FALSAFAH
TANGAN KIRI
Ia
memanggil kedua belas murid itu dan mengutus mereka berdua-dua. Ia memberi
mereka kuasa atas roh-jahat.Markus
6:7
Kata klies diatas ini merupakan sebuah tabir yang
harus kita renungkan. Sebuah ilustrasi yang menjelaskan kompleksitas pemaknaan.
Harapan apa saja yang telah kita dapatkan. Simak cacatan harian Kepemimpinan
Berth Kambuaya.
Siapa sangka sebuah kampung kecil bernama Kampung Kambuaya,
seperti sekarang ini ? Siapa sangka, krisis kepemimpinan dibeberapa intitusi
bahkan merambat pada masalah-masalah birokrasi pemerintahan modern saat ini,
yang telah mengikis kultural tersebut. Diramalkan akan meletus di kota yang
sekarang berganti nama daerah Meybrat ini, ternyata mulai terjadi.
Pelajaran kepemimpinan sebagai seorang Berth
Kambuaya, Ia menyadari justru keragaman itu mampu menjadi sebuah potensi.
Karena itu Ia tidak jenuh mendengar suara masyarakat kampung.
Orang tua saya mengajarkan agar saya banyak
mendegar. Semua orang berhak didengar, katanya disetiap pertemuan.
Selama memimpin, kebijakan-kebijakan yang
diterapkan Berth Kambuaya cenderung memposisikan dirinya sebagai tanggan kiri,
tim kerja terkonsep dan akan membangun kampung kambuaya dalam tidur, serta
melibatkan partisipasi masyarakat kampung. Kondisi sosial masyarakat kampung
yang marjinal dijadikan modal dasar menuju daerah istimewa kambuaya Terbaik di
Kawasan Timur Indonesia.
Untuk menghindari ‘kegersangan jiwa kepemimpinan’
sebagai ciri khas yang biasa dialami sebagian besar warga kristen di kota-kota
besar di dunia, ia pun membangun dan menumbuhkan hubungan harmonis di antara
para toko agama dan masyarakat.
Kesuksesan Berth Kambuaya menjadi pemenang
nominasi pemimpin visioner abat 21 versi manusia meybrat serta merupakan saat
yang paling memfokuskan hidup maupun kepiawaiannya. Kepribadian, pelatihan dan
pengalamanannya perlahan-lahan telah membawanya ketitik tersebut. Pada saat
terpilih menduduki kunsi nomor satu Universitas Cenderawasih, pertanyaan yang
muncul adalah bagaimana Profesor Pertama yang menjadi Rektor Universitas
Cenderawasih menerapkan gayanya ke dalam tugas manajemen tersulit di dunia.
Berth Kambuaya mengamalkan falsafa tanggan kiri.
Kearifan nilai itu memposisikan Berth Kambuaya sebagai tanggan kiri, serta
memposisikan karyawan atau bawahannya sebagai jari tangan yang lain. Bawahan
tidak pernah akan melaksanakan perintah dengan baik apabila Ia tidak memilih
gaya kepemimpinan dengan tangan kiri terbuka. Sebaliknya Ia memberikan
kesempatan kepada karyawan atau bahwan dalam turut serta memberikan arahan
berupa masukan-masukan dengan dukungan analisis peluang dan ancaman yang akan
dihadapi oleh institusi yang dipimpinnya ke depan.
Makna di balik falsafa tangan kiri ialah jika
pemimpin dan anak buah dapat bekerjasama dan sama-sama bekerja, target mudah
diraih. Untuk mengoperasionalkan falsafah tangan kiri, Ia membangun manajemen
kekeluargaan yang sangat menekankan kekuatan team work. Ia tidak pasif menunggu bola walaupun jabatan yang
disandangnya memungkinkan hal tersebut. dalam memutuskan sebuah kebijakan, Ia
sering menerapkan kebijakan partisipatif. Seluruh staf yang berhubungan dengan
kebijakan tersebut diundang dalam sebuah rapat bersama. Masing-masing diberikan
kesempatan yang sama untuk mengemukakan pendapatnya, lengkap dengan argumen dan
analisis kekuatan serta kelemahannya.
Dengan menerapkan manajemen kekeluargaan, banyak
masyarakat kampus kini tidak meragukannya lagi dalam program mengaudit total sumber
daya manusia organisasi menjadi manusia yang berbudaya dan bermartabat.
Pelajaran kepemimpinan ini jelas : hampir dalam
setiap usaha, sistem “berdua-dua” adalah metode paling tepat yang bisa
digunakan, terutama mengirim orang-orang muda menuju daerah baru untuk pertama
kalinya, mereka akan lebih bisa belajar dan menyelesaikan pekerjaan bersama
daripada jika mereka melakukannya sendirian.
(Arius Kambu, Ekonomi Uncen)
(Arius Kambu, Ekonomi Uncen)
No comments:
Post a Comment