Sunday, November 17, 2013

Memahami Maybrat Dalam Cara Pandang Lain



MEMAHAMI MEIBRAT DALAM CARA PANDANG LAIN
(skrip buku saku etnografi meibrat)

Ayamaru adalah salah satu etnik yang mendiami gugusan batu karang di wilayah pedalaman kepala burung Papua (lihat peta Papua Barat) dianugrahi dengan budaya tolong menolong (self support) yang dipelihara sangat kuat hidup dan berkembang sampai saat ini. “Anu Betha Tubat’.

Pemekaran yang dibentuk 2002  wilayah Ayamaru mulai dari sebelah  selatan berbatasan  dengan  Kampung  Kais dan  Kambur di teluk  Patipi, sebelah  utara berbatasan  dengan  Kampung Yarat dan Man di  Distrik  Senopi,  sebelah  timur berbatasan  dengan Aisa di Distrik Arandai dan Distrik Bintuni (sekarang Kabupaten Teluk Bentuni), sebelah barat berbatasan dengan Kali Weigo di Kampung Weigo dan Kampung Srowan dan Kampung Sawiat Distrik  Teminabuan  (sekarang  Distrik  Sawiat)  Kabupaten  Sorong Selatan.

Wilayah pedalaman kepala burung ditemukan pemerintah Belanda 1908 sudah ada kontak, namun Belanda melaksanakan pemerintahan 1924 dan sepuluh tahun kemudian 1934 barulah terbentuk kampung-kampung secara permanen didirikan oleh masyarakat atas usaha pemerintah Belanda yang pada waktu itu dikenal dengan “Ayamaru” yang berasal dari dua suku kata yang terdiri dari “aya” dan “maru” yang berarti aya adalah air dan maru adalah danau/telaga karena masyarakat di wilayah pedalaman kepala burung menetap diseputar danau.

Sementara ada catatan lain yang menjelaskan Aifat pada waktu pemerintahan Belanda, pemerintahannya di Fuoh di tepi sungai kamundan namun terjadi pergolakan politik antara Indonesia dan Belanda mengenai perebutan Irian Barat, maka terjadi kekhawatiran kalau Fuoh merupakan tempat strategis masuknya mata-mata Indonesia sehingga dipindahkan ke kumurkek 1960 tanpa proses hukum.

Menurut catatan masa lampauw menjelaskan  kampung Fategomi adalah tempat pertemuan suku-suku di seluruh wilayah pedalaman kepala burung dan sejak jaman dulu menjadi tempat pertemuan dalam acara-acara adat berupa tukar-menukar bo, barang dan jasa serta pusat informasi atau bisa kita katakan sebagai daerah segitiga emas pada masa lampauw. Cerita yang lain juga menjelaskan kampung Fategomi merupakan cikal bakal proses masuknya pemerintahan pertama di pedalaman kepala burung dimulai dari lokasi atau tempat yang namanya Fait Mu Framafir yang sekarang disebut Fategomi yang ditandai dengan dilantiknya 5 (lima) orang kepala dusun pertama di Fait Mu Framafir sekarang dikenal dengan nama Fategomi pada tahun 1932 dengan cara menyerahkan 5 (lima) baju secara simbolis kepada lima kepala dusun antara lain : (1) Waman.Asmuruf; (2) Siah Atu.Idie; (3) Mratmawe. Asmuruf; (4) Kawian.Iek; dan (5) Siayoh. Jitmau. Nama Kampung Fategomi terdiri dari beberapa gabungan-gabungan kata depan dari ke 4 Kampung yang disingkat menjadi Fategomiyaitu: Fa = Faan dari Kampung lama Faan; Te = Tehak dari Kampung lama Tehak; Go=Gohsames dari Kampung lama Gohsames; Mi = Mirafan dari Kampung lama Mirafan;

 Menurut Kambu Arius Dosen FE-UNCEN, dalam mendalami ekologi masyarakat yang mendiami wilayah pedalaman kepala burung pulau Papua berada pada zona ekologi kaki gunung lembah kecil dan bukit-bukit. Dengan adanya zona ekologi dapat dibagi kedalam tiga wilayah masyarakat yang mendiami lembah kecil di sebut “Ayamaru” yang terbagai dalam masyarakat Ayamaru Kota dan masyarakat Aitinyo. Sementara masyarakat yang mendiami bukit-bukit disebut “masyarakat Aifat”

Pada masa pemerintahan Belanda terdapat empat wilayah administrasi pemerintahan distrik yaitu : distrik ayamaru, aitinyo, mara dan aifat dibawah wilayah kerisedenan Manokwari. Sejak menjadi bagian dari Indonesia dan disesuaikan dengan satu kesatuan adat istiadat, bahasa budaya yang menunjukkan suatu kesukuan tertentu disuatu wilayah pedalaman kepala burung, maka dikenallah singkatan suku A3 atau orang A3 yang mempunyai latar belakang adat istiadat, budaya dan bahasa sama.

