RENUNGAN AKHIR TAHUN SEORANG PEMIMPIN
Oleh : Dr. arkam
FE-UNCEN
Akhir tahun
merupakan sebuah moment yang harus kita renungkan. Harapan apa saja yang telah
kita capai. Seorang pejabat keluar dari sebuah hotel mewah. Ia baru saja
menyelenggarakan seminar dan malam amal untuk mencari dana bagi anak-anak
miskin yang berkeliaran di jalan. Ketika akan masuk ke mobil mewahnya, seorang
anak jalanan mendekatinya dan merengek, ''Pak, minta uang sekadarnya. Sudah dua
hari saya tidak makan.'' Pejabat itu terkejut dan melompat menjauhi anak itu.
''Dasar anak keparat yang tak tahu diri!'' teriaknya. ''Tak tahukah kamu bahwa
sepanjang hari saya sudah bekerja sangat keras untukmu?.
Pembaca
yang budiman, kalau Anda ingin melakukan renungan di penghujung tahun ini, saya
anjurkan Anda untuk merenungkan satu hal saja: ''Seberapa besar tingkat
kepedulian Anda kepada sesama?'' Dari skala 1 (sangat buruk) sampai dengan 5
(sangat baik), dimanakah posisi Anda? Jawabannya tak perlu Anda kemukakan, tapi
cukup disimpan untuk diri Anda sendiri. Mengapa saya menganjurkan Anda
melakukan hal ini? Ini tak lain untuk kepentingan diri Anda sendiri. Selama
Anda masih berkutat dengan diri sendiri, selama itu pula jiwa Anda tak akan
pernah tumbuh. Kita hanya akan mengalami transformasi yang luar biasa begitu
kita mulai memikirkan orang lain.
Seorang
pengarang, Joseph Campbell, mengatakan, ''Pada saat kita berhenti berpikir
tentang diri kita sendiri, kita sebenarnya tengah mengalami perubahan hati
nurani yang sungguh heroik.'' Hal ini mudah diucapkan tetapi amat sulit
dilakukan. Para politisi kita amat royal melontarkan kata-kata ''demi
kepentingan rakyat.'' Seorang pejabat yang mengaku paling dekat dengan wong
cilik kenyataannya malah menyakiti hati rakyat dengan tanpa malu-malu
menghadiahkan dirinya sendiri rumah senilai 20 miliar. Para politisi lain juga
tanpa malu -malu berlomba-lomba meluncurkan buku biografi politik yang dipenuhi
kata-kata ''demi kepentingan rakyat.'' Buku-buku biografi semacam ini
sebenarnya merupakan ''pelecehan intelektual'' belaka. Kenyataannya, amat sulit
bagi kita menemukan kontribusi mereka bagi orang banyak. Memikirkan orang lain
memang sangat sulit dilakukan, apalagi di zaman sekarang. Setiap hari kita
disibukkan dengan pekerjaan yang tak habis-habisnya. Namun sekadar
memperhatikan diri Anda sendiri akan menghasilkan kesulitan yang cukup serius
dalam jangka panjang. Anda akan mengalami hambatan dalam pertumbuhan spiritual
Anda. Banyak orang yang beranggapan bahwa hal ini adalah kewajiban. Mereka
salah besar! Memperhatikan orang lain adalah kebutuhan Anda untuk menikmati
hidup yang penuh makna. Memperhatikan orang lain adalah cara terbaik untuk
mencapai hakikat kemanusiaan yang sejati.
Seorang
filsuf terkemuka pernah mengatakan, ''Manusia dilahirkan dalam kondisi
telanjang, dan ketika meninggal ia dibungkus kain kafan. Apakah hanya itu
keuntungan yang ia dapatkan sepanjang hidupnya?'' Sayangnya dunia kita sekarang
telah begitu materialistisnya, sehingga banyak orang beranggapan bahwa
perhatian tersebut bisa digantikan dengan uang.
Padahal
walaupun uang memang penting, ia tak akan pernah dapat menggantikan perhatian,
pengertian, kehadiran dan kasih sayang. Betapa banyak contoh yang bisa kita
ambil dari kehidupan kita sehari-hari. Banyak anak yang tumbuh tanpa perhatian
yang semestinya dari orang tua mereka. Banyak orang tua yang berdalih bahwa
quality time jauh lebih penting ketimbang quantity time. Padahal, kasih sayang
dan pengertian hanya akan terbina melalui proses yang perlahan-lahan dan
membutuhkan banyak waktu. Betapa banyak para profesional yang cukup puas dengan
memberikan sejumlah uang kepada orang tua mereka tanpa pernah mau tahu mengenai
keadaan mereka yang sesungguhnya. Orang-orang seperti ini telah salah kaprah
dalam memahami hidup seolah-olah segala sesuatunya bisa dibeli dengan uang.
Kahlil Gibran pernah mengatakan, ''Bila engkau memberi dari hartamu, tiada
banyaklah pemberian itu. Bila engkau memberi dari dirimu itulah pemberian yang
penuh arti.'' Memberi tidak harus bernuansa materi. Bahkan memberikan perhatian
sebenarnya jauh lebih berarti ketimbang memberikan materi yang sifatnya amat
terbatas. Cara menunjukkan kepedulian kita adalah dengan mendengarkan.
No comments:
Post a Comment