1930
Dua pemuda
pegawai perusahaan minyak NNGPM asal Belanda Colijn dan Dozy, memulai
perjalanan menuju puncak Cartensz. Petualangan mereka inilah yang menjadi
langkah awal bagi pembukaan pertambangan di Tanah Papua.
1936
Jean Jacques Dozy
menemukan cadangan Ertsberg (Gunung Tembaga). Data mengenai batuan ini dia bawa
ke Belanda. Namun hasil laporannya tersimpan begitu saja di perpustakaan
Belanda.
1960
Ekspedisi Freeport
dipimpin Forbes Wilson & Del Flint menjelajah Ertsberg
Ekspedisi ini berawal dari pertemuan Jan Van
Gruisen, Managing Director Oost Maatchappij, perusahaan Belanda yang
mengeksploitasi batu bara di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara, dengan
Forbes Wilson, Kepala Eksplorasi Freeport Sulphur Company pada Agustus 1959.
Van Gruisen yang telah membaca laporan Dozy
tentang Ertsberg di Papua, berhasil meyakinkan Wilson untuk mendanai ekspedisi
ke gunung tersebut untuk mengambil contoh bebatuan, menganalisanya lalu
melakukan penilaian.
Mei 1960, Forbes Wilson memulai survei di
Ersberg dan sekitarnya. Hasilnya, gunung tersebut dipenuhi bijih tembaga yang
terhampar begitu saja di atas tanah. Wilson menuangkan hasil surveinya yang
luar biasa itu dalam buka berjudul The Conquest of Cooper Mountain.
Kisah menarik tentang bagaimana Freeport
Sulphur berhasil masuk dan menguasai tambang di Papua hingga saat ini, diungkap
secara jeli dan mengejutkan oleh Lisa Pease, Jurnalis Probe Magazine dalam
tulisannya yang berjudul "JFK, Indonesia,CIA & Freeport Sulphur".
Tulisan ini dimuat di Majalah Probe edisi Maret-April 1996. Salinan tulisan ini
kini beredar luas di internet. Versi lengkap tulisan Lisa Pease tersebut,
berikut terjemahannya dalam bahasa Indonesia bisa Anda baca di sini
Freeport Sulphur meneken kerja sama dengan
East Borneo Company untuk mengeksplorasi gunung
tersebut.
1960-1962
Langkah
Freeport dan East Borneo menggarap tambang di Gunung Tembaga, Eastberg
terganjal oleh perkembangan politik. Kala itu, Indonesia dan Belanda berseteru
memperebutkan Irian Barat (Papua).
Tadinya
Wilson ingin meminta bantuan Presiden AS John F. Kennedy mengamankan
kepentingan mereka di Irian Barat. Namun, ternyata Kennedy memihak Indonesia,
dan menekan Belanda agar menyerahkan Irian Barat kepada RI. Kennedy yang
berteman baik dengan Presiden RI Ir Soekarno bahkan menjanjikan bantuan ekonomi
yang sangat besar bagi Indonesia, yakni sekitar US$ 11 jutu
1963
Irian
masuk ke RI, namun Kennedy tewas
1
Mei 1963, Pemerintah RI menerima pemerintahan di Irian Barat dari PBB (UNTEA).
Keluarnya Belanda dari Irian Barat tidak menguntungkan Freeport. Perjanjian
kongsi Freeport Sulphur dan East Borneo mentah sebelum berjalan. Posisi
Freeport semakin rumit, sebab Soekarno bersikap keras terhadap investor asing,
khususnya di sektor pertambangan.
Apa
lagi, sekitar tahun 1961, Presiden Soekarno gencar merevisi kontrak pengelolaan
minyak dan tambang asing di Indonesia dan menetapkan bagi hasil 60% dari
keuntungan untuk Indonesia.
22
November 1963: Presiden AS John F. Kennedy tewas ditembak. Banyak yang yakin,
penembakan Kennedy merupakan konspirasi besar untuk menyelamatkan kepentingan
para pebisnis AS.
Terbunuhnya
Kennedy membuat perjalanan Papua dan Soekarno berbelok. Presiden Johnson yang
menggantikan Kennedy, mengurangi bantuan ekonomi kepada Indonesia, kecuali
kepada militernya. Hubungan Soekarno dengan AS merenggang, dan semakin mendekat
ke blok timur.
