ABSTRAK
Studi ini bertujuan untuk
mengetahui secara mendalam tentang bagaimana kebijakan dan program untuk
melindungi orang asli papua dengan berfokus pada perlindungan orang asli papua dalam
sebuah peraturan daerah khusus sebagai produk turunanan dari otonomi khusus. Berbagai
issu terhadap penyelamatan orang asli papua di atas tanah leluhurnya di masa depan
juga dibahas dengan tujuan untuk merumuskan beberapa strategi kebijakan
perlindungan yang mungkin dapat diaplikasikan untuk pencapaian perlindungan populasi
orang asli papua yang semakin kecil di atas tanah leluhur mereka.
PENDAHULUAN
“Mau merdeka
atau tidak biarkan kami menentukan nasib kami sendiri di atas tanah leluhur
kami”
|
Otsus
memberikan kesempatan bagi pemerintah daerah di tanah Papua untuk mengembangkan
potensi dan peluang yang ada demi terwujudnya keadilan ekonomi maupun
peningkatan kualitas hidup orang asli papua .
“ Distribusi ekonomi
terpusat pada kepentingan kelompok (Nepotisme Kelompok & Keluarga)”
|
Karena
itu, otonomi khusus belum mampu memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
sesuai cita-cita yang diharapkan bersama yaitu menciptakan rasa keindonesiaan orang
asli papua serta bersama-sama mereka menciptakan iklim yang kondusif dalam
menjaga keutuhan peta Indonesia yang sudah ada titik api yang mulai dan akan
terus membakar peta Indonesia.
Masalah
tanah Papua memiliki ekor panjang untuk dibaca kembali karena masa lalu sebagai
referensi untuk menata masa depan sesuai amanat otonomi khusus di tanah Papua.
Era kini merupakan kebalikan dari apa yang terjadi dimasa lalu, era dimana
definisi penentuan nasib sendiri, mau merdeka atau tidak, biarkan kami yang
menentukan sendiri di tanah leluhur kami.
Daerah
diseluruh tanah papua mempunyai kesempatan yang sama untuk menciptakan dan
mengembangkan semua pootensi yang dimiliki untuk dimanfaatkan bagi kepentingan bersama, karena
itu semua potensi yang ada dapat terwujud nyata apabila pemerintah mampu
menciptakan rasa keindonesiaan orang asli papua dengan menghormati apa yang
sudah dimuat dalam UU/21/2001 Otonomi Khusus dengan produk turunannya.
TELAAH
LITERATUR
Kebijakan Publik
Kebijakan publik
memiliki banyak arti yang dapat definisikan ke dalam beberapa jenis. Dalam
memahami kebijakan publik salah satunya yang dipakai adalah dari aspek
kedalaman yang mencakup kebijakan sebagai keputusan, kebijakan sebagai proses
manajement, kebijakan sebagai intervensi pemerintah, kebijakan sebagai democratic
governanace. Dalam penelitian ini meminjam beberapa pendapat para ahli
diantaranya, menurut William N. Dunn
(1998) mengemukakan bahwa analisis
kebijakan publik adalah suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan
berbagai macam metodologi penelitian dan argumen untuk menghasilkan informasi
yang relevan untuk memecahkan masalah-masalah kebijakan.
Analisis kebijakan
bukanlah sebuah
keputusan, sebagaimana dikemukakan
oleh Weimer and Vining, (1998). The product
of policy analysis is advice. Specifically, it
is advice that inform some public policy decision.
Jadi analisis kebijakan publik lebih merupakan nasehat
atau bahan pertimbangan pembuat kebijakan publik yang berisi tentang masalah yang dihadapi, tugas yang mesti dilakukan oleh organisasi publik berkaitan dengan masalah tersebut, dan
juga berbagai alternatif kebijakan yang mungkin bisa
diambil dengan berbagai penilaiannya berdasarkan
tujuan kebijakan.
Policy analysis is evaluable, because it can help a decision
maker by providing information through research and analysis,
isolating and clarifying issues, revealing inconsistencies in aims, and effort, generating new alternative and suggesting ways of
translating ideas into feasible and realizable
policies.
