Friday, November 1, 2013

RIAK OTONOMI KHUSUS PLUS MENGGANGGU ANAK PAPUA


RIAK OTONOMI KHUSUS PLUS MENGGANGGU 
ANAK  PAPUA



Sungguh indah wacana 2013 redefinisi otonomi khusus Papua menjadi otonomi khusus plus yang ramai-ramai dibicarakan oleh orang-orang terbaik Papua yang katanya prihatin kondisi Papua kekinian.

Tokoh-Tokoh terbaik dan akademisi yang diberikan mandat pemerintah Jakarta mencoba menyusun sistem anggaran dengan perbandingan yang proporsional dalam menjawab aksi-aksi sosial masyarakat Papua.

Penawaran otonomi khusus plus sebagai kesempatan pemerintah Indonesia mempertahankan peta Indonesia, apa implikasi opini publik yang kurang positif terhadap penawaran produk (otonomi khusus) sebagai dinding pembatas kebebasan orang Papua secara universal dalam mencari keadilan atas tanah Papua.

Celakanya, orang-orang Papua yang mencoba menjadi aktor mencatat segala bentuk aksi-aksi sosial masyarakat  Papua dalam sebuah transkrip yang dinamakan undang-undang otonomi khusus plus yang diharapkan dapat memberikan pencerahan dalam memadam titik api yang mulai dan akan terus membakar peta Indonesia.

Dalam memasuki pengesahan draf undang-undang otonomi khusus plus bulan november 2013 ini menarik untuk dilihat selebaran-selebaran yang dibagikan mahasiswa kepada seluruh komponen masyarakat Papua agar berpartsisipasi dalam aksi demo damai tanggal 04 november 2013 dengan agenda aksi “KETIDAK PERCAYAAN MASYARAKAT PAPUA TERHADAP PRODUK HUKUM BUATAN PEMERINTAH  JAKARTA DAN PAPUA” beralasan dan terbukti : 1). Berhamburnya dana untuk birokrat dan bukan untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Papua; 2). Berhamburnya daerah otonom baru (DOB) membukan peluang untuk orang asing bukan pembangunan dan membuka keterisolasian masyarakat Papua (GempaR).

KACA MATA PENULIS, mungkin tidak ada yang lebih tulus menggunakan hakekat Dialog Jakarta-Papua yang masih belum secara sadar dipahami Jakarta dalam menyelesaikan masalah-masalah Papua dengan cara-cara santun dan bijaksana bersama lembaga kultur Papua (MRP) dalam merajut rasa keindonesiaan masyarakat Papua.

Menurut penelitian A. Kambu, dosen FE-UNCEN menyebutkan bahwa otonomi khusus dilihat dari aspek kebijakan dan aspek implementasi otonomi khusus belum melahirkan kesempatan yang berarti dalam menyelesaikan masalah-masalah Papua secara menyeluruh (pendidikan, kesehatan, ekonomi dan infrastruktur).

Pandangan itu berangkat dari anggapan bahwa infrastruktur dasar masyarakat dikarenakan pemerintah Jakarta dan Daerah belum sepenuhnya memberdayakan para-para adat (manajemen tiga tungku) sebagai tempat diskusi dalam menyelesaiakan persoalan-persoalan Papua. Para-para adat itu penting karena berangkat dari anggapan bahwa karakteristik (sikap dan perilaku) masyarakat Papua itu mudah tersinggung, gampang curiga pada orang lain, gampang marah, bahkan bila orang Papua dipermalukan, ketika itu juga ia akan menuntut balas atau menungguh kesempatan lain untuk melakukan tindakan balasan.

Dalam konteks ini berarti bahawa nilai-nilai sosbud Papua membuka peluang untuk pemerintah Jakarta untuk lebih santun dan bijaksana memanfaatkan para-para adat dalam menyelesaikan masalah Papua secara menyeluruh.

Mengapa mereka menuntut Dialog Jakarta-Papua ? Masyarakat Papua mempunyai pandang bahwa mereka masyarakat pribumi tidak sama sekali merasakan efek otonomi khusus selama ini apalagi mau diganti baju menjadi otonomi khusus plus.

(Arius Kambu, Ekonomi Uncen)

No comments:

Post a Comment

MENCARI MAYBRAT

TERSENYUM

Tahun ini awan terlihat gelap dipandang memakai kacamata jiwa, tahun penuh kecemasan, keraguan, kembimbangan, kepedihan yang datang dan per...