Lisa
Pease, Jurnalis Probe Magazine, bahkan mengaitkan pembunuhan Presiden Kennedy
dengan kepentingan Freeport. Kepentingan ini pula yang disinyalir berada di balik
kejatuhan Presiden Soekarno.
1965
Pecah G30 S/PKI yang
menjadi titik awal kejatuhan Presiden Soekarno
Lobi-lobi
masuknya Freeport menggencar
Pada
Februari 1966, para petinggi Freeport mendatangi Julius Tahija, yang kala itu
adalah pimpinan Texaco. Julius Tahija adalah mantan serdadu KNIL yang satu
angkatan dengan Suharto, yang kemudian dikaryakan di perusahaan minyak, dan
akhirnya menjadi salah seorang konglomerat di Indonesia.
Julius
Tahija kemudian menghubungkan Freeport dengan Ibnu Sutowo, Menteri Pertambangan
dan Perminyakan kala itu.
11
Maret 1966 terjadi peristiwa Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret).
Berdasar Supersemar versi Markas Besar Angkatan Darat (AD) yang juga tercatat
dalam buku-buku sejarah, surat perintah yang ditandatangani Presiden Soekarno
oti menginstruksikan Pangkopkantib Soeharto mengambil segala tindakan yang
dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk saat itu.
1967
Soeharto
jadi Presiden, Freeport kantongi Kontrak Karya I
10
Januari 1967: terbit UU No 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA).
Saat UU ini keluar, Indonesia secara teori masih dipimpin Presiden Soekarno,
namun banyak pihak menyangsikan Bung Karno pernah menandatangani UU tersebut.
Kalaupun dia menandatangani, kemungkinan Soekarno melakukannya secara terpaksa.
23
Februari 1967: Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan negara kepada Jenderal
Soeharto selaku pengemban Tap MPRS No. IX tahun 1967
12
Maret 1967: Soeharto dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia.
7
April 1967: Kontrak Karya I Freeport ditandatangani
Tak
lama setelah dilantik menjadi Presiden RI, Soeharto memberikan izin kepada
Freeport Sulphur (sekarang Freeport-McMoRan) melakukan kegiatan penambangan di
Irian Barat.
Kontrak
Karya I tahun 1967 itu memberikan hak kepada Freeport Sulphur Company melalui
anak perusahaannya (subsidary) Freeport Indonesia Incorporated (Freeport),
bertindak sebagai kontraktor tunggal dalam eksplorasi, ekploitasi, dan
pemasaran tembaga Irian Jaya selama 30 tahun, sejak mulai beroperasi 1973.
Adapun luas konsesi lahannya adalah 11.000 hektare.
1970
Pembangunan
proyek Freeport berskala penuh dimulai.
Pemerintah
dan Freeport membangun rumah-rumah penduduk di jalan Kamuki, dan di sekitar
selatan Bandar Udara yang sekarang menjadi Kota Timika.
1971
Freeport membangun
Bandar Udara Timika dan pusat perbekalan, kemudian juga membangun jalan-jalan
utama sebagai akses ke tambang dan juga jalan-jalan di daerah terpencil sebagai
akses ke desa-desa .
1972
Presiden Soeharto
menamakan kota yang dibangun secara bertahap oleh Freeport tersebut dengan nama
Tembagapura.
Uji coba pengapalan
pertama ekspor konsentrat tembaga dari Ertsberg.
1973
Maret
1973: Freeport memulai pertambangan terbuka di Ertsberg, kawasan yang selesai
ditambang pada tahun 1980-an.
Freeport
menunjuk kepala perwakilannya untuk Indonesia sekaligus sebagai Presiden
Direktur pertama Freeport Indonesia, Ali Budiarjo. Ali pernah menjabat
Sekretaris Pertahanan dan Direktur Pembangunan Nasional pada tahun 1950-an.
1976
Pemerintah Indonesia
mendapat bagian saham sebesar 8,5% dari saham Freeport, dan bertahan di level
10 % dengan royalti 1% hingga 1998.
1988
Freeport menemukan
cadangan emas yang sangat besar di Grasberg, yang terletak tak jauh dari
Eastberg.
1991 | Kontrak Karya II
1991,
Kontrak Karya diperpanjang lebih cepat sebelum masa KK I berakhir karena
Freeport menemukan cadangan emas yang besar di Grasberg. Bahkan, cadangan emas
tersebut adalah yang terbesar di dunia .