Its
major contribution
may
be
to yeald insight particularly with regard to the dominance and sensitivity of the parameters. It is no more than adjunct, although
a powerful
one, to the judtment , intuition, and experience of decision makers. (Quade, 1984). Analisis kebijakan adalah sangat penting karena bisa
membantu seorang
pembuat keputusan dengan memberikan informasi yang diperoleh melalui penelitian dan
analisis, memisahkan dan mengklarifikasi persoalan mengungkap ketidakcocokan tujuan dan upayanya, memberikan alternatif- alternatif baru dan mengusulkan cara-cara menterjemahkan
ide-ide
kedalam kebijakan-kebijakan yang mudah diwujudkan dan direalisasikan.
Kontribusi utamanya barangkali untuk memberikan masukan-masukan terutama dengan memperhitungkan keutamaan dan
kepekaan parameternya. Analisis ini tidak lebih dari tambahan, meskipun merupakan hal yang
penting
dalam rangka
penilaian,
intuisi dan pengalaman
si pembuat keputusan.
Otonomi Daerah
Otonomi daerah
adalah perwujudan dari pelaksanaan
urusan pemerintah berdasarkan asas
desentralisasi yakni penyerahan urusan pemerintah
kepada
daerah
untuk mengurus
rumah tangganya. Menurut Saragih
(2003) kata autonomy berasal dari Bahasa Yunani (Greek), yakni
dari kata autonomia, yang artinya : “ The quality
or state being independent,free, and self directing.
Atau
The degreeof self determination or
political control possed by a minoritygroup, territorial division or political
unit in its relations to the state or political community of which it forms a
part and extending from local to full independence”. Menurut Koesoemahatmadja (1979), Otonomi adalah Perundangan Sendiri, lebih
lanjut mengemukakan bahwa menurut perkembangan sejarahnya di Indonesia, otonomi
selain memiliki pengertian sebagai perundangan sendiri, juga mengandung
pengertian "pemerintahan" (bestuur) Wayong (1979), menjabarkan
pengertian otonomi sebagai kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan
khusus daerah, dengan keuangan sendiri, menentukan hukuman sendiri, dan
pemerintahan sendiri.
Untuk menyelenggarakan otonomi daerah
yang luas, nyata dan bertanggungjawab diperlukan kewenangan dan kemampuan dalam menggali potensi daerah sendiri yang didukung
oleh pusat dan daerah. Dalam hal ini kewenangan
yang melekat pada setiap pemerintahan menjadi kewenangan pemerintah
daerah. Dalam menjamin terselenggaranya otonomi daerah yang
semakin mantap maka diperlukan kemampuan untuk meningkatkan kemampuan sendiri
melalui pembuatan regulasi yang melindungi orang asli papua.
METODE
Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan opini, dengan berupaya
melakukan pengumpulan data seperti apa adanya tanpa perlakuan khusus terhadap
obyek penelitian melalui pencuplikan catatan media cetak maupun elektronik yang
berkaitan dengan issu-issu Papua. Setelah data terkumpul akan dianalisis,
dideskripsikan dan diinterprestasi supaya dapat memberikan gambaran yang
faktual dalam latar alamiah mengenai obyek dan subyek penelitian. Populasi
dalam penelitian opini ini adalah seluruh Orang Asli Papua mempunyai kesempatan
yang sama untuk di minta pendapat berkait dengan issu-issu penyelamatan, orang
asli papau, rekrutmen partai politik dan partai lokal dalam sistem pemerintahan otonomi khusus yang
dilihat dari aspek kebijakan dan program
proteksi Orang Asli Papua. Data yang diperoleh dari penelitian opini adalah
primer sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur dan catatan media cetak
dan elektronik. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, dokumentasi dan
stusi pustaka. Sedangkan analisis menggunakan model analisis wacana karena
sesuai dengan jenis data yang akan dipumpulkan memakai skala likert.
