendukung dan juga partner atau rekanan dagang
potensial dalam transaksi tukar menukar kain timur.
Beberapa implikasi sosial sistem politik bobot yang
berlandaskan kompleks kain timur pada orang Meybrat, menurut Kamma (1970),
adalah kecenderangan untuk kawin di antara anak-anak bobot, atau dengan
kata lain terjadinya endogami golongan dan timbulnya kerengganan kohesi sosial
antara seorang bobot dengan anggota-anggota klennya sendiri. Hal ini
disebabkan oleh karena seorang bobot lebih banyak memberikan perhatian
kepada rekanan dagangnya daripada warga klennya sendiri. Sebaliknya Elmberg
berpendapat bahwa kompleks kain timur yang melibatkan kelompok-kelompok kerabat
consanguineal atau yang seketurunan, mengakibatkan tumbuhnya solidaritas
yang kuat baik di antara kelompok-kelompok kekerabatan itu sendiri maupun di
antar mereka dengan kelompok-kelompok kekerabatan lain yang merupakan partner
dagangnya. Di samping itu kompleks kain timur yang diintensif- kan oleh sistem
politik bobot merupakan tempat konsumsi bagi barang-barang yang tidak
bertahan lama, seperti makanan. (Disertasi).
No comments:
Post a Comment