KK
II berlaku selama 30 tahun dengan periode produksi akan berakhir pada tahun
2021, serta kemungkinan perpanjangan 2x10 tahun (sampai tahun 2041). Konsesi
lahan yang diperoleh Freeport dalam KK II ini meningkat pesat menjadi 2,6 juta
hektare. Kepemilikan saham pemerintah di Freeport Indonesia hanya 9,36% dengan
royalti 1%-3,5% dari penjualan bersih.
KK
II tersebut juga mengharuskan Freeport-McMoRan menjual (divestasi) 51% saham
Freeport secara bertahap dalam 20 tahun. Tahap pertama, 1991 - 2001, Freeport
wajib menjual 10%. Dalam periode berikutnya (2001-2011) Freeport-McMoRan harus
melepas 41% lagi saham Freeport ke pihak Indonesia.
1992 | Masuknya Bakrie ke Freeport
Pelepasan
10% saham Freeport pada tahap I, ternyata jatuh ke tangan kelompok Bakrie
melalui PT Bakrie Copperindo Investments Co. Unik dan anehnya, Dari total harga
saham US$ 213 juta, Bakrie hanya membayar US$ 40 juta, sisanya ditalangi
Freeport-McMoRan. Bakrie bisa mencicilnya dari dividen Freeport Indonesia,
dengan syarat, Freeport punya hak membeli kembali saham tersebut jika Bakrie
menjualnya.
Bakrie
mendirikan perusahaan bernama PT Indocopper Investama untuk menampung saham
Freeport miliknya. Anehnya, Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc (yang saat
itu menguasai sekitar 80% saham Freeport Indonesia) membeli 49% saham PT
Indocopper.
11
Desember 1992: Indocopper resmi menjadi perusahaan terbuka dan mencatatkan diri
(listing) di Bursa Efek Surabaya dengan bendera PT Indocopper Investama Tbk,
dengan kepemilikan publik hanya 0,52%.
1996
Bakrie menjual sisa
sahamnya di Indocopper (50,48%) seharga US$ 315 juta kepada perusahaan milik
Bob Hasan, PT Nusamba Mineral Industri. Unik dan anehnya pula, Nusamba hanya
membayar US$ 61 juta, sisanya lagi-lagi ditutup oleh Freeport-McMoRan. Dan ya,
Nusamba bisa mencicilnya dengan dividen dari Freeport.
2002 | Semua jatuh ke tangan Freeport-McMoRan
Februari
2002 Freeport-McMoRan membeli seluruh saham Nusamba, dus ini berarti
Freeport-McMoRan juga otomatis menguasai saham Indocopper milik Nusamba, dan
menguasai pula 10% saham Freeport Indonesia (yang setelah dilusi susut menjadi
9,36%) yang dimiliki Indocopper.
20
Juni 2002 Indocopper go private dan keluar dari BES, dan berubah status kembali
menjadi perusahaan tertutup. Freeport-McMoRan membeli saham milik publik,
sehingga seluruh saham Indocopper kini dikuasai Freeport-McMoRan.
Dengan
demikian, komposisi saham tambang emas dan tembaga terbesar di dunia itu adalah
Freeport McMoran (90,64%) dan pemerintah Indonesia (9,36%).
2004
Awal
2004: Freeport mengajukan permohonan merger Indocopper dan Freeport.
Agustus
2004: Pemerintah Indonesia menolak permohonan merger dan meminta Freeport
segera menjual saham Indocopper pada pihak Indonesia dalam waktu 180 hari.
Freeport setuju, asal sesuai dengan harga pasar. Namun hingga kini divestasi
saham Freeport ini masih mandeg.
Penyebab
macetnya divestasi saham Freeport, salah satunya adalah terbitnya Peraturan
Pemerintah Nomor 20 tahun 1994 yang menyatakan, perusahaan penanaman modal
asing tidak diwajibkan mendivestasi sahamnya kepada pihak Indonesia. Dengan
adanya PP ini, Freeport tak wajib melakukan divestasi sebab di dalam KK II
Freeport ada klausul yang menyebutkan, jika ada dua pasal yang isinya
bertabrakan, Freeport-McMoRan bisa memilih peraturan yang lebih menguntungkan.
2015 - 2016
Ribut2 perpanjangan
KK Freeport dan skandal Papa Minta Saham. Untuk mengikuri perkembangan
divestasi saham Freeport terbaru klik di
sini.
Sumber
: lipsus.kontan.co.id
No comments:
Post a Comment