PEMBAHASAN
Cerita SKPD
......cuman pake sekitar 10 % dana otsus untuk pendidikan, kesehatan &
ekonomi.......trus sisanya kami pake untuk belanja lain-lain
|
Karena itu, kedengaran
suara masyarakat papua menjadi mutlak, meminjam pandangan analisis menjelaskan
persoalan yang dihadapi masyarakat Papua bukan persoalan besarnya anggaran,
infrastruktur atau rekonstruksi sarana dan prasarana fisik, tapi yang lebih
penting lagi adalah masalah manusia. Apa yang sedang dilakukan pemerintah
dilihat dan dirasakan oleh orang asli papua karena itu mereka pasti punya
penilaian krusial, terutama lemahnya penegak hukum di Papua, ilegal loging, dan
kolusi, korupsi serta nepotisme perlu diletakkan dalam kerangka momentum untuk
merajut kembali rasa ketidak Indonesiaan orang asli Papua.
Dalam melihat posisi dan
peran pemerintah daerah dalam kontek kewenangan seluas-luasnya, kita sering
kali terperangkap pada persoalan dominasi dan arogansi pemegang kalkulator
pemerintahan terhadap pemberdayaan orang asli Papua. Pada perkembangannya
ketimpangan hubungan kemudian tidak saja dilihat secara langsung. Berbagai
lembaga swadaya masyarakat pada akhirnya juga dipandang sebagai perpanjangan
tangan dari pemerintah. Untuk mendapatkan
evaluasi umum orang asli papua tentang keadaan di papua ketika survei ini
dilakukan pertama-tama penulis lakukan dengan meminjam pandangan dalam melihat posisi dan
peran pemerintah daerah dalam kontek kewenangan seluas-luasnya. Pada
perkembangannya ketimpangan hubungan
Rizal Ramli (m.tempo.co), pemerintah pusat
sebenarnya telah memberi bantuan berupa uang kepada masyarakat Papua setiap
tahun. "Nilainya sebesar 32 triliun. Kalau dibagikan langsung, setiap
warga Papua bisa dapat Rp 10 juta per orang," ujar Rizal dalam sesi
tanya-jawab dalam acara Jambore Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Perguruan
Tinggi di Aula Telkom University, Kabupaten Bandung, Selasa, 24 Mei 2016.
|
Untuk mendapatkan
evaluasi umum orang asli papua tentang
keadaan otonomi khusus papua, ketika penelitian dilakukan dengan mengali
berbagai informasi ditanya bagaimana pandangan mereka dalam tiga masalah umum :
keadaan ekonomi, penegakan hukum, dan keamanan di papua. Orang asli papua
menilai bahwa keadaan ekonomi papua sekarang, lebih dari separuh orang asli
papua menyatakan keadaan ekonomi di papua buruk. Sementara untuk penegakan
hukum di Papua, proporsi yang menilai keadaannya akan baik dari atas penilaian
keadaan ekonomi. Penilaian lebih baik diberikan atas keadaan keamanan.
Walaupun orang bisa
menilai keadaan di papua dengan pemberlakuan otonomi khusus keadaan keamanan di
papua lebih baik, tapi bagi orang asli papua menilai keadaan papua masih sangat
kurang baik. Ketika diminta mengevaluasi keadaan ekonomi keluarga/rumah tangga
dan keadaan ekonomi papua pada umumnya sekarang dibandingkan tahun lalu, juga
dua dari sepuluh warga papua yang mengatakan keadaan ekonomi rumah tangga
mereka dan keadaan ekonomi provinisi papua sekarang kurang baik dibandingkan
zaman pemerintahan orde baru.