Pada masa ini pemberian daerah otonom untuk masyarakat pada wilayah pedalaman kepala burung peta Papua menyebut mereka dengan sebutan Meibrat yang berasal dari dua suku kata yang terdiri dari : Mei dan Brat, Mei yang berarti suara/bahasa dan Brat yang artinya lambat/lembut yang dapat dilihat dalam keseharian berupa tata cara berbahasa yang lembut dan santun atau lebih singkatnya masyarakat yang memiliki bahasa yang sama.

Berkait dengan penyebutan Meibrat dalam perkembangan telah muncul permainan kata-kata membuat sebutan yang terkenal Maybrat yang sampai-sampai tercatat juga dalam lembaran negara yang apabila ditarik cerita kebelakang tentang arti dua suku kata May dan Brat, May yang berarti memukul/berkelahi dan Brat artinya lembut. Fenomena penyebutan nama tersebut apabila disesuaikan dengan adat istiadat, bahasa dan budaya tidak menunjukkan suatu kesatuan sosial budaya “Anu Betha Tubat”. Disini memunculkan pertanyaan “apakah salah penyebutan yang menyebabkan konflik berkepanjangan”......jawaban cukup pada anda sendiri.

Kita mempertanyakan ke mana perginya akal sehat dan akal budi ketika dua kelompok saling gesek yang sedang mempertahankan dinasti politik membuat masyarakat semakin terpuruk itu tidak mungkin terlepas dari nilai dan keyakinan individu masyarakat yang lagi sakit. Kehilangan akal sehat dan akal budi tidak hanya tampak pada intensitas gesekan para elit yang kian menakutkan, tapi juga pada perilaku para masyarakat yang semakin degradasi miskin rasa malu.

Sistem kepemimpinan pria berwibawa yang berdasarkan kemampuan berwiraswasta atau secara individual mempunyai potensi mengumpulkan bo yang banyak. Hal ini dapat dijelaskan individu yang dapat menjadi pemimpin adalah orang yang pandai berdagang, mempunyai kekayaan, kemampuan memimpin dan murah hati.

Setiap individu bersaing secara ketat degan berbagai potensi memanfaatkan berbagai sarana untuk memperoleh bo, memberikan bo dalam jumlah yang lebih besar berarti dengan sendirinya Ia disanjung, dihormati, dihargai atau mempunyai sebutan sebagai ra bobot  (masyarakat atas). Pada masa ini, pengaruh bobot masih nampak, terutama memiliki kewenangan untuk membuat keputusan, misalnya menyatakan perang suku, menjatuhkan vonis bersalah atau tidaknya kepada pihak-pihak yang bertikai. Bobot dalam kelompok masyarakat sudah berlangsung berabad-abad lamanya dan merupakan kepemimpinan politik lokal terakhir yang dikenal sebelum masuknya sistem politik modern lewat pemerintahan Belanda.

Sistem pelapisan pada waktu lampauw sebelum masuknya pemerintahan Belanda. Masyarakat sudah membagi strata sosial dalam tiga wilayah yaitu : (1). Lapisan atas (ra bobot); (2). Lapisan masyarakat menengah (ra sai atau ra kinyah); (3). Lapisan masyarakat bawah atau orang kebanyakan (ra kair atau ra warok, sigyah). Perbedaan strata sosial masyarakat didasarkan pada tiga alasan besar yaitu : (1) kepemilikan bo (benda atau barang berbentuk kain); (2) kemampuan memimpin pesta-pesta inisiasi dan (3) murah hati.

1) Lapisan atas (ra bobot) yang termasuk kategori masyarakat atas adalah memiliki bo pusaka (wan) dan beberapa bo yang termasuk klafisikasi berkualitas seperti wan safe, sariem. Untuk memperoleh gelar ra bobot, ada beberapa kriterial tertentu yakni kepemilikan bo berkualitas kelas satu (bo pusaka), pandai bermain atau melakukan transasksi tukar menukar bo, kedudukan yang bersifat melembaga, tingkat senioritas dan memiliki kekuasaan atas sejumlah pengikut.

