Perjalanan Jayapura Mimika saya ditemani segelas teh panas buatan tanggan manis pramugari Maskapai Plat Merah. Tiba di Mimika sekitar pulul 10.05 menit dan melanjutkan perjalanan menuju Hotel Grent Tembaga dalam perjalanan saya disuguhkan pemandangan yang cukup mengejutkan dan mungkin berbanding terbalik karena Mimika merupakan Daerah Otonom dengan PDB tertinggi yang bersumber dari tambang emas serta tembaga dari Freeport Papua.
Besarnya sumbangan yang diberikan tidak memiliki daya ungkin yang kuat alias tidak mengeliat dalam menata diri dan mempercantik diri seperti kota-kota pertambangan lainya di Indonesia. Sebelum ceritanya melebar sejauh hamparan limbah tailing….…Saya lupa satu hal yang lumayang menarik untuk diceritakan juga yaitu dalam perjalanan ke hotel ada demo yang dipusatkan di depan kantor Bank Papua merupakan kawasan yang menurut para pekerja social masuk dalam wilayah yang cukup strategis dalam menyampaikan pikiran-pikiran perubahan Mimika dengan mengusung tema “Pelanggaran HAM”.
Potret sepanjang perjalanan ke hotel semakin memperkuat dugaan saya dalam membuat simpulan kecil yang munkin tak mungkin bisa dibenarkan adalah berbaris ruko di sisi kiri dan kanan jalan protokol Mimika semakin jelas menjelaskan bahwa pemain utama dalam sektor ekonomi Mimika adalah kawan-kawan dari Sulawesi dan sebagian Tionghoa sedangkan kawan-kawan jawa menguasai bisnis kuliner sementara kawan-kawan pribumi (anak negeri) sebagai penontoh pada sektor ini.
Jam tidur malam mereka tak sama dengan jam tidur kami, jam bangun pagi mereka tidak sama dengan jam bangun pagi kami, pendidikan mereka tidak sama dengan pendidikan kami, kesehatan mereka tidak sama dengan kesehatan kami, pendapatan mereka tidak sama dengan pendapatan kami, fenomena itu yang membuat harus ada perubahan, perubahan itu butuh orang-orang mudah cerdas yang berani mengambil keputusan dengan program yang tepat pula.
Hasil perjalanan singkat bisa juga dibuatkan kesimpulan bahwa CSR Freeport belum dikelola atau dimanfaatkan daerah dengan baik dalam menata Mimika agar menjadi kota kecil modern. Black Brothers bilang ada emas disana Tembagapura yang saya puja selalu, sampai era kekinian masih pantas untuk dipuja puji ataukah kita delete aje……jawabanya cukup dengan senyum aja….karena bukan untuk diperdebatan karena ceritanya seluas hamparan hutanya. Ribuan selonsong peluruh berserakan disana, gesekan-gesekan itu dipicu kepentingan bisnis dibandingkan perlindungan dan penguatan masyarakat sipil.
Soal-soal inilah yang menciptakan jurang yang semakin dalam rasa percaya diri suku-suku yang mendiami sekitar areal penambangan Freeport Papua. Pemain dalam bidang pertambangan resmi sampai yang tidak resmi dengan bekingan orang-orang kuat di negeri ini membuat konflik antar suku tetap terjadi karena kepentingan akan yang memiliki nilai tawar yang kuat ketimbang cerita di para-para adat (satu tungku dalam satu rumah adat). Hasil diskusi lepas dengan anak-anak negeri menjelaskan konflik itu muncul karena ada gesekan kepentingan lokal tujuh suku di areal penambangan tradisional.
Gesekan-gesekan itu merupakan hal yang biasa terjadi pada masyarakat setempat yang dipengaruhi oleh berbagai persoalan mulai dari kepentingan politik local, kepentingan ekonomi, persoalan muda-mudi dan lain-lain yang sebesarnya secara adat bisa diselesaikan melalui para-para adat, namun dengan adanya kepentingan para pihak situasi itu mulai dikelola sebagai sebuah gerakan yang melawan kedaulatan Indonesia, issu-issu ini lahir dari orang-orang cerdas yang mempunyai kepentingan ekonomi dengan Freeport Papua menciptakan issu konflik sebagai produk yang kalua dijual mendapat keuntungan ekonomi besar.
Mau cerita-ceta lanjut……tapi stop dulu saya cari alas dasar alias makan, untuk mendapatkan menu yang pas…ayo tanya resepsionis hotel gren tembaga dulu….siang mba….orang jawa apa bukan….jawab mba saya orang jawa…..pas banget mba…..klo orang jawa pasti tau rumah makan jawa timur….jawab mba tau pa……ada dekat lampuh merah tidak jauh kok pa…..jalan dari sini karena uda lapar tombak saya beranjak keluar dari hotel di sepanjang perjalanan saya menoleh kiri kanan mana rumah makannya …..jalan semakin dekat akhitnya saya temukan warung dengan nama putra lumajang.