Sementara itu, ketika
orang asli papua diminta memberikan penilaian umum atas kerja pemerintah daerah
dalam menangulangi kemiskinan, proporsi yang memberikan penilaian positif
kurang lebih konsisten dengan proporsi penilaian mereka terhadap kondisi
ekonomi di papua sekarang. Hanya dua dari sepuluh orang asli papua yang menilai
bahwa pemerintah daerah sudah cukup banyak memberikan kemajuan dalam upaya
mengurangi korban pelecehan hak-hak orang asli papua. dan, lima dari sepuluh
orang asli papua yang secara eksplesit menyatakan baru sedikit atau tidak ada
kemajuan yang dibuat pemerintah daerah dalam menangulangi kemiskinan
struktutal. Perasaan ini ditemukan lebih besar lagi bagi orang asli papua yang
terkena langsung musibah tersebut. tujuh dari sepuluh orang asli papua yang
kena musibah tersebut menilai baru sedikit atau tidak ada kemajuan yang dicapai
pemerintah daerah setelah tiga tahun otonomi digulirkan.
Indikator opini mereka di
atas menunjukkan pemerintah daerah dirasakan paling buruk upayanya dalam
menagulangi kemiskinan. Apakah fakta objektivitasnya demikian, tentu perlu
analisis lebih lanjut. Tapi kalau opini publik dipandang sebagai faktor penting
untuk mengukur kinerja pemerintah dalam menjalankan otonomi daerah kearah yang
lebih baik, dan bahwa opini publik punya nilai opini politik bagi pemerintah
daerah, sikap dan tindakan responsif terhadap aspirasi orang asli papua, maka
indikator tersebut harus diperhatikan.
Inbox Tabenak
“Bagi OAP jangan
KB karena NKRI segaja buat agar OAP berkurang dari tanah leluhurnya”
|
Namun demikian, proporsi
tersebut tetap harus mendapat perhatian. Perhatian terutama harus diberikan
dalam rangka perbaikan kondisi ekonomi dan sosial budaya orang asli papua,
terutama lagi terhadap pelangaran hukum sebab ada pola yang menunjukkan ada
hubungan antara kondisi ekonomi orang asli papua dengan pandangan pemerintah
dalam menanggulangi pembakaran peta Indonesia dan kebanggan menjadi w arga
Indonesia. Orang asli papua merasa kondisi ekonomi rumah tangga mereka tiga
tahun belakangan ini tambah buruk dari tahun sebelumnya, cenderung memandang
pemerintah kurang atau tidak banyak berbuat untuk penanggulangan berbagai
pelanggaran di papua.
“ Papua tidak
memiliki otonomi khusus, Papua hanya memiliki dana otonomi khusus “
(cnhblog.com
|
Untuk melihat kebijakan
dan program proteksi orang asli papua pada catatan ini penulis merasa perlu
untuk meminjam pendapat (cnhblog.com) menjelaskan migrasi etnis minoritas ke
tanah papua liar dan tidak terkontrol. migrasi yang liar ini membuat provinsi
paling timur Indonesia ini tidak mampu menjamin kehidupan orang asli papua. orang
asli papua semakin hari semakin sedikit dan menjadi minoritas diatas tanah
leluhur mereka sendiri serta ekonomi orang asli papua masih bertumpuh pada
pemerintahan alias Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai sumber ekonomi utama,
issu ASN masih menjadi sumber penghambat kemandirian ekonomi orang asli papua.
Sementara itu catatan Jim Elmslie, 2010
dalam (HarianPapua.com) menjelaskan orang asli papua semakin berkurang
dengan jumlah 3.612.854 jiwa, membuat perbandingan tahun 1971 orang asli papua
berjumlah 887.000 jiwa pada tahun 2000 orang asli papua berjumlah 1.505.405
jiwa. Berdasarkan data ini disimpulkan bahwa pertumbuhan orang asli papua hanya
1,84 persen per tahun. Sekarang tahun 20016. Berapa jumlah orang asli papua ?
belum ada data pasti, kita semua belum memiliki data valid tentang jumlah orang
asli papaua di atas tanah leluhur mereka.
Berangkat dari alasan migrasi etnis minoritas dari
luar tanah papua yang liar ini, mungkin sebagai alasan utama Majelis Rakyat Papua
sebagai perwakilan kultural orang asli papua mencoba untuk mengeluarkan
regulasi untuk melindungi orang asli papua dari kepunahan diatas tanah
leluhurnya.
No comments:
Post a Comment