Sunday, November 23, 2025

RUMAH DALAM DIRI

arkam

Menulis bukan sekadar merangkai huruf, bukan pula kegiatan mengisi lembar kosong demi sebuah cerita. Menulis adalah jalan pulang, sebuah lorong hening tempat manusia kembali merawat pikirannya, tubuhnya, dan seluruh denyut jiwanya yang kadang tak terdengar dalam hiruk-pikuk dunia. Setiap kata yang dituliskan adalah napas kecil dari batin yang ingin didengarkan; ia tumbuh, bergetar, lalu menjalar ke dalam kesadaran yang paling sunyi.

Bagi banyak orang, pikiran adalah ruang yang penuh asap kadang sesak, kadang tak teratur. Namun ketika seseorang mulai menulis, asap itu perlahan turun menjadi embun. Kata demi kata membentuk jendela; lewat jendela itu, jiwa yang lelah mulai bisa melihat dirinya sendiri. Menulis, dengan segala kesederhanaannya, menjadi cara merawat diri tanpa gaduh. Ia lembut, namun punya kekuatan menyelamatkan.

Dalam proses menulis, manusia seakan berbicara dengan bayi kecil dalam dirinya bayi yang disebut alam bawah sadar. Bayi itu menyimpan luka yang belum selesai, mimpi yang ditinggal begitu saja, dan pesan-pesan yang pernah dibisikkan oleh hidup tetapi tak sempat dipahami ketika tubuh sedang sibuk berlari. Ketika pena menyentuh kertas, bayi kecil itu ikut membuka matanya. Ia mulai menunjuk bagian-bagian dari diri yang selama ini terabaikan. Ia mengajak kita duduk perlahan, tanpa memaksa untuk mendengar apa yang paling jujur dari dalam diri.

Menulis membuka jalan menuju kesadaran. Kita belajar mendengarkan motif-motif kecil di balik setiap pikiran, memahami gerak rasa sebelum berubah menjadi emosi besar. Kata-kata yang menetes di atas kertas adalah jejak perjalanan menuju diri sejati, diri yang tidak dirusak oleh harapan-harapan orang lain, diri yang berdiri telanjang tanpa harus membuktikan apapun kepada dunia. Di sinilah menulis berubah menjadi ritual pulang: kembali ke rumah yang telah lama berada di dalam diri sendiri.

Tradisi kuno selalu berkata bahwa siapa yang mengenal dirinya, ia akan mengenal semesta. Mungkin sebab semesta itu tidak jauh, tidak juga rumit; ia bersemayam di balik lapisan pikiran dan batin. Ketika seseorang menulis, ia sedang menguliti satu per satu lapisan itu. Ia menyapa keping memori, menghadapi bayang-bayang masa lalu, dan merengkuh harapan yang nyaris padam. Menulis adalah tindakan kecil yang perlahan menyatukan pikiran, tubuh, dan jiwa. Ketiga hal itu, yang sering terpisah karena kecemasan hari-hari, akhirnya menemukan harmoni.

Pada akhirnya, menulis adalah perjalanan pulang perjalanan yang tidak dilakukan oleh kaki, tetapi oleh keberanian untuk melihat ke dalam. Setiap paragraf adalah langkah menuju kewarasan; setiap halaman adalah jembatan menuju ketenangan; dan setiap jeda antara dua kalimat adalah ruang untuk bernapas. Dalam dunia yang cepat menua oleh kebisingan, menulis menjadi obat yang paling manusiawi: merawat diri dengan kejujuran.

Dan di titik inilah kita mengerti: menulis bukan hanya kegiatan. Menulis adalah cara hidup cara untuk menjaga agar jiwa tidak hilang di tengah segala yang bergerak. Ia adalah rumah yang selalu menunggu kita kembali, setiap kali dunia terasa terlalu bising untuk ditanggung sendirian.@arkam

No comments:

Post a Comment

MENCARI MAYBRAT

RUMAH DALAM DIRI

arkam Menulis bukan sekadar merangkai huruf, bukan pula kegiatan mengisi lembar kosong demi sebuah cerita. Menulis adalah jalan pulang, sebu...