Baca nama warung langsung terbayang ketika studi di kota pahlawan Surabaya, ada seorang teman atau sebutan yang kren Mas Arisman, shi teman ini kebetulan pacarnya orang lumajang…..namanya mba Sri merupakan wanita lumajang yang dinal di kota pahlawan Surabaya…..sambil pesan makan aku tanya mas disini kalau malam aman apa tidak…….jawab mas…pa aman warung kami buka sampai jam 12 malam, maklum orang baru di Mimika.
Mimika di malam hari bagaikan lilin, hal ini dapat dilihat pada sudut-sudut kota yang teramat gelap yang hanya diterangi warung kaki lima dengan produk lalapan menghiasi sudut-sudut kota ini dan tidak ada yang diistimewakan dari kota yang ada tambang tembaganya di sana tembagapura alias Freeport Papua masih sangat pelit membagikan sedikit saluran listriknya untuk menerangi kota ini.
Kota Mimika tak seindah namamu karena tak mau berbenah atau kah ada pembiaran sistematis sejauh hamparan limbah buangan tailing atau semakin menumpuknya longsongan peluru di areal penambangan Freeport jawabnya cukup dengan senyum aja……jurang sosial ekonomi mereka pemilik negeri yang ada tambang tembaganya disana Mimika sudah semakin dalam hal ini bisa dibenarkan juga bahwa masih sedikit penelitian-penelitian sosial ekonomi bernilai lebih dalam hal sebagai rujukan pemerintah daerah dalam membuat program-program strategis yang benar-benar dilakukan dalam program pro rakyat.
Penelitian-penelitian yang hamper ratusan semuanya penelitian-penelitian matematika dan ilmu pengetahuan alam yang sebagian besar dibiayai Freeport Papua dengan maksud agar hasil-hasil penelitian tersebut dapat memperkaya laboratorium ilmu pengetahuan amerika yang diperkirakan pada satu saat akan tercipta ilmu-ilmu baru dibidang matematika dan ilmu pengetahuan alam atau ilmu dalam bidang kedokteran masih dugaan sementara. Sepengal cerita yang menarik di Mimika…
Aku berjumpa Pace Tua orang Amungme di rumah makan Putra Lumajang trus…Pace Tua detanya anak orang wamena atau nabire…saya jawab tidak Bapa saya orang Papua Barat, trus pace tua dia marah dan balik jawab jangan ikut republik dong pu aturan karena kita itu satu tanah papua….saya jawab trima kasih Pace Tua atas simpulannya……..sederhana dengan bahasa Indonesia ala kadar versi orang Papua yang memunculkan pertanyaan besar apakah rasa keindonesia orang papua semakin meningkat dengan pembagian petak-petak kebun baru alias pemekaran wilayah selama ini sudah mampu mengobati luka merek ataukah sakit mereka masih tetap ada….kita pasti melihat persoalan ini dengan memakai kaca mata yang berbeda itu wajar karena kita menumpang dikecurangan.
Kita pasti tidak bersepakat bahwa “aku tak mau bersalah pada anak-anak cucu” benar-benar terjadi di negeri yang punya tambang temabaga disana Mimka mau tutup Freeport Papua syarat utama dan terutama kita harus kembali membuka buku sejarah Republik merebut Irian Barat yang cucuk rumit persoalannya…….kalo rumit persoalannya trus apa yang harus kita lakukan…..selamat merenung….longsongan peluru berserakan di areal penambangan Freeport Papua yang semakin memperdalam ruang-ruang soslal ekonomi masyarakat makin tertutup diwilayah leluhur mereka yang akan bermuara pada pola atau perilaku saling curiga terhadap semua orang yang sedang melintas diwilayah mereka adalah penjahat kemanusiaan.
Program-program pengembangan ekonomi yang digagas Freeport lewat pemberian bantuan keuangan kepada tujuh suku selaku pemilik hak ulayat yang diharapkan peruntukannya untuk kegiatan ekonomi produktif masih belum memberikan efek yang berarti hal-hal tersebut bisa dilihat pada pasar tradisional Mimika pemain pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan nilai hidup orang asli Mimika adalah kawan-kawan dari luar Papua, sementara pemilik hak ulayat hanya sebagai pemakai produk.
Cerita-cerita tambahan ketika diskusi kelas magister manajemen kelas Mimika, saya memotret banyak persoalan yang dimunculkan berkaitan dengan sosial ekonomi masyarakat tujuh suku yang difasilitasi lembaga sosial masih terbatas demonstrasi produk yang dikembangkan berbasis potensi lokal Mimika, misalnya kepiting, udang, ikan bandeng kali, ternak babi, copi, kakao semua produk-produk lokal tersebut masih sebatas demontrasi pada tingkat petani atau ketika diikutkan pameran tingkat nasional bahkan internasional.
