Tuesday, November 20, 2018

TANAH MILIK MARGA DAN TUHAN

Tidak ada teks alternatif otomatis yang tersedia.
17 Tahun kewenangan sudah diberikan, namun mereka masih saling tidak percaya dan selalu cepat menyimpulkan bahwa pemerintah Itu GAGAL atau mereka tidak siap mengelola keuangan otonomi khusus, itu bisa di ukur dari RPJMD yang disusun masih seperti kita membaca NOVEL, sebab yang ditulis itu hanya sebuah cerita perjalanan teori perencanaan pembangunan yang hanya sebatas rencana diatas rencana karena (peta jalan kesehatan, peta jalan pendidikan, peta jalan ekonomi, peta jalan masyarakat adat) tidak pernah ditemukan, itu ibarat seperti berlayar hanya berharap ada anggin tiup. 

Persoalan menarik untuk diambil sebagai bahan renungan yang bertepatan dengan 17 tahun kebebasan yang diberikan yaitu : Konflik Masyarakat Adat dengan pemilik modal di pedalaman kepala burung Kasuari yang bisa juga berbentuk kepala Tiranosaurus itu, mungkin akar masalahnya ada pada mata rantai KELEMBAGAAN ADAT YANG LEMAH, membuat para pemodal besar dengan mudahnya masuk sebab kita SENDIRI tidak pernah mengerti bahwa TANAH SERTA ISI PERUT BUMI DOMBERAI ITU MILIK MARGA DAN TUHAN bukan kawasan hutan negara yang mengakibatkan izin-izin usaha besar tetap dijalankan di dalam hutan ADAT.

Lebih lanjut cerita di atas, bila dikaitkan dengan Reformasi Agraris dan Perhutanan Sosial (RAPS) dan pengakuan masyarakat adat disepakti 5 (lima) sistem pengelolaan yaitu : 1). Hutan Adat; 2). Hutan Kemasyarakatan; 3). Hutan Kampung; 4). Kemitraan Kehutanan; 5). Hutan Tanaman Rakyat. 

Lima RAPS dalam perjalanan sampai 2018 belum bisa diimplementasikan di Seluruh Tanah Papua karena belum jelas hutan negara dan hutan adat serta rendahnya pelayanan hak legal untuk masyarakat adat dan swasta.

Coretan kecil ini, sedikit memberikan sinyal kepada warga masyarakat yang sudah terdidik namun berpikir kurang terdidik karena selalu memakai model-model pembangunan dari wilayah lain untuk dijadikan senjata utama untuk menembak pasar gagasan dengan memberikan stempel pemerinah gagal sementara kita sendiri tidak mengerti akar masalah yang sebenarnya. 

Kita mendesain rencana serta membangun isu sebagai senjata utama dalam menembak satu titik jalan masuk mendapatkan dukungan warga masyarakat yang masih lemah tingkat kemajuan untuk berontak bersama-sama menyuarajan keadilan karena 17 tahun pemerintah belum adil mengelola keuangan otonomi khusus. 

Sedangkan bila dilihat lebih jauh lagi, dengan pemberian kewenangan mengelola keuangan otonomi khusus sepenuhnya belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan para pencipta yaitu ada persentuhan budaya karena tidak seluruh kebiasaan baik itu berjalan dengan lancar, perselisihan dalam masyarakat sendiri yang berkait dengan konflik tata nlai maupun perbedaan pilihan tindakan atas dasar pertimbangan financial. (@arkam)


No comments:

Post a Comment

MENCARI MAYBRAT

TERSENYUM

Tahun ini awan terlihat gelap dipandang memakai kacamata jiwa, tahun penuh kecemasan, keraguan, kembimbangan, kepedihan yang datang dan per...