2)  Lapisan masyarakat menengah (ra sai atau ra kinyah), yang termasuk kategori menengah adalah mereka yang tidak memiliki bo klasifikasi kwalitas kelas satu atau bo pusaka. Selain itu mereka juga tidak memiiki bo yang sebanding dengan bo yang dimiliki oleh golongan masyarakat kelas atas. Bo yang dimiliki oleh golongan masyarakat menengah tidak sebanyak yang dimiliki oleh golongan masyarakat atas.

3)   Lapisan masyarakat kebanyakan atau (ra kain atau ra warok, sigyah), yang termasuk golongan orang kebanyakan adalah golongan masyarakat yang sama sekali  tidak memiliki bo kelas satu dan bo jenis lainnya secara hirarkis, membedakan masyarakat kedalam berbagai lapisan memang tidak nampak secara jelas. Namun dalam kehidupan sehari-hari membedakan strata social masyarakat sangat nampak, terutama dalam hal pemilihan jodoh, sering nampak jelas pada saat terjadi pertikaian atau konflik.  

Sistem kepercayaan prasejarah masyarakat pedalaman kepala burung, diperkirakan mulai tumbuh pada masa berburu dan meramu makanan tingkat lanjut atau disebut dengan masa bermukim dan berladang yang terjadi pada zaman Mesolithikum. Mengenai bukti adanya kepercayaan masyarakat pada zaman Mesolithikum dan beberapa bukti lain yang turut memperkuat adanya corak kepercayaan mereka pada zaman prasejarah adalah ditemukanya bekas kaki pada nekara disungai Wemayis kampung Sauf. Bekas kaki tersebut menggambarkan langkah perjalanan yang akan mengantarkan roh seseorang ke alam baka. Hal ini berarti pada masa tersebut masyarakat sudah mempercayai akan adanya roh. Kepercayaan terhadap roh terus berkembang pada zaman prasejarah. Hal ini tampak dari kompleksnya bentuk-bentuk upacara penghormatan, penguburan dan pemberian upeti atau sesajen. Kepercayaan terhadap roh inilah yang dikenal  dengan Aninisme. Aninisme berasal dari kata Anima artinya jiwa atau roh, sedangkan Isme artinya paham atau kepercayaan. Disamping adanya kepercayaan Aninisme ada juga terdapat kepercayaan Dinamisme. Dinamisme adalah kepercayaan terhadap benda-benda tertentu yang dianggap memiliki kekuatan gaib. Contohnya yaitu: pohon-pohon besar atau bukit dan pegunungan serta sungai tertentu yang dianggap memiliki kekuatan. Dengan demikian kepercayaan masyrakat pada zaman prasejarah adalah Aninisme dan Dinamisme.

Berdasarkan letak geografis daerah maka sistem mata pencaharian hidup suatu kelompok etnis ditentukan oleh potensi yang terkandung  didaerahnya termasuk kondisi serta kesuburan tanah. Masyarakat yang mendiami pedalaman kepala burung mengembang berbagai sistem mata pencaharian hidup dengan kondisi geografis daerahnya. Adapun mata pencaharian tersebut antara lain;  menangkap ikan, berkebun dan berburu seperti dibawah ini.

a) Menangkap ikan; Mofot syoh/maka aya atau menangkap ikan merupakan mata pencaharian sampingan masyarakat. Namun demikan pekerjaan ini menjadi pencaharian penting bagi masyarakat yang khusus berdiam di daerah pinggiran danau. Penangkapan ikan biasanya dilakukan oleh anak laki-laki dan wanita baik yang sudah dewasa maupun anak-anak. Pencarian ini di lakukuan pada siang hari maupun pada malam hari terutama pada musim-musim kemarau. Jenis-jenis ikan yang biasanya ditangkap adalah ikan mujair, ikan mas, ikan sepat, ikan tet, ikan gabus, udang, belut, sepat siam dan sebagainya. Teknik penangkapan di lakukan dengan cara menombak, menggunakan jaring, meracuni dengan akar tuba, atau menangkap dengan menggunakan tenaga. Hasil tangkapan ikan yang diperoleh, sebagian di konsumsi sendiri dan ada juga yang dibagikan kepada anggota kerabat yang lain atau di jual di pasar terdekat.