Sementara itu kita coba bergeser untuk melihat program pengembangan yang dilakukan Freeport Papua sejauh ini belum memberikan manfaat misalnya sektor pertanian yang merupakan binaan Freeport sudah mampu menyediakan sayuran di dapur Freepot atau kebutuhan akan daging sudah mampu di sediakan peternak-peternak lokal.
Gambaran lain yang bisa membuat kita kagum adalah ketika melihat halaman website Freeport ditemukan program-program CSR yang dilakukan perusahaan sangat luar biasa bangusnya memberikan kontribusi pada ekonomi masyarakat dan lingkungan, alaman itu menimbulkan pertanyaan apakah semua program Freeport Papua dibangun untuk masyarakat umum ataukah hanya untuk karyawan Freeport saja. Fenomena ini menjelaskan bahwa keberadaan Freeport tidak memberi kontribusi yang bermakna bagi masyarakat Mimika masih dugaan sementara pace dan mace…..trus mana cerita kamu…...
PELABUHAN POMAKO. Pada masa administrasi pemerintahan Fak Fak pelabuhan ini merupakan tempat transit saudagar-saudagar dari wilayah maluku dan ternate sebelum mereka melanjutkan perjalanan ke Bade dan Merauke, pada masa itu penduduk asli mulai mengenal ilmu “BARTER” (tukar menukar barang dengan barang) etnis yang terkenal pada masa itu orang Kokonau sementara dua etnis yang lain masih menyendiri dibalik bukit karena persoalan akses.
Setelah memekarkan diri pemerintahan dan keuangan sendiri pemerintahan tidak berjalan dengan maksimal karena persoalan tata kelola pemerintahan terbatas pada masih terbatasnya sumber daya manusia yang dimiliki serta system penjenjangan karir dan kadernisasi sama sekali tidak dilaksanakan, fenomena-fenomena itu yang menjadi gambatan untuk menemukan pemimpin di masa depan Mimika.
Pada catatan ini kita bermain dengan logika tidak masuk akal sehat daerah yang ada tambangnya seharusnya lebih maju dari daerah tetangga toh jauh tertinggal dari daerah atau wilayah tetangga dari sisi layanan publik, belanja modal masih sanggat rendah yang bisa dilihat dari akses masyarakat terhadap air bersih, jalan antar distrik, antar kampung masih sanggat susah.
Semakin dalamnya persoalan soslal ekonomi masyarakat Mimika yang sampai saat ini terpecahkan karena titik soalnya kita tidak lulus matakuliah etnografi Papua atau belum sama sekali membaca buku Etnografi Papua ataukah kita hidup dalam kepura-puraan sampai selalu memakai model atau metode pendekatan pemberdayaa masyarakat daerah lain yang dipaksakan untuk diterapkan di Mimika…….selamat merenung.
EKONOMI MIMIKA ANAK TIRI YANG KESEPIAN. Masyarakat Mimika menatap dengan mata kosong dimana aku….apakah sudah ditelan limbah tailing….manusia berubah kelakuan tidak berubah ….ekonomi Mimika anak tiri yang kesepian….seperti gelapnya malam dan bisikan seorang pemabuk kepada pimpinan publik yang meremehkan pemabuk disini pilihan hidup kita berbeda karena hidup punya arti ….selamat menikmati…
Sepengal cerita yang lain saya temukan dirumah makan putra lumajang….saya mampir diwarung sambal memenasan lalap ayam namun tempat duduk sudah full dengan kawan-kawan jawa sampai tersisah satu tempat duduk ….setelah duduk mas warung datang menghampiri dan tanya pa minumnya apa ….mas teh hangat manis….singkat cerita terdengar suara kawan jawa yang memesan minuman memakai logatnya has Madura…..cerita ini memberi simpulan ada sebuah aturan main yang tidak bisa ditinggalkan orang Madura adalah culture maduranya, dimana bisnisnya dibesarkan bersama-sama…apa cerita kamu…
Kau patahkan semangatku tapi entah mengapa aku masih tetap mencintai mu Mimika…..berjanjilah untuk datang lihat aku yang datang dengan tatapan kosong terus cinta kamu Mimika lihat dan rasakan hati ku…….beningnya air dari gurung mestinya begitu hukum alam, namun putihnya sungai dari gunung mestinya tidak demikian hukum alam melainkan buangan limbah tailing bukan keingginan kami pemilik tanah dan alam ini….dimana rasa keadilan itu masih ada karena air, tanah dan alam itu milik marga dan tuhan yang dipinjam pakai pemerintah dan pemilik modal manusia berubah ko wajah susah berubah….masyarakat pemiliki menatap dengan mata kosong dimana aku apakah sudah ditelan limbah tailing atau tergusur kepentingan ngaur atau pemerintah sibuk berpolitik sampai lupa akan tugas utamanya.(by arkam).
Apa Pendapat Kamu.......
No comments:
Post a Comment