GELIAT
KOTA JAYAPURA MENGGANGGU ANAK PAPUA
Geliat
pasar-pasar modern dan pembangunan hotel-hotel yang membentang sepanjang ruas
jalan Abepura-Jayapura kian terasa.
Namun ada fenomena yang teramat sangat menarik
untuk dilihat warga masyarakat tentang sebuah desakan politik atau kemauan
politik pencitraan sesaat dengan agenda besar memberikan ijin bangun atas nama “PAD” yang mengabaikan prinsip ramah
lingkungn. Selain makin padatnya arus lalu lintas di ruas jalan utama
pemandangan kemacetan lalu lintas makin memanjang. Sepintas suasanya itu seolah
mencerminkan kemeriahan sebuah kota metropolitan. Barang kali memang demikian
adanya karena kota Jayapura merupakan penyangga atau daerah transit ke berbagai
kabupaten dan juga merupakan ibu kota Provinsi Papua.
Kemeriahan itu
makin terasa ketika jalur-jalur utama Abe-Jayapura kian sudah terasa sesak oleh
banyaknya kendaraan bermotor yang lalu lalang. Ironis skali kepadatan arus lalu
lintas tidak bisa diikuti dengan perluasan jalan. Kalaupun tampak ada upaya
perbaikan jalan itu tidak lebih dari sekedar upaya agar jalur di ruas itu tidak
macet atau terlalu padat.
Geliat
Jayapura ternyata berimpas pula pada aspek kultur. Sebagaimana kita lihat jalur
lalulintas manusia dan barang melalui laut dan udara yang barasal dari luar
papua semakin meningkat tajam, bukan hanya di wilayah Kota Jayapura tetapi juga
wilayah kabupaten lain atau bisa disebut migrasi manusia besar-besaran ke Papua.
Secara kultur
kehadiran orang luar Papua ini memberikan warna yang semakin tegas bahwa
Manusia Papua secara perlahan-lahan tersingkir dalam pesaingan sosial ekonomi
bahkan sampai menjadi musafir alias anak pribumi tidak punya Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Transformasi
kultur luar papua itu tidak dapat dipungkiri, namun semua pihak harus tetap
waspada akan dampak-dampak industrialisasi pasar-pasar modern yang besar sudah
kian terus terasa keberadaannya.Terbukti di beberapa ruas jalan utama
Abe-Jayapura sudah mulai kelihatan kesibukan pasar-pasar modern.
Jangan sampai
nilai kultur yang memang sangat positif dalam melestarikan nilai-nilai budaya
bagi kehidupan sosial budaya Papua justru pada akhirnya harus dikalahkan oleh
dampak-dampak negatif dari pasar-pasar modern yang sudah semakin membentuk pola
pikir masyarakat karena kualitas dan kuantitas tertata rapi. Nilai kultural
hilang karena kerakusan sesaat demi keuntungan ekonomi semata para politisi pencitraan.
(Arius Kambu, Ekonomi Uncen)
(Arius Kambu, Ekonomi Uncen)
No comments:
Post a Comment