@arkam
Tak pernah terbayangkan
orang tua kita melahirkan seorang pemberontak dan pembunuh yang akan membunuh ibu
kandung yang diberinama “kekerabatan”. Peristiwa peperangan politik itu mulai
terlihat dan dirasakan pada awal pembagian petak lahan garapan kebun yang
diberinama daerah otonom baru dalam tata pemerintahan diberi nama Kabupaten Meibrat
yang teregistrasi dengan angka 15042009.
Interaksi yang terjadi baik antar individu
maupun antar kelompok kadang menimbulkan komflik dan komflik merupakan bahasan
yang sudah ribuan dijelaskan para suraman. Pada pembahasan tentang Meibrat saya
meminjam pendapat Simmel menjelaskan bahwa masalah mendasar dari setiap
masyarakat adalah konflik antara kekuatan-kekuatan sosial dan individu, karena,
pertama, sosial melekat kepada setiap individu dan, kedua, sosial dan
unsur-unsur individu dapat berbenturan dalam individu, meskipun pada sisi lain
dari konflik merupakan sarana mengintegrasikan individu-individu. Karena setiap
individu memiliki kepentingan yang berbeda-beda dan adanya benturan-benturan
kepentingan tersebut mencerminkan dari sikap-sikap individu tersebut dalam usahanya
memenuhi kebutuhannya, dari sikap yang nampak ini Simmel memiliki sebuah
pemikiran yang menghasilkan konsep individualisme ini terwujud dalam
prinsip-prinsip ekonomi, masing-masing, persaingan bebas dan pembagian kerja.
Dalam konsep yang negatif, masyarakat atau
kelompok dipahami sebagai entitas tanpa keperbedaan atau terisolir dari
keberagaman. Konflik dalam teori Simmel diidentifikasikan sebagai berikut: Pertama.
Kompetisi diartikan sebagai bentuk konflik tak langsung dimana kemenangan harus
terjadi akan tetapi bukan merupakan tujan akhir dan setiap pelaku tertuju pada
tujuan tanpa menggunakan kekuatan dalam perlawanan dari partai selanjutnya atau
untuk semuanya. Kedua. Untuk melindungi dirinya sendiri dari konflik dalam
kelompok yang lebih besar, konflik dilokalisir pada kelompok kecil karena dalam
kelompok kecil terdapat solidaritas yang lebih organis yang bisa mentolerir
konflik atau mencegah konflik yang lebih besar.
Konflik dibatasi oleh norma-norma dan hukum
yang menjadikannya sebuah kompetisi yang lebih murni. Kompetisi seperti ini
secara tidak langsung meningkatkan manfaat bagi yang lain. Ketiga. Konflik
dalam kelompok akan menciptakan rasa memiliki kelompok terhadap anggota,
sentralisasi terhadap struktur dan menciptakan persekutuan. Kelompok akan
membangun eksistensi sosialnya terhadap musuh mereka ketika kelompok menghadapi
adanya perlawanan dari musuh.
Berangkat dari pendapat Simmel di atas, saya
dapat memberikan simpulan berkait perilaku sosial ekonomi orang Meibrat yang
diperkirakan memberi kontribusi dalam pembentukan konsep individualisme karena
melekatnya status politik bobot yang dipersepsikan orang Meibrat. Konflik
antara kekuatan sosial politik bobot biasa juga dipengaruhi pertama status
sosial orang tua, kedua status kepemilikan bo dan ketiga status pendidikan
serta kolusi kelompok dan kepentingan.
Gesekan antar kelompok merupakan bentuk
sosial yang berinteraksi dan mendesain dalam kerangka untuk memecahkan dualisme
kepemimpinan sosial baru yang disebut bobot sebagai cara untuk mencapai
kesatuan kepentingan teman dan kelompok di tanah Meibrat. Gesekan antar
kelompok tidak dimaksudkan untuk menghentikan keteraturan sosial yang
menyebabkan berhentinya kehidupan masyarakat. Keteraturan dan konflik akan
membentuk kesatuan atau kehidupan sosial bersama dan secara keseluruhan akan
bersifat positif.
Ada sejumlah cerita yang menjelaskan
peristiwa konflik Meibrat disebabkan oleh persaingan dua kelompok besar. Rumor mengatakan
bahwa konflik disebabkan oleh Tarik menarik antara tim pemekaran dengan tim
dluar pemekaran dan kemudian merambat sampai tingkat mata rumah yang mulai ikut
memanaskan situasi sengan membawa issu lokalitas kampung.
Banyak pendapat dikalangan elit-elit lokal baik
yang memiliki kepentingan di wilayah pemerintahan dan politik bahkan yang
berada diluar wilayah itu juga ikut memberikan pendapat karena merasa masih
sebagai orang Meibrat, masing-masing mengklaim bahwa persoalan konflik
dilakukan demi mempertahankan diri sebagai tokoh pendiri sementara kubuh yang
lain memberontak karena ketidak adilan distribusi ekonomi dan lain-lain
sebagainya. Selain itu juga dikatakan bahwa gesekan-gesekan itu terjadi karena persoalan
status sosial orang tua mereka yang dalam klasifikasi orang meibrat ada kelas ra bobot, ra kinyah, ra warok dan ra keir.