b)  Berkebun; masyarakat pada umumnya mengembangkan cara berkebun  secara tradisional (mkha ora), yakni sistem perladangan ini telah membudaya dalam kehidupan masyarakat, karena dilakukan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Mereka membuka kebun pada lahan milik kerabat atau klennya sendiri. Kebun dibuka dengan melalui berbagai pengetahuan tradisional mengenai teknik membuka lahan, seperti melakukan  survei atau pemilihan lahan (matsus thain), setelah memilih bahan yang cocok, maka dibuatlah rintisan dengan cara menandai bagian-bagian tertentu dari lahan yang berbatasan dengan lahan orang lain. Sesudah menandai lahan orang lain, tahap selanjutnya adalah menebas dan menebang pohon secara keseluruhan. Pohon-pohon dan rumput-rumput yang telah di tebas dibiarkan mengering lalu dibakar dan setelah dibakar maka lahan siap untuk dipakai. Masyarakat mengenal sistem pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan secara jelas. Semua pekerjaan yang dinilai berat (kasar) seperti pemilihan lahan, menebang pohon, membersihkan rumput, membuat pagar, membuat rumah untuk memelihara tanaman, dikerjakan oleh laki-laki. Sedangkan membersihkan daun-daun saat membakar kebun, memanen hasil, merawat tunas (bibit) yang hendak ditanam kembali, menjual hasil kebun dilakukan oleh kaum wanita (para istri). Jenis tanaman yang ditanam antara lain kedelai bete (awuah), keladi johar (awuah kulawe), ubi jalar (sasu), ubi kayu (ara sasu), pisang (abit), tebu ikan (hata), kacang tanah (smail), ketimun (iteto). Hasil ladang di konsumsi sendiri jika hasil ladang mengalami surplus maka sebagian lagi dijual dan sebagian lagi dibagikan kepada anggota kerabatnya.

c)  Berburu; Berburu bagi masyarakat merupakan mata pencaharian sampingan. Perburuan dilakukan pada saat tertentu saja, misalnya untuk keperluan pesta dan sebagainya. Lokasi perburuan terletak di hutan-hutan di sekitar kampung. Berburu dilakukan seecara individu atau berkelompok antara 4-5 orang. Waktu untuk berburu dilakukan dari malam hingga pagi hari. Lamanya perburuan berlangsung 3-4 hari. Para pemburu biasanya terdiri dari kaum laki-laki dewasa. Sedangkan untuk kaum wanita bertugas mengolah hasil buruan menjadi makanan yang siap dimakan, menjual hasil buruan itu ke pasar terdekat. Hasil buruan dibagikan kepada setiap pemburu yang ikut berburu. Pemburuan yang dilakukan secara berkelompok biasanya di lakukan untuk keperluan pesta besar. Sebaliknya hasil buruan yang dilakukan secara individu di konsumsi sendiri, atau di bagikan kepada anggota keluarga atau dijual.

Seni atau kesenian merupakan salah satu dari tujuh unsur kebudayaan yang ada. Salah satunya adalah seni menganyam. Seni anyaman pada masyarakat merupakan suatu kebiasaan yang diturunkan secara turun temurun oleh nenek moyang mereka. Anyaman tersebut disebut noken. Noken adalah tas yang dianyam dari kulit kayu. Masyarakat menganggap noken sebagai symbol kesuburan kandungan seorang perempuan. Fungsi noken pada masyarakat sama halnya dengan suku-suku lain di papua  yaitu untuk mengisi dan menyimpan hasil bumi atau juga bisa digunakan untuk menggendong anak. Noken ini biasa diatas kepala.

Dapat juga dilihat pada Seni ukir yang diterapkan oleh masyarakat terlihat seni hias pada benda-benda perunggu yang nenggunakan pola-pola geometric sebagai pola hias utama. Kesenian di masyarakat juga terdiri atas beberapa sub, antara lain: seni rupa, seni suara dan seni tari. 

(Arius Kambu, Ekonomi Uncen)

No comments:

Post a Comment

MENCARI MAYBRAT

TERSENYUM

Tahun ini awan terlihat gelap dipandang memakai kacamata jiwa, tahun penuh kecemasan, keraguan, kembimbangan, kepedihan yang datang dan per...