Persoalan masih diberlakukan kelas-kelas sosial
yang membuat konflik itu berkepanjangan karena persoalan kita salah memaknai
arti yang sebenarnya dalam ungkapan-ungkapan kelas sosial diterima sebagai
masukan yang positif. Pembentukan kelas sosial pada masa itu dimunculkan
sebagai sarana untuk membedahkan mana pemain bo yang bisa diajak kerjasama
sebagai teman dagang atau tidak yang bisa diimplementasi pada era kekinian
misalnya dalam proses pengambilan keputusan politik yang memiliki nilai lebih
atau lebih dominan adalah mereka yang dituakan bisa berdasarkan klas sosial atau
berdasarkan tingkat kedewasaan berpikir yang cerdas dalam menentukan
pilihan-pilihan strategi politik elit-elit Meibrat di wilayah pemerintahan
maupun politik dengan selalu mengedepankan musyawarah tingkat para-para adat.
Konflik Meibrat berlangsung sejalan dengan
dinamika masyarakat, hanya saja konflik berlangsung pada wilayah pemerintahan
dan politik yang tidak berkembang meluas dalam wilayah-wilayah social budaya. Namun
dalam penulis saya ada faktor-faktor di dalam masyarakat pada tingkatan mata
rumah atau kampung dimana keluarga inti ayah dan istri bahkan anak berbeda
pendapat dalam menentukan pilihan suksesi dengan berbagai pertimbangan misalnya
keluarga sedarah, keponakan dalan lain-lain yang mudah menyulut komflik menjadi
berkobar sedemikian besar, sehingga memporak-porandakan tungku budaya orang
Meibrat.
Dalam suasana system sosial orang Meibrat
yang mulai rentang terhadap berbagai gejolak ini, sedikit pemicu saja sudah
cukup menyebabkan berbagai konflik sosial. Konflik antar kampung (kot) dan
konflik antar distrik sampai komflik antar pemangku kepentingan tingkat
pemerinatahan dan politik merupakan sepengal informasi yang menjelaskan betapa
hal-hal yang bersifat sangat sederhana ternyata menjadi menyulut timbulnya amuk
dan kerusuhan massa yang melibatkan bukan hanya pihak-pihak yang bertikai,
melainkan juga seluruh kampong (kot).
Kampung (kot) di wilayah Meibrat yang terpola
memutar bekas danau ayamaru bagaikan cicin yang sudah puluhan dan bahkan
ratusan tahun hidup dalam keharmonisan antar mata rumah antar kampung dapat
berubah totol menjadi saling serang dan saling menghancurkan kelompok kampong lain
yang dianggap musuhnya. Pemerintah tingkat kampung dan distrik sebagai
penanggung jawab keamanan dan ketertiban masyarakat tidak melakukan peran
dengan baik karena aparat juga sibut urusan politik yang membuat urusan
harmonisan antar kampung dicari masyarakat sendiri.
Persoalan-persoalan kepentingan kawan dan
kelompok sampai juga pada kepentingan distribusi ekonomi dan kekuasaan yang
tidak disadari sedang diimplementasikan elit-elit Meibrat itu menimbulkan
sebuah pertanyaan Apakah persoalan peperangan politik kepentingan membuat orang
tua merasah bersala melahirkan anaknya sebagai pemberontak dan pembunuh karakter
keberlangsungan hidup ikatan kekerabatan orang Meibrat dalam tungku ra mana sau
yang sudah sekian lama dipelihara karena merupakan asset.
Konflik dan polemik dinilai diakibatkan oleh
ketidak siapan orang Meibrat menghadapi perubahan mengingat watak dan pola pikir
yang pada umumnya masih bersifat lokalitas. Ditambah lagi dengan ketidak
jelasan sebuah suksesi yang menjadi dasar dari suksesi ini sehingga menimbulkan
ketidakpastian politik tingkat lokal Meibrat. Telah banyak polemik yang telah
terjadi di tanah perjanjian itu, sebut saja polemik pemilihan kepala wilayah
pemerintahan Meibrat.
Dalam setiap pertarungan politik, khususnya
di wilayah pemerintahan akan banyak kepentingan yang bermain di dalamnya. Mulai
dari kepentingan teman, kepentingan kelompok dan kepentingan pemilik perahu
(partai). Sehingga polemic bukan hal yang tabu lagi untuk dijumpai.
Dalam pemilihan tema konflik tidak menyoroti
persoalan apa, siapa dan bagaimana kepentingan politik bermain disana sehingga
menimbulkan konflik.
Tapi saya membahas bagaimana mengelola polemik
untuk menjadi suatu pembelajaran bagi orang Meibrat menghadapi pertarungan
bebas dengan tidak merusak entitas sosial budaya mereka.
Dalam beberapa polemik yang terjadi pada saat
pembentukan wilayah otonom sampai pemilihan kepala pemerintahan definitif menimbulkan
konflik yang sangat rumit yang mungkin penyelesaianya cenderung berlarut karena
adanta ego dari masing-masing kelompok kepentingan yang mungkin mendapatkan
keuntungan dari polemic itu.
Arus informasi menurut saya pemberitaan media
masa yang bukan media masa yaitu masyarakat itu sendiri yang bertindak sebagai
penulis berita dan menyampaikannya sendiri yang diduga kerap kali di tuding
menjadi pemicu meluaskan polemik, terutama dari pemberitaan yang terlalu
menyudutkan kelompok lain dan seakan mengajak masyarakat sebagai pembacanya
membuat keputusan sesuai keingginan lokalitas kampong (kot). (@arkam)
No comments:
